Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ruang sidang mendadak hening saat ketua majelis hakim Kapten A. Utoyo melancarkan pertanyaan pamungkas. "Mengapa Anda tidak membunyikan alarm?" katanya kepada Sahat Marulitua Manurung. Pria yang mengenakan kemeja biru lengan pendek itu tertunduk, lalu terisak. Suara tangisnya lamat-lamat tertangkap mikrofon, terdengar oleh sekitar 20 pengunjung yang berada di ruangan.
Beberapa menit kemudian, setelah bisa menenangkan diri, dia baru berbicara. Suaranya terbata-bata. Sahat menjelaskan, bila alarm dibunyikan, akan terjadi keributan di atas kapal, yang sedang dipenuhi ratusan penumpang, yang saat itu tengah terlelap. "Saya takut mereka panik lalu melompat ke laut," katanya.
Sahat adalah nakhoda feri Bahuga Jaya, yang biasa melayani penyeberangan antara Pelabuhan Merak, Banten, dan Bakauheni, Lampung. Pada Rabu, 26 September lalu, kapal yang tengah mengangkut 168 penumpang, 40 awak, dan 78 unit kendaraan itu bertabrakan dengan kapal Norgas Cathinka di Selat Sunda. Peristiwa itu terjadi pukul 04.45.
Delapan orang, termasuk beberapa awak Bahuga, tewas dan 69 orang dinyatakan hilang. Diduga mereka ikut karam bersama kapal ke dasar laut. Adapun dari Norgas, tak ada seorang pun yang celaka. Tubrukan itu memang ibarat tabrakan kancil dengan gajah. Norgas hanya rusak pada anjungan kirinya. Kini Norgas lego jangkar di lautan Selat Sunda. Ia dilarang melanjutkan pelayaran karena perintah Pengadilan Negeri Serang atas permintaan polisi.
Kamis pekan lalu itu, Mahkamah Pelayaran di Jalan Boulevard Timur, Kelapa Gading, Jakarta Utara, tengah menggelar sidang tabrakan kedua kapal ini. Sahat menjadi "tersangkut" kasus tabrakan ini. Tersangkut adalah istilah nakhoda yang diduga bersalah dalam persidangan Mahkamah Pelayaran. Sahat bersama lima awak lain, yang hanya berstatus saksi, dimintai keterangan dalam sidang yang sudah digelar untuk kedua kalinya itu.
Sebelumnya, pada sidang perdana dua hari sebelumnya, majelis hakim yang terdiri atas lima orang sudah memeriksa para awak kapal Norgas Cathinka. Mereka yang menjadi tersangkut: nakhoda Lat Ernesto Junior Silvana dan orang nomor dua di kapal atau mualim I, Su Jibing. Sidang berlangsung dari pagi hingga malam hari. Menurut Ketua Mahkamah Pelayaran Boedhi Setiadjid, persidangan berlangsung lama karena keterangan yang digali pada saat sidang harus mendalam. "Dunia pelayaran internasional tengah menyorot kasus ini," katanya kepada Tempo.
Kapal Norgas, yang berbendera Singapura, tengah berlayar menuju Cina dari Durban, Afrika Selatan, sejak 6 September lalu. Kapal itu memuat sekitar 3 metrik ton cairan propilena kelas polimer. Di persidangan, Jibing, lewat penerjemahnya, memberikan keterangan yang kerap berbelit-belit. Selain karena tak fasih berbahasa Inggris, warga negara Cina ini selalu mengulang kata "mungkin" dan "kira-kira". Majelis hakim beberapa kali terlihat kesal mendengar jawaban Jibing itu.
Majelis hakim mencecarnya. Utoyo mengatakan Jibing tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Salah satu indikasinya, penguasa kapal nomor dua ini tidak mengetahui secara persis bagian mana kapal yang ditubruk Bahuga. Jibing, yang saat itu memegang kemudi kapal, tak menyalakan alarm dan tak mengurangi kecepatan kapal saat mengetahui akan terjadi tabrakan. Saat itu, hanya Jibing yang berada di ruang kemudi. "Anda bernavigasi seperti bermain kungfu," kata Utoyo kepada Jibing.
Jibing memiliki alasan kenapa dia tak melakukan hal itu. Menurut dia, langit saat itu cerah sehingga pandangannya ke laut sangat jelas. "Menyalakan alarm hanya akan membuat saya bingung," ucapnya.
Adapun terhadap Ernesto, yang saat tabrakan tengah tertidur di kamarnya, hakim mempertanyakan kenapa dia tak memberi bantuan saat melihat penumpang Bahuga tercebur ke laut. "Itu artinya melawan peraturan internasional yang mewajibkan kapal menolong korban," ujar hakim. Ernesto, yang menakhodai Norgas sejak April 2012, menjawab saat itu dia tidak menolong karena harus memeriksa kondisi kapal. "Saya juga melihat ada perahu penolong dari kapal lain di sekitar kami," katanya.
Saat tabrakan terjadi, lalu lintas Selat Sunda memang ramai. Ada tiga kapal yang berada di dekat lokasi tabrakan. Sahat mengatakan, kala terjadi tabrakan, ia tengah di kamar mandi dan langsung berlari ke anjungan. Kemudi kala itu dipegang mualim I. Kecepatan kapal normal, hanya 8,5 knot. Sang mualim tenggelam bersama kapalnya. Sama seperti Ernesto, Sahat juga tak tahu penyebab persis kapal mereka bertubrukan. Ia hanya tahu kapalnya telah tenggelam. "Bahuga tenggelam karena ditubruk Norgas," ujarnya.
Bahuga tengah berlayar ke arah barat laut, dari Merak ke Bakauheni. Pada saat bersamaan, Norgas berlayar menuju arah timur, membelah Selat Sunda. Saat itu, kedua kapal sudah berhadapan. Bahuga belok ke kiri, sementara Norgas ke kanan sehingga keduanya bertemu, lalu bertabrakan. Perkara arah belokan, terjadi perdebatan. Ada pendapat yang mengatakan Norgas seharusnya belok ke kiri karena ada kapal lain, kapal ketiga, di sebelah kanan mereka.
Pengamat perkapalan dari Institut Teknologi Surabaya, Agoes Santosa, mengatakan, saat ada dua kapal bertemu, seharusnya kedua kapal berbelok ke kanan untuk menghindari tabrakan. Hal ini tertuang di dalam collision regulation, aturan internasional untuk mencegah tubrukan kapal.
Namun, dalam kondisi ini, ia cenderung menyalahkan Bahuga karena mereka dari jauh sudah melihat lambung kanan kapal yang ditandai lampu warna hijau di atas kapal Norgas. Kapal wajib memasang lampu warna hijau mencolok di bagian kanan dan lampu warna merah di sisi kiri untuk membedakan sisi kapal saat malam hari. "Kalau melihat lampu hijau dari kapal di depan, seharusnya Bahuga belok ke kanan," katanya.
Ketua Mahkamah Pelayaran Boedhi belum mau berkomentar siapa yang salah dalam tumbukan ini. Hasil dari persidangan ini, ujar dia, akan dibacakan pada 11 Desember mendatang. Hasil putusan nanti akan menjadi rekomendasi bagi pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi, untuk menjatuhkan sanksi kepada pihak yang bersalah. "Bisa pencabutan izin nakhoda dan perusahaan pelayaran," katanya.
Putusan ini juga bisa dibuat kepada siapa nanti ganti rugi diberikan. Boedhi mengatakan putusan Mahkamah Pelayaran bisa menjadi acuan bila terjadi gugatan perdata oleh salah satu pihak yang dirugikan. Salinan putusan akan dikirim ke negara asal Norgas, Singapura. "Mereka juga harus mematuhi putusan ini," ujarnya.
Selain itu, kata Boedhi, putusan ini wajib digunakan polisi untuk memproses kasus ini hingga pengadilan negeri. Kepolisian Daerah Lampung pada bulan lalu telah menetapkan Ernesto sebagai tersangka. Ia tak ditahan. Ernesto dituduh melanggar Pasal 359 dan 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal dengan ancaman lima tahun penjara. "Kasusnya sudah P-21 (lengkap) dan siap disidangkan di Pengadilan Negeri Kalianda," kata Kepala Bidang Humas Ajun Komisaris Besar Sulistyaningsih.
Mustafa Silalahi, Maria Yuniar, Nurochman Arrazie (Lampung)
Maut di Tengah Laut
LANGIT di sekitar Selat Sunda cerah saat Norgas Cathinka dan Bahuga Jaya bertubrukan pada Rabu subuh, 26 September lalu. Tercatat 8 penumpang tewas dan 69 penumpang Bahuga hilang dalam tumbukan itu. Kini dua nakhoda kapal tersebut berhadapan dengan majelis hakim Mahkamah Pelayaran. Mahkamah akan menentukan siapa di antara mereka yang bersalah dalam peristiwa itu. "Mahkamah akan bekerja secara adil dan profesional," kata Ketua Mahkamah Pelayaran Boedhi Setiadjid. l
Kronologi
1. 6 September
Norgas Cathinka berlayar dari pelabuhan Durban, Afrika Selatan, membawa 3.045 metrik ton propilena cair dari Madre de Deus, Brasil, menuju Cina melalui Singapura.
2. 26 September 03.00
Bahuga Jaya bertolak dari Merak arah barat laut menuju Bakauheni. Kecepatan 8,5 knot. Norgas Cathinka berlayar ke arah timur membelah Selat Sunda pada kecepatan 9,5 knot.
3. 04.41
Bahuga Jaya belok kiri.
Norgas masih bergerak lurus dalam kondisi alarm mati dan berlayar dalam kondisi autopilot.
4. 04.42
Mualim Norgas Cathinka melihat Bahuga pada jarak 0,5 mil laut, mengganti kendali autopilot ke manual. Kedua kapal sempat berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris yang tak sempurna.
5. 04.45
Norgas bertabrakan dengan Bahuga. Haluan Norgas Cathinka menghantam lambung kanan Bahuga.
6. 05.15
Bahuga Jaya karam. Sepuluh kapal membantu evakuasi penumpang. Norgas Cathinka berbalik ke timur.
Tanker Versus Feri | ||
Norgas Cathinka | Bahuga Jaya | |
tanker gas | Jenis | Feri penumpang |
Singapura | Bendera | Indonesia |
Timur Jauh | Wilayah pelayaran | Selat Sunda |
gas alam cair dan propilena cair | Muatan | Daya Muat 168 penumpang, 40 awak, dan 78 unit berbagai jenis kendaraan |
109,5 meter | Panjang | 85,5 meter |
21 meter | Lebar | 16,2 meter |
10 ribu metrik ton | Berat mati | 765 metrik ton |
10,5 knot | Kecepatan | 19 knot |
7.800 mil laut | Daya jelajah | - |
22 ton per hari | Konsumsi BBM | - |
2009 | Tahun pembuatan | 1992 |
Cina | Negara pembuat | - |
Tangki Kargo | ||
4, bentuk silinder | Jumlah | - |
3 bar | Tekanan maksimal | - |
-104 derajat Celsius | Suhu terendah | - |
Tak ada korban jiwa | Korban dan kerusakan setelah tabrakan | 8 orang tewas dan 69 hilang, kapal karam |
Muatan
Propilena
Pengamanan
Ancaman Norgas Cathinka
Mustafa Silalahi, Anton William, Maria Yuniar
Sumber: PDAT, wawancara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo