Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font size=2 color=#CC0000>Kasus Sisminbakum</font><br />Perlawanan Bertele-tele

Mahkamah Konstitusi menyidangkan gugatan Yusril Ihza Mahendra soal jabatan Jaksa Agung. Bukti keterlibatannya cukup.

19 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG diri Yusril Ihza Mahendra membacakan gugatannya mempermasalahkan Undang-Undang Kejaksaan. Kamis pekan lalu itu, di Mahkamah Konstitusi, pakar hukum tata negara ini menggugat jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji. Para pengacara dan politikus Partai Bulan Bintang yang datang mendampingi Yusril hanya duduk sebagai peserta sidang. ”Saya mengajukan provisi agar Mahkamah Konstitusi menunda penyidikan sampai pemeriksaan terhadap Undang-Undang Kejaksaan selesai,” kata Yusril seusai sidang.

Tersangka kasus korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum ini menilai Hendarman tak sah sebagai Jaksa Agung karena dilantik hanya sekali dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid I. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak melantik ulang dalam pemerintahan periode kedua pada 2009. Karena itu, menurut Yusril, penetapannya sebagai tersangka juga tak sah.

Gugatan Yusril pun menuai pro-kontra. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. termasuk yang ”mengamini” gugatan Yusril. Mahfud menyoroti pe rihal amburadulnya sistem adminis trasi hukum di Indonesia. Tapi Harun al-Rasyid, yang juga pakar hukum tata negara, menilai jabatan Jaksa Agung tak bisa disamakan dengan jabatan lain karena yang mengangkat dan memberhentikannya hanya presiden dan posisinya berbeda dengan jabatan menteri. ”Jadi cukup sekali mengangkatnya,” kata Harun.

Menteri-Sekretaris Negara Sudi Silalahi juga menegaskan, meski Kabinet Indonesia Bersatu jilid I berakhir, Presiden tak menghentikan Hendarman sebagai Jaksa Agung. Menurut Sudi, jabatan Jaksa Agung berada di luar kabinet. ”Jadi lebih baik Pak Yusril berfokus pada masalah hukumnya saja,” katanya. Menurut Sudi, karena Jaksa Agung setingkat menteri, masa pensiunnya pun tak sama dengan jaksa lain, yang hanya sampai 62 tahun, seperti diatur Undang-Undang Kejaksaan. Usia Hendarman kini ”jalan” 63.

Pro-kontra tafsiran Yusril soal jabatan Hendarman ini sendiri tak mempengaruhi kejaksaan menyidik kasus yang membelit bekas Menteri Kehakiman itu. Menurut Didiek Darmanto, juru bicara Kejaksaan Agung, para penyidik tetap menunggu kedatangan Yusril untuk diperiksa pada Senin pekan ini. ”Sudah ada kesepakatan antara Pak Yusril dan para penyidik soal jadwal pemeriksaan,” ujar Didiek.

Sebelumnya, kejaksaan menyatakan Yusril terlibat kasus korupsi yang merugikan negara Rp 420 miliar ini. Sebagai Menteri Kehakiman, Yusril menerbitkan surat penunjukan PT Sarana Rekatama Dinamika dan Koperasi Pengayoman sebagai pengelola sistem administrasi pendaftaran badan hukum oleh notaris secara online. Jaksa juga mengantongi bukti lain yang menunjukkan Yusril pernah memakai duit Sistem Administrasi Badan Hukum yang berasal dari para notaris itu untuk sangu ke luar negeri, antara lain ke Malaysia.

Bukti-bukti itu sudah dikantongi penyidik sejak 2008. Kendati demikian, kejaksaan baru menetapkan Yusril sebagai tersangka akhir Juni lalu. Penetapan itu menyusul turunnya putusan kasasi untuk Yohanes Waworuntu, Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika, perusahaan yang mengelola Sistem Administrasi Badan Hukum. Mahkamah Agung menambahkan hukuman bagi Yohanes menjadi lima tahun penjara plus membayar kerugian negara Rp 378 miliar. ”Itu berarti unsur pidana kasus ini terbukti,” kata Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Arminsyah.

Jaksa belum mengkonfirmasi tuduhan-tuduhan ini langsung kepada Yusril. Dua kali diperiksa, Yusril hanya bersedia menjawab secara tertulis pertanyaan seputar profil pribadinya. Untuk pertanyaan lain yang lebih substantif, ia tak sudi menjawab dengan alasan menunggu putusan Mahkamah Konstitusi. Menurut Arminsyah, sikap ngeyel Yusril ini tak bisa dijadikan alasan untuk menahannya. ”Sikap bertele-tele itu tak ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” katanya.

Meski belum resmi menyangkal di hadapan penyidik, dalam blognya Yusril pernah menulis bahwa ia menunjuk PT Sarana karena hanya perusahaan ini yang mau berinvestasi di jaringan itu. Dia juga menolak jika biaya akses itu disebut uang negara. Ini berbeda dengan pandangan kejaksaan. Jaksa menilai Sistem Administrasi Badan Hukum sarat dengan korupsi karena fee itu jelas merupakan duit negara yang dipungut dari kantong publik.

Bagja Hidayat, Sutarto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus