Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK banyak kegiatan di sekitar patok A-104 di Dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Patok dari semen berukuran 1 x 1 meter itu berdiri di antara rerumputan di tanah kosong. Inilah yang menjadi batas antara Dusun Camar Bulan, yang merupakan wilayah Indonesia, dan Desa Telok Malano, Sarawak, Malaysia.
Dusun Camar Bulan juga bersebelahan sekitar tiga kilometer dengan Tanjung Datu. Terletak di ujung barat Pulau Kalimantan, Tanjung Datu berbatasan langsung dengan Laut Natuna. Baru sekitar dua kilometer dari patok A-104 itu, penduduk Dusun Camar Bulan, yang kebanyakan petani dan nelayan, bermukim.
Penduduk Camar Bulan biasa menjual hasil pertanian dan tangkapan ikan mereka ke Desa Telok Malano, Malaysia, yang bisa dicapai dalam waktu dua jam berjalan kaki. Mereka lebih senang berjualan ke Telok Malano karena jaraknya lebih dekat dibanding ke Desa Paloh, Kabupaten Sambas. "Bisa memakan waktu setengah hari kalau ke Desa Paloh," kata Rusadi, 48 tahun, warga Dusun Camar Bulan, awal pekan lalu.
Rusadi menyatakan penduduk Camar Bulan lebih bergantung pada fasilitas Malaysia. Mulai beras, telur, tepung, sampai gula mereka peroleh dari Malaysia. Hampir semua penduduk Camar Bulan memiliki uang ringgit dari penjualan hasil pertanian dan ikan ke Telok Malano. Harga beras, gula, dan minyak di Telok Malano juga lebih murah dibanding di Desa Paloh.
Penduduk Camar Bulan pun, menurut Rusadi, hidup damai dengan warga Malaysia di perbatasan. Malah banyak warga Dusun Camar Bulan memiliki sanak saudara di Telok Malano karena tak sedikit warga Dusun Camar Bulan menikah dengan warga Telok Malano. "Jadi kami malah bingung kalau orang-orang sibuk meributkan patok batas negara," kata Rusadi.
Di Jakarta lain lagi ceritanya. Ahad malam dua pekan lalu, Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Tubagus Hasanuddin mengirim pesan pendek kepada beberapa wartawan. "Dalam MOU Border Committee Indonesia-Malaysia, garis batas Indonesia-Malaysia diubah dengan menempatkan patok-patok baru yang tak sesuai dengan peta," kata Hasanuddin dalam pesan pendeknya.
Akibatnya, Hasanuddin melanjutkan, patok batas wilayah Indonesia bergeser 3,3 kilometer, yang mengakibatkan Indonesia kehilangan 1.490 hektare di wilayah Camar Bulan dan 800 meter garis pantai di Tanjung Datu. Media pun ramai memberitakan pencaplokan wilayah Indonesia oleh Malaysia ini pada Senin dua pekan lalu.
Tak menunggu hari berganti, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto langsung menggelar rapat koordinasi pada Senin sore itu. "Tidak ada patok yang digeser," kata Djoko dalam konferensi pers seusai rapat.
Panglima Komando Daerah Militer XII Tanjungpura Mayor Jenderal Geerhan Lantara juga menegaskan tidak ada pergeseran patok perbatasan di Desa Camar Bulan. Menurut Geerhan, penduduk desa menemukan sebongkah semen yang diduga bekas helipad di wilayah Malaysia, yang jaraknya 3,3 kilometer dari patok A-104.
Rapat juga digelar di Senayan. Komisi Pertahanan memanggil Kementerian Luar Negeri, sementara Komisi Pemerintah memanggil Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), yang berada di bawah koordinasi Kementerian Dalam Negeri.
Tim panitia kerja perbatasan Komisi Pemerintah pun turun tangan. Ketua tim, Hakam Naja, melakukan penelusuran ke lokasi patok A-104. Di sana ia menemukan bongkahan patok A-104 yang rusak berada tiga kilometer di wilayah Malaysia. "Artinya, justru kita yang mencaplok wilayah Malaysia," kata Hakam dalam rapat yang digelar di Komisi Pemerintah, Kamis pekan lalu.
Dalam rapat itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni menjelaskan Indonesia dan Malaysia memiliki sepuluh outstanding boundary problem. Namun Malaysia hanya mengakui sembilan segmen perbatasan yang masih bermasalah.
Tanjung Datu dianggap sudah selesai berdasarkan MOU demarkasi (penegasan) perbatasan pada pertemuan keenam Joint Indonesia-Malaysia Boundary Committee on the Demarcation and Survey Boundaries (atau sering disingkat JIM), yang ditandatangani kedua negara pada 18 November 1978 di Semarang. Indonesia dan Malaysia memang rutin melakukan perundingan JIM setiap tahun. Pertemuan ke-36 rencananya digelar akhir tahun ini.
Masalah perbatasan Dusun Camar Bulan muncul kembali dalam laporan hasil kajian penegasan perbatasan Indonesia-Malaysia dari Kelompok Kerja Survei dan Pemetaan Markas Besar TNI pada 14 Mei 1983. Dalam pertemuan JIM ke-27 pada 29-31 Oktober 2001, Indonesia kemudian memasukkan isu Tanjung Datu dan mengusulkan Malaysia melakukan survei ulang di wilayah itu.
Namun, dalam rapat koordinasi khusus eselon I di Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan pada 2 Juli 2009, Kementerian Luar Negeri menyarankan tidak memasukkan Tanjung Datu sebagai segmen perbatasan yang masih bermasalah. Alasannya, berdasarkan perjanjian hukum internasional, posisi Indonesia dalam kasus Tanjung Datu sangat lemah.
Setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk BNPP tahun lalu. Tim yang terdiri atas Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Markas Besar TNI, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, BNPP, Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat, serta pejabat pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Barat dan Kabupaten Sambas ini melakukan kunjungan ke Tanjung Datu pada 22-26 Maret 2011. Hasil telaahan itu rencananya dinegosiasikan dalam pertemuan JIM akhir tahun ini.
KEPALA Staf Komando Daerah Militer XII Tanjungpura Brigadir Jenderal Armin Alianyang semakin yakin akan keputusannya. "Sudah telanjur disodok-sodok seperti itu, lebih baik saya maju sekalian. Saya sudah siap," kata Armin ketika ditemui di ruang kerjanya di Pontianak, Rabu pekan lalu. Putra pahlawan Alianyang ini juga sudah membuat posko Alianyang Center di Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kamis pekan lalu.
Saat ini Armin mengaku telah didekati organisasi masyarakat dan partai politik. Partai yang mendekati Armin antara lain Partai Keadilan Sejahtera, Hanura, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Amanat Nasional. Armin menuding isu pencaplokan wilayah Dusun Camar Bulan, Kabupaten Sambas, oleh Malaysia berkaitan dengan rencananya mengikuti pemilihan Gubernur Kalimantan Barat pada pemilihan kepala daerah tahun depan. "Mana ada itu pencaplokan. Memangnya tentara akan diam saja, kemudian disalahkan," kata Armin.
Sumber Tempo menyebutkan Armin merupakan "kuda hitam" yang ditakuti calon incumbent Cornelis. Selain menjabat Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis adalah Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kalimantan Barat. "Lihat saja siapa yang awalnya membuat opini pencaplokan Camar Bulan. Semua dari kubu PDIP. Itu pesan khusus buat Armin dan tentara," kata sumber itu. Isu perbatasan yang bermasalah ini digunakan untuk menunjukkan tentara gagal menjaga Republik dari ancaman negara tetangga.
Hasanuddin, yang berasal dari partai berlambang banteng moncong putih ini, membantah tudingan itu. "Enggak ada urusannya dengan pemilihan kepala daerah. Coba berpikir lebih cerdas sedikit," kata purnawirawan tentara bintang dua ini. Ditemui Tempo di kantornya, Hasanuddin mengaku mengangkat masalah perbatasan ini ke publik karena adanya keluhan dari warga yang berbatasan dengan Malaysia. "Mereka tinggal di wilayah Malaysia. Padahal, menurut mereka, itu adalah wilayah Indonesia," kata Hasanuddin. Cornelis mengatakan hal serupa. "Kami tidak memojokkan TNI. Kami hanya menanyakan kepada pemerintah pusat kenapa MOU 1978 patoknya masuk wilayah Indonesia," kata Cornelis.
Fanny Febiana (Jakarta), Harry Daya (Sambas)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo