Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

20 Tahun Pembunuhan Munir, Amnesty: Tak Ada Niat Politik dari Pemerintah Ungkap Pelaku Utama

Pada 7 September 2024, menandai dua dekade pembunuhan Munir Said Thalib, aktivis yang gigih memperjuangkan hak asasi manusia.

7 September 2024 | 06.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia mempertanyakan komitmen politik pemerintah untuk mengungkap dalang di balik pembunuhan Munir Said Thalib. Pada 7 September 2024, menandai dua dekade pembunuhan seorang aktivis yang gigih memperjuangkan hak asasi manusia itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyesalkan hingga saat ini pelaku utama pembunuhan Munir, belum tersentuh oleh hukum. “Kemampuan aparat penegak hukum kita sebenarnya tidak perlu diragukan lagi. Tak ada yang bisa diungkapkan, sesulit apa pun kejahatannya," kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 6 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sayangnya, kemampuan itu terhalang oleh keengganan politik untuk mengambil langkah-langkah hukum dalam menuntaskan kasus ini. Padahal masih ada peluang hukum, yaitu investigasi kepolisian serta peninjauan kembali oleh kejaksaan untuk menyeret dalang pembunuhan Munir.

Usman mengatakan pembunuhan Munir bukan kejahatan biasa, tetapi kejahatan luar biasa yang terjadi secara sistematis dengan indikasi kuat keterlibatan petinggi negara, khususnya unsur intelijen yang menyalahgunakan wewenang mereka. Bahkan, melibatkan orang-orang tertentu di penerbangan milik pemerintah, yakni Garuda Indonesia. 

Usman menghormati penjelasan komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan yang mengatakan bahwa saat ini proses penyelidikan pro justisia kasus Munir di Komnas HAM masih berjalan. Hari mengatakan saat ini Komnas HAM masih melakukan pengumpulan alat bukti dan permintaan keterangan saksi. 

Komnas HAM dan sejumlah organisasi hak asasi manusia juga berkali-kali mengingatkan Jaksa Agung terkait hasil-hasil penyelidikan Komnas HAM, termasuk untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc oleh Presiden dan DPR. Namun, Usman menilai kemauan politik itu belum terlihat. 

“Seandainya pun Komnas HAM berhasil menuntaskan penyelidikan, hasilnya masih bergantung dari kemauan politik negara,” ujarnya. 

Munir tewas akibat dosis mematikan senyawa arsenik dalam penerbangan Garuda rute Jakarta - Singapura - Amsterdam, pada 7 September 2004, . Meski sempat ditangani lewat Tim Pencari Fakta, Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan, kasus ini masih menyisakan tanda tanya setelah tidak berlanjut sejak akhir 2008.

Pembentukan TPF kasus meninggalnya Munir pada 2004 lewat Keputusan Presiden Nomor 111 tahun 2004 menjadi langkah penting dalam mengungkap kasus pembunuhan itu. Selain pelaku lapangan, laporan TPF menyebutkan nama-nama lain yang perlu ditelusuri peran dan pertanggungjawaban hukumnya.

Kendati demikian, Pemerintah tidak pernah mengumumkan laporan TPF, meski Keppres 111/2004 memandatkannya. Komisi Informasi Publik (KIP) Pusat pada 10 Oktober 2016 sempat meminta Pemerintah segera mengumumkan laporan tersebut. Namun, dokumen penyelidikan TPF dinyatakan hilang.  

Kementerian Sekretariat Negara pada 12 Oktober 2016 mengaku tidak dapat mengumumkan laporan akhir TPF karena tidak memiliki dokumen tersebut. Setelah ada desakan publik, Presiden Joko Widodo memerintahkan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo untuk mencari dokumen TPF yang hilang, namun tidak membuahkan hasil. 

Pada 28 Januari 2021, Ombudsman dari hasil pemeriksaannya mengungkapkan bahwa dokumen asli hasil penyelidikan TPF kematian Munir masih belum ditemukan. 
 
“Peristiwa hilangnya dokumen TPF itu saja menandakan rendahnya kemauan politik negara untuk membuka kembali kasus Munir. Kejadian ini sungguh tidak dapat dipercaya dan sulit diterima oleh nalar,” kata Usman.  

Selain hasil TPF, pemerintah juga belum lebih jauh menuntaskan hasil-hasil penyelidikan kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Padahal saat itu telah ada titik terang tentang siapa dalang utama pembunuhan ini.

Usman menuturkan, motif pembunuhan juga tidak dapat dipisahkan dari perjuangan Munir untuk mereformasi sistem keamanan dan kontrol sipil dalam demokrasi di Indonesia. Sebelum dibunuh, Munir aktif mengkritik Rancangan Undang-Undang Badan Inteijen Negara, RUU TNI Tahun 2004 dan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Tahun 2004, serta kegiatan publik lainnya. 

“Sayangnya, ada sekelompok orang yang tidak menginginkan perubahan dengan cara membunuhnya,” tutur Usman. 

Pemerintahan Joko Widodo, yang pada awal masa jabatannya berjanji untuk menuntaskan kasus ini, hingga kini belum menunjukkan langkah nyata untuk memenuhi janji. Menurut Usman, hal ini semakin mempertegas keengganan negara untuk menegakkan keadilan bagi Munir dan keluarganya serta ribuan korban pelanggaran HAM lainnya. 

“Kami terus mendesak negara untuk segera mengambil langkah hukum yang tegas dan transparan dalam mengusut tuntas kasus pembunuhan Munir,” kata Usman.   

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus