Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANG tahanan itu berukuran sekitar 2,5 x 3 meter persegi, terletak di lantai satu Markas Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat di Jalan Kramat Raya. Di sanalah sudah dua pekan Ananda Mikola mendekam. Sel itu tidak dihuninya sendiri. Ada empat tahanan lain di situ. Salah satunya Sergio, adik artis Marcella Zalianty.
Tak ada yang dilakukan Ananda di selnya selain mengobrol dengan teman sekamarnya. Sesekali pemuda 28 tahun yang dikenal sebagai pembalap itu keluar bermain pingpong bersama tahanan lain di aula yang terletak di lantai satu.
Dua pekan menginap di kantor polisi, wajah Ananda terlihat pucat. Ia mengaku dadanya kerap sesak karena mengisap asap rokok. Sebagai bukan perokok, sepanjang hari putra pembalap Tinton Soeprapto itu terpaksa menerima semburan asap rokok dari teman-teman satu sel. ”Dia tak tahan asap rokok,” kata Heri Subagyo, pengacaranya.
Sementara Ananda di sel, tidak demikian dengan ”teman dekatnya”, Marcella Zalianty, 28 tahun. Aktris terbaik dalam Festival Film Indonesia 2005 itu lebih beruntung. Ia ditempatkan di ruang pemeriksaan di lantai dua. Di ruang kerja para penyidik tersebut, perempuan cantik yang sedang membuat film Lastri itu ditemani asistennya, Lasya. Jika malam, keduanya tidur di sofa. Seperti Ananda dan Sergio, Marcella dan Lasya kini menjadi tersangka kasus penganiayaan terhadap Elias Agung Setiawan. Wajah Marcella yang biasanya segar merona itu kini tampak pucat. ”Dia syok,” ujar Minola Sebayang, pengacara Marcella.
RABU dua pekan lalu, sekitar pukul 17.00, kurang-lebih sepuluh polisi—di antaranya bersenjata laras panjang—merangsek masuk kantor PT Kreasi Anak Bangsa, kantor Marcella, di Gedung Central Cikini, Jakarta Pusat. Di tempat inilah Marcella, antara lain, melakukan casting untuk mereka yang akan membintangi film Lastri, yang mengambil lokasi syuting di sekitar Solo.
Petang itu, dari dalam gedung berlantai empat tersebut, polisi menggelandang lima pemuda, termasuk Ananda dan adiknya, Moreno Soeprapto, 26 tahun. Mereka ditangkap lantaran polisi mendapat laporan mereka menyekap Elias Agung Setiawan di tempat itu. Saat disekap itu rupanya Agung bisa mengirim pesan pendek dan menelepon temannya, Siska, yang kemudian melapor ke polisi. Tiga hari setelah penangkapan, polisi menetapkan Marcella dan Ananda sebagai tersangka. Adapun Moreno dibebaskan lantaran dianggap tak terlibat.
Menurut Agung, peristiwa yang menimpanya itu bermula dari soal perjanjian pembuatan interior kantor Kreasi Anak Bangsa antara dia dan Marcella pada Juni silam. Saat itu disepakati nilai kontrak Rp 200 juta. Lantaran Marcella tak puas dengan hasil kerjanya, artis ini lalu membeli sejumlah perlengkapan desain sendiri senilai Rp 30 juta. Harga ini yang harus diganti Agung. Marcella memberikan waktu untuk penggantian itu hingga 28 Desember 2008.
Belum lagi waktu penggantian jatuh tempo, ”penculikan” itu pun terjadi. Rabu itu, sekitar pukul 02.00, saat Agung keluar dari pintu lift setelah menghadiri acara ulang tahun temannya di lantai 11 Menara Imperium, tiga anak buah Marcella membekuknya. ”Leher saya ditodong obeng, dan saya dimasukkan ke dalam mobil,” ujarnya. Dari sini Agung dibawa ke Hotel Ibis Tamarin di kawasan Tanah Abang. Di hotel bertarif sekitar Rp 600 ribu semalam itu, Agung dibawa ke kamar nomor 602.
Menurut pengacara Agung, Malik Bawazier, di kamar itu kliennya disiksa penculiknya yang berjumlah empat orang. Selain menendang dan memukuli, para penculik berlaku brutal: menelanjangi korban, memasukkan sendok ke dalam dubur Agung, bahkan—ini bisa bikin dahi bekernyit—memerintahkan Agung meminum sperma salah satu pelaku yang sudah dicampur air. ”Benar-benar sadis,” ujar Malik.
Sekitar pukul 10.00, para penculik itu membawa Agung ke kantor Marcella. Marcella ternyata belum datang. Saat mereka menunggu Marcella itulah muncul Ananda dan Moreno. Dari sang pembalap, Agung mendapat hadiah pukulan dan tendangan. Marcella sendiri baru muncul sekitar pukul 13.00. Marcella menuntut Agung melunasi utangnya. Artis ini kemudian juga menghubungi ibu Agung, Sulastri, di Yogya. Ia meminta perempuan 65 tahun itu melunasi utang anaknya.
Kakak Agung, Anang Heru, mengakui ibunya memang pernah mendapat telepon dari wanita yang memintanya segera membayar utang Agung. ”Ibu lupa kapan itu dan tidak tahu apa itu Marcella atau bukan,” ujarnya. Sejak kasus itu mencuat, Anang melarang ibunya menonton televisi dan menerima wartawan. ”Akibat kasus Agung ini, Ibu kaget dan masuk rumah sakit,” ujar pria yang sehari-hari berbisnis kayu jati itu.
Heri Subagyo membantah pernyataan bahwa Ananda melakukan pemukulan terhadap Agung. Menurut dia, Ananda saat itu hanya meminta Agung membayar utang Marcella. ”Jadi tidak ada pemukulan,” ujarnya. Adapun yang memberi tahu Ananda soal keberadaan Agung di kantor itu, ujar Heri, adalah Sergio, adik Marcella.
Minola Sebayang menampik keras jika Marcella disebut mendalangi penculikan Agung. ”Dia meminta stafnya mengecek keberadaan Agung,” ujarnya. Menurut Minola, Marcella melakukan itu karena selama ini Agung sulit ditemui. ”Agung itu iktikadnya sudah tidak baik. Alamatnya palsu,” ujar Minola.
Agung sendiri pernah tersandung kasus pidana. Pada 2003, saat masih di Yogya, ia pernah diadukan sejumlah orang ke polisi karena melakukan penipuan. Kasus ini lantas bergulir ke pengadilan. Pada Agustus 2003, ia divonis tiga tahun penjara oleh pengadilan. Tapi, tiga bulan kemudian, pengadilan tinggi membebaskannya. Demikian juga di tingkat Mahkamah Agung. Mahkamah menilai kasus Agung bukan masalah pidana, melainkan perdata. ”Soal itu tidak ada hubungannya dengan kasus yang menimpanya sekarang,” ujar Sahala Siahaan, pengacara Agung lainnya. ”Apalagi terbukti dia tidak bersalah.”
SEJUMLAH barang bukti kasus penyekapan Agung ini sudah dikumpulkan polisi. Tidak hanya memperoleh rekaman gambar Agung dari Imperium, polisi sudah mendapat rekaman closed circuit television (CCTV) saat Agung dan penculiknya check out dari Hotel Ibis. ”Polisi juga meminta sendok yang dipakai menganiaya Agung,” kata Public Relations Manager Hotel Ibis Yulia Maria. Sampai pekan lalu, polisi sudah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, termasuk Marcella dan Ananda.
Selain mengumpulkan barang bukti dari Imperium dan Hotel Ibis, polisi menyita telepon seluler milik Marcella serta Harianto dan Ruli, anak buah Marcella yang ikut menjemput Agung. ”Ruli ini yang selalu menghubungi atau dihubungi Marcella,” ujar seorang penyidik kepada Tempo. Menurut sumber itu, penyiksaan terhadap Agung di Hotel Ibis direkam dua anggota staf Marcella tersebut. Nah, rekaman itu lantas ditransfer ke telepon seluler Marcella. ”Tapi, saat handphone itu kami ambil, semua gambar dan SMS itu sudah dihapus,” ujar sang penyidik.
Untuk ”menarik” kembali gambar dan pesan pendek itu, Jumat pekan lalu polisi memanggil praktisi multimedia Roy Suryo. Kepada Tempo, Roy bercerita ia perlu waktu dua jam untuk ”mengutak-atik” telepon milik para tersangka. ”Yang ada hanya foto, tidak ada rekaman video,” katanya.
Dari telepon seluler Nokia seri N70 milik anak buah Marcella itu, Roy mendapat delapan foto adegan penganiayaan terhadap Agung. Salah satunya gambar ketika ke bagian belakang tubuh Agung dimasukkan suatu benda. ”Saya tidak menyangka ada orang tega melakukan hal seperti itu,” ujar Roy. Rekaman gambar itu, ujar Roy, terang dan waktu kejadiannya pas seperti yang diberitakan media massa. Selain mendapat gambar, Roy berhasil membuka pesan pendek antara Marcella dan Ananda serta dari Marcella kepada anak buahnya. Hanya, soal isinya, Roy tak bersedia mengungkapkannya.
Sampai pekan lalu, ketujuh tersangka menolak dituduh menganiaya Agung. Marcella juga membantah memerintahkan anak buahnya ”mengambil” Agung. Adapun anak buahnya menampik dituding menyiksa dan menyuruh Agung melakukan tindakan tak senonoh. ”Mereka bilang tidak ada, atau lupa,” ujar Wakil Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat Ajun Komisaris Besar Angesta Romano Yoyol.
Tapi, menurut Angesta, para tersangka itu sulit mengelak dari kasus ini. ”Kami jerat mereka dengan pasal berlapis,” ujarnya. Selain dengan pasal penculikan, polisi menjerat mereka dengan pasal penyekapan dan penganiayaan. ”Ancaman hukumannya lima tahun ke atas,” kata Angesta.
Jika ini terjadi, untuk waktu lama, penikmat film Indonesia dan penggemar balap mungkin tak akan bisa menikmati akting Marcella dan aksi balap Ananda. Menurut Tinton Soeprapto, putra sulungnya itu sebenarnya Februari mendatang dijadwalkan mengikuti seri balap Super Star di Eropa dan Afrika. Di Indonesia, kata dia, hanya Ananda yang punya lisensi mengikuti lomba itu. ”Tidak apa-apa tidak ikut. Pemerintah yang menahan dia,” ujarnya.
Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault juga prihatin dengan nasib yang menimpa Ananda. Menurut Adhyaksa, ia sudah meminta Ananda berhati-hati dalam bergaul. ”Karena saya lihat anak ini dekat sekali dengan selebritas, dekat dengan infotainment,” ujarnya. Kini kekhawatiran itu terjadi. Segepok bukti di tangan polisi bisa jadi akan mengantar Ananda Mikola ke dalam bui. ”Kalau terbukti, memang habislah masa depan dia,” ujar Adhyaksa.
LRB, Rini Kustiani, Munawwaroh, Bernarda Rurit (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo