Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HUGO E. Kreijger gerah dituding terlibat pencurian lima arca di Museum Radya Pustaka Surakarta, Jawa Tengah. Apalagi namanya kerap disebut oleh banyak media di Indonesia tapi tak pernah dikonfirmasi. ”Ini membikin saya depresi,” kata pria 52 tahun yang tinggal di Amsterdam, Belanda itu.
Misalnya, ada koran menulis, polisi Indonesia sudah mengontak Interpol agar menangkap dia. ”Padahal, sungguh mudah menghubungi dan menemukan saya,’’ kata Kreijger. ’’Alamat saya bisa dicari melalui situs di Internet, berikut nomor teleponnya.’’
Reputasi Kreijger sebagai ”petualang” benda purbakala memang sedang dipertaruhkan. Selama ini ia dikenal sebagai Direktur Asia Pasifik Christie’s Amsterdam, lembaga lelang benda antik dan bersejarah. Ia juga kurator di sejumlah pameran, seperti di Wereldmuseum Rotterdam, Museum Etnologi and Benda Antik di Leiden, serta Museum Sejarah dan Seni di Luksemburg.
Ia juga penulis sejumlah buku katalog seni, antara lain Kathmandu Valley Painting, Tibetan Painting, dan The Art of Silver Jewelry. Beberapa kali Tempo menghubungi Kreijger, tapi dijawab oleh mesin telepon otomatis. Tak lama kemudian ia balik mengontak Tempo. ’’Silakan Anda tanya apa saja,’’ kata Kreijger kepada Asmayani Kusrini dari Tempo, yang menghubunginya dari Brussels, Belgia, Kamis pekan lalu.
Anda dituduh terlibat perdagangan ilegal benda purbakala.…
Saya tidak tahu dari mana tuduhan itu. Media memberitakan secara tidak pas. Ada yang bilang saya agen lelang Christie’s Amsterdam, padahal saya sudah berhenti dari lembaga itu dua tahun lalu. Sekarang saya bekerja sendiri sebagai konsultan independen benda berharga. Mereka tidak mengecek dulu kepada saya. Anda satu-satunya media yang menghubungi saya untuk masalah ini. Saya sangat mudah dihubungi. Buktinya, Anda bisa menemukan saya.
Jadi, bagaimana Anda bisa terlibat perdagangan arca?
Pertama, saya hanya penghubung. Kedua, saya mengenal Hashim Djojohadikusumo dalam berbagai lelang barang antik. Sebagai kolektor, ia mengutarakan niatnya mengumpulkan artefak dan benda kuno asal Indonesia yang tersebar di seluruh dunia untuk dibawa pulang. Hashim akan mendirikan institut dan membangun museum kecil. Ia tahu bahwa saya ahli di bidang ini. Saya belajar sejarah Asia, melakukan penelitian benda purbakala, dan sering berkunjung ke Museum Nasional di Jakarta.
Bagaimana Anda mengenal Heru Suryanto?
Pada sekitar Maret atau April lalu, saya bertemu Heru Suryanto di Surakarta. Heru memberikan informasi bahwa Raja Pakubuwono XIII ingin menjual beberapa koleksi arca. Saya melanjutkan informasi ini ke Hashim.
Bukankah arca itu dilindungi undang-undang?
Betul. Undang-undang yang Anda maksud itu melindungi barang cagar budaya agar tidak dibawa keluar Indonesia, tapi tidak melarang adanya jual-beli. Itu bisa dibawa keluar oleh orang yang punya lisensi ekspor barang antik.
Apakah Anda mendapat lisensi mengeluarkan barang itu?
Buat apa? Saya tidak pernah membawa barang antik Indonesia ke luar Indonesia.
Bukankah arca itu masuk kategori milik negara?
Nah, ini yang diputarbalikkan oleh media di Indonesia. Andai saja media mau melakukan riset, mereka seharusnya paham bahwa gedung museum di Solo itu memang milik negara. Tapi koleksinya milik raja dan keturunannya. Sebagai pemilik barang, mereka berhak menjual. Tidak mudah merawat barang kuno, sama tidak mudahnya dengan mempertahankan dan membiayai operasional museum. Mereka butuh dana. Subsidi yang diterima tidak banyak. Terpaksa mereka menjual sebagian barang untuk mendapatkan dana.
Bagaimana dengan surat-surat dalam dokumen transaksi?
Tentu saja ada. Kalaupun diberitakan bahwa surat itu palsu, saya bersumpah: surat itu asli. Saya sudah terbiasa melihat surat resmi transaksi perdagangan barang antik. Hashim juga yakin, surat itu asli.
Jika memang raja sendiri yang menjual, Anda pernah bertemu langsung?
Saya tidak pernah bertemu langsung dengan raja. Beberapa kali saya berkunjung ke keraton untuk bertemu, tapi disuruh menunggu berjam-jam. Wakil atau delegasinya yang menemui saya. Jadi, proses transaksi itu diwakili kepercayaan raja. Surat-suratnya ditandatangani raja sendiri. Kalau tidak, saya atau juga Hashim tidak mungkin gegabah membeli. Bagi kami, semua proses transaksi itu legal.
Selain arca, benda apa lagi yang dijual ke Anda?
Kalau dari raja, hanya itu. Tapi saya juga menjadi mediator pembelian benda berharga yang biasanya didapatkan dari koleksi pribadi di luar Indonesia.
Polisi memanggil Anda untuk diperiksa?
Sampai saat ini saya belum mendapat surat panggilan. Lagi pula, untuk apa? Setahu saya, Hashim sudah menjelaskan duduk perkaranya kepada polisi. Ada kesan bahwa saya sulit ditangkap, padahal tidak ada seorang pun yang mencari saya kecuali Anda dari Tempo.
Apakah Anda bersedia diperiksa polisi di Indonesia?
Kenapa tidak? Tapi jawaban yang akan saya berikan kurang lebih sama dengan jawaban saya ke Anda. Karena memang begitulah prosesnya dari awal. Saya rasa, keterangan Hashim kepada polisi sudah jelas. Jadi, saya rasa, polisi tidak butuh saya. Kalau masih membutuhkan saya, harusnya tahu di mana mencari saya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo