Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIDANG itu berlangsung singkat, hanya sekitar lima menit. Itulah sidang lanjutan peninjauan kembali yang diajukan mantan Group Financial Controller Asian Agri, Vincentius Amin Sutanto, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Rabu pekan lalu itu, setelah ketua majelis hakim Bambang Harudji menerima jawaban memori jaksa, Bambang langsung mengetukkan palu, menyatakan sidang ditutup.
Kepada Tempo, jaksa Supardi mengatakan pihaknya menolak dalih peninjauan kembali yang diajukan Vincent. Alasannya, kata dia, sesuai dengan putusan pengadilan tingkat pertama hingga kasasi, Vincent terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dan pemalsuan surat. ”Kami tetap seperti dakwaan semula,” kata Supardi.
Dalam berkas memori kasasi setebal 42 halaman, tim pengacara Vincent meminta majelis hakim peninjauan kembali Mahkamah Agung menganulir hukuman kliennya. ”Kami minta Vincent dibebaskan,” kata Teguh Sri Rahardjo, pengacara Vincent.
Kasus ini bermula ketika Asian Agri melaporkan Vincent ke Kepolisian Daerah Metro Jaya pada 15 November 2006 karena membobol rekening perusahaan itu. Vincent kemudian kabur ke Singapura dan baru menyerahkan diri sebulan kemudian. Sebelum menyerahkan diri, Vincent sempat membeberkan kasus dugaan penggelapan pajak di tempatnya bekerja itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Oleh Komisi, kasus yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp 1,3 triliun itu dilimpahkan ke Direktorat Jenderal Pajak.
Kendati telah mengungkap dugaan penggelapan pajak Asian Agri, proses hukum terhadap Vincent terus berjalan. Di pengadilan, jaksa menjerat Vincent dengan dakwaan berlapis, yakni melakukan tindak pidana money laundering (pencucian uang) dan pemalsuan surat. Bersama bekas teman sekolah dan adiknya, Hendry Susilo dan Agustinus Ferry Sutanto, Vincent didakwa melakukan transfer fiktif dari rekening Asian Agri di Bank Fortis, Singapura, US$ 3,1 juta atau sekitar Rp 28 miliar. Dia juga didakwa memalsukan tanda tangan dua petinggi Asian Agri di Singapura dan membuat perusahaan fiktif, PT Asian Agri Jaya dan PT Asian Agri Utama.
Pada 9 Agustus 2007, Pengadilan Negeri Jakarta Barat menyatakan Vincent terbukti melakukan kejahatan seperti dakwaan jaksa. Majelis hakim menghukum Vincent sebelas tahun penjara dan denda Rp 150 juta. Putusan ini kemudian dikuatkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 2 November 2007 dan kasasi Mahkamah Agung pada 26 Maret 2008. Vincent kini meringkuk di Penjara Cipinang.
Menurut Teguh, putusan pengadilan itu tidak tepat karena kliennya baru melakukan tindak pidana awal. ”Jadi belum dapat dikatakan melakukan pencucian uang.” Selain itu, kata Teguh, mengenai pasal penyertaan dalam dakwaan jaksa tentang pemalsuan surat perintah pengiriman uang dengan cara meniru tanda tangan dan stempel perusahaan, tak dapat diterapkan untuk kasus ini. ”Pasal itu hanya dapat dikenakan apabila pelakunya lebih dari satu orang,” katanya.
Dalam memori peninjauan kembali itu, Teguh akan mengajukan dua ahli, yakni ahli hukum pidana Andi Hamzah dan ahli pencucian uang Yenti Garnasih. Menurut Yenti, money laundering adalah tindak pidana yang dilakukan orang atau korporasi dengan cara menggunakan dan memanfaatkan uang hasil kejahatan. Itulah yang utama. ”Jadi pencucian uangnya adalah kejahatan kedua,” kata pakar hukum Universitas Trisakti yang juga doktor pertama dalam bidang pencucian uang ini.
Dengan demikian, kata Yenti, hakim semestinya membuktikan kejahatan utamanya terlebih dulu. Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang sendiri menyebut 25 kejahatan utama yang dapat merembet ke tindak pidana pencucian uang, di antaranya korupsi, narkotik, terorisme, kejahatan perpajakan, dan perdagangan manusia.
Karena itu, dalam kasus Vincent ini, menurut Yenti, semestinya hakim mempertimbangkan lebih dulu apakah dana yang ”diambil” Vincent itu berasal dari kejahatan utama tadi. ”Harus jelas dulu dari mana asal uang itu.” Nah, setelah jelas sumber dana tersebut, baru diketahui apakah perbuatan yang dilakukan Vincent masuk kategori pencucian uang atau tidak. ”Kalau uang itu bukan hasil kejahatan, artinya ya bukan money laundering,” kata Yenti.
Vincent sendiri tak terlihat dalam sidang singkat pekan lalu itu. Menurut jaksa Supardi, kehadiran Vincent memang tak penting dalam sidang ini. ”Ya, karena tidak ada novum (bukti baru).”
Rini Kustiani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo