Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SURAT itu sudah sepekan mampir di meja Jaksa Agung Hendarman Supandji. Disiapkan tim pidana khusus sejak Senin pekan lalu, surat yang harus ditelaah Hendarman itu berisi niat kejaksaan meminta izin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memeriksa Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek. "Secepatnya akan diki rim supaya izinnya segera keluar," kata Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Arminsyah kepada Tempo akhir pekan lalu.
Izin presiden itu dibutuhkan setelah pada 6 Juli lalu penyidik Kejaksaan Agung menetapkan Awang sebagai tersangka kasus penyalahgunaan dana penjualan lima persen saham Pemerintah Kabupaten Kutai Timur di PT Kaltim Prima Coal. Menurut Undang-Undang Pemerintah Daerah, untuk memeriksa gubernur dalam sebuah perkara hukum, kejaksaan perlu izin presiden.
Menurut Arminsyah, Awang dije rat karena perannya sebagai Bupati Kutai Timur saat penjualan terjadi. Pene tapan dilakukan setelah penyidik memeriksa 20 saksi. Selain pejabat da erah, bekas anggota Dewan juga dimintai keterangan. "Kami tak serampangan menetapkan status itu," katanya.
Kejaksaan menuduh Awang bertanggung jawab karena duit penjualan tak disetor ke kas daerah. Pada Juni 2008, saham itu dibeli PT Kutai Timur Sejahtera (Grup Bakrie) senilai US$ 63 juta atau setara dengan Rp 576 miliar. Nah, duit itu langsung mengalir ke kas PT Kutai Timur Energi. Perusahaan inilah yang ditunjuk menangani penjualan itu. "Ini menyalahi Undang-Undang Keuangan Negara," kata Arminsyah.
Peran Awang semakin terang setelah kejaksaan mengantongi alat bukti bah wa dialah yang memutuskan penem patan duit itu, tanpa persetuju an Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kutai Timur. Keputusan itu diambil dalam rapat pemegang saham Kutai Timur Energi di Hotel Gran Melia, Jakarta, 22 Agustus 2008. Selain bertentangan dengan hasil rapat pleno Dewan pada 31 November 2008, keputusan itu dianggap menabrak ketentuan pengelolaan keuangan daerah.
Merujuk dokumen rapat pleno Dewan, mestinya duit itu ditaruh di Bank Kaltim, jasa keuangan, dan usaha mi kro, serta untuk pembayaran pajak. Karena pelakunya diduga tergiur bunga jumbo, sebagian besar duit justru disalurkan ke produk investasi. Di antaranya US$ 53 juta (sekitar Rp 492 miliar) di Samuel Sekuritas dan US$ 7,7 juta (sekitar Rp 72 miliar) di Bank IFI melalui Capital Trade Investment.
Duit di Bank IFI ini terancam amblas setelah April tahun lalu bank milik Bambang Rachmadi itu dilikuidasi. Penempatan di Bank IFI ini terungkap setelah Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit laporan keuangan Kutai Timur Investama, perusahaan milik Pemerintah Kabupaten Kutai Timur yang menjadi induk Kutai Timur Energi, Februari lalu. Dalam laporannya, Badan Pemeriksa Keuangan menilai penempatan itu bermasalah karena di luar persetujuan Dewan. Laporan ini ditindaklanjuti kejaksaan pada Maret lalu.
Pada 12 April lalu, kasus ini naik ke penyidikan. Dua pemimpin Kutai Timur Energi, yaitu Direktur Utama Anung Nugroho dan Direktur Apidian Tri Wahyudi, ditetapkan sebagai tersangka. Pada akhir Mei lalu, keduanya ditahan di Rumah Tahanan Cabang Salemba Kejaksaan Agung. Dari kesaksian dua orang ini, kata Arminsyah, diperoleh petunjuk keterlibatan Awang.
Belakangan, kejaksaan menemukan tindak pidana lain dalam kasus ini. Tindak pidana itu, menurut Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus Muhammad Amari, adalah penyuapan dalam peng urusan pajak Kutai Timur Energi. Modusnya, duit Rp 25 miliar dari penjualan saham dipakai untuk menyogok aparat pajak. Sebagian duit juga dipakai untuk membeli tiga unit mobil dan dua bidang tanah di Bandung, yang akan dipakai sebagai barang sogokan. Pekan ini, barang-barang itu akan disita kejaksaan.
Menurut Arminsyah, konsultan pajak yang terlibat adalah PT Ditara Saidah Tresna, yang berkantor di Bandung. Dalam kasus penyuapan ini, kejaksaan menetapkan lima tersangka. Dua di antaranya pemimpin Ditara Saidah. Satu orang lagi pegawai pajak Kantor Wilayah Pajak Nusa Tenggara sekaligus Komisaris Ditara Saidah. "Dia melobi orang pajak Kutai Timur," kata Arminsyah. Di pihak Kutai Timur Energi, Anung Nugroho dan Apidian Tri Wahyudi juga menjadi tersangka kasus penyuapan. Para tersangka lain belum ditahan karena masih dianggap kooperatif.
Sebelumnya, kepada Tempo, Anung mengaku tak tahu-menahu soal pe nyuapan pajak itu. Dan soal penyalahgunaan duit, ia membantah tuduhan kejaksaan. Menurut dia, penggunaan itu sudah seizin Dewan. Setelah diinvestasikan, ujar Anung, duit itu berkembang pesat. Pada Desember 2008, kata dia, nilainya menjadi Rp 680 miliar. Ia juga yakin duit di Bank IFI tidak raib. "Di mana merugikannya?"
Awang Faroek sendiri menilai penetapannya sebagai tersangka ajaib karena ia belum pernah diperiksa kejaksaan. Ia mengaku punya bukti untuk mematahkan tuduhan itu. Kepada Tempo, ia menunjukkan surat yang ia kirim ke Dewan per 29 Oktober 2008. Dalam surat itu, ia selaku bupati meminta kepada Dewan agar hasil penjualan masuk ke kas daerah. "Tapi Dewan menolaknya," katanya. Ia menunjuk 19 anggota Dewan dan sekretaris Dewan yang menolak usulnya di rapat pleno, akhir November 2008.
Adapun soal keputusan di Gran Melia dianggap Awang sebagai tuduhan tak cermat. Melalui pengacaranya, Hironimus Dani, ia menunjukkan ke Tempo notula hasil rapat itu. Isinya tak menyinggung keputusan penggunaan duit. Ia lalu menyeret bekas bupati Mahyudin sebagai orang yang seharusnya bertanggung jawab karena penjualan dilakukan di era Mahyudin. Mahyudin juga dianggap Awang bertanggung jawab karena dialah yang mendirikan Kutai Timur Energi.
Tempo mencoba menggali kesaksian para peserta rapat pleno Dewan soal surat Awang itu. Namun anggota Dewan, Bahrid Buseng, dan sekretaris Dewan, Rusli Bahrun, enggan menanggapi surat Awang itu. Sedangkan bekas Bupati Kutai Timur Mahyudin menanggapi enteng tudingan Awang. "Saat saham itu jadi duit, itu bukan di era saya," katanya kepada wartawan di Samarinda.
Kejaksaan sendiri mengaku hakul yakin soal keterlibatan Awang. Mengenai surat keDewan dan notula rapat di Gran Melia, menurut Arminsyah, itu sah-sah saja dijadikan alibi Awang. Dari sejumlah kesaksian anggota Dewan, kata Arminsyah, tak ada yang menyebut dua alibi itu.
Seorang sumber Tempo di kejaksaan mengungkapkan penyidik juga tengah menelusuri kemungkinan duit mengalir ke Awang. Petunjuknya, kata dia, penjualan itu bersamaan dengan pencalonan Awang sebagai gubernur. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sudah di minta menelusurinya. Ditanya soal ini, Arminsyah hanya berujar, "Kemungkinan itu bisa saja terjadi."
Soal gratifikasi ini, kepada pengacaranya, Awang mengaku tak menik mati sepeser pun dana itu. Apalagi untuk kampanye. "Saya bisa jamin itu," kata Hironimus Dani. Selain punya banyak amunisi untuk mematahkan tuduhan kejaksaan, Awang mengatakan punya benteng terakhir buat menghadapi kasusnya. "Untuk memeriksa saya, kan butuh izin presiden."
Anton Aprianto, Firman Hidayat (Samarinda)
Dugaan Pidana Versi Kejaksaan
Penyalahgunaan duit Rp 576 miliar hasil penjualan saham Tersangka:
Penyuapan ke aparat pajak Tersangka:
Penempatan dana yang disetujui DPRD
Ternyata
Sandungan di Gran Melia
Kasus dugaan penyalahgunaan dana penjualan saham Pemerintah Kabupaten Kutai Timur di PT Kaltim Prima Coal memasuki babak baru. Selain menyeret bekas bupati Awang Faroek, kejaksaan menemukan kejahatan lain: penyuapan ke aparat pajak.
Era Bupati Mahyudin
16 Juli 2003
PT Bumi Resources (Grup Bakrie) membeli seluruh saham Kaltim Prima Coal dari pemilik lama senilai US$ 500 juta.
13 Oktober 2003
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur meneken hak beli 18,6 persen saham Kaltim Prima Coal senilai US$ 104 juta (komitmen divestasi).
10 Juni 2004
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur mendirikan PT Kutai Timur Energi dan mengalihkan hak beli 18,6 persen saham Kaltim Prima Coal ke perusahaan itu.
Oktober 2005
PT Kutai Timur Energi mengalihkan hak belinya ke Bumi. Imbalannya, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur melalui Kutai Timur Energi mendapat hibah 5 persen saham.
Era Bupati Awang Faroek
Juli 2006
PT Kutai Timur Energi mengusulkan penjualan 5 persen saham.
14 Agustus 2006
Bupati mengusulkan penjualan itu ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah karena saham tak menguntungkan.
Medio Agustus 2006
Dewan menyetujui penjualan itu.
Maret 2008
PT Minang Jordanindo batal membeli saham. PT Kutai Timur Sejahtera (Grup Bakrie) membeli 5 persen saham senilai US$ 63 juta.
Juni 2008
Awang Faroek maju ke pemilihan Gubernur Kalimantan Timur.
25 Juni 2008
Transaksi kelar. Duit penjualan disetor ke kas PT Kutai Timur Energi.
22 Agustus 2008
Rapat pemegang saham PT Kutai Timur Energi di Hotel Gran Melia, Jakarta.
September 2008
PT Kutai Timur Energi mengusulkan penggunaan duit penjualan saham ke DPRD.
31 November 2008
Rapat Pleno DPRD soal penggunaan dana
17 Desember 2008
Awang Faroek dilantik menjadi Gubernur Kalimantan Timur.
April 2009
Bank IFI dilikuidasi. Duit Rp 72 miliar yang ditanam di bank itu terancam amblas.
16 Februari 2010
BPK mengendus kejanggalan penyaluran duit itu.
Maret 2010
Kejaksaan menyelidiki kasus itu.
12 April 2010
Kasus ke penyidikan.
6 Juli 2010
Awang Faroek menjadi tersangka.
Naskah: anton a.
Sumber: Wawancara, riset, dan Kejaksaan Agung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo