Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Menteri Sofyan Djalil menghukum sepuluh pegawai BPN yang diduga terlibat skandal sengketa tanah di Cakung, Jakarta Timur.
Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta dihukum demosi menjadi pegawai setingkat kepala bidang karena diduga teledor.
Polisi tengah memburu salah seorang pihak yang bersengketa karena tuduhan penggunaan materai palsu.
BANGUNAN semipermanen menumbuhi bagian depan lahan di samping Kali Cakung, Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, itu. Diapit kantor-kantor perusahaan dan gudang logistik, lokasinya sekitar satu kilometer gerbang keluar jalan tol menuju Kawasan Berikat Nusantara. “Itu lahan klien saya yang diserobot pihak lain,” kata pengacara dari kantor hukum Lokataru, Haris Azhar, pertengahan November lalu.
Haris mengatakan kliennya yang bernama Benny Simon Tabalujan menguasai tanah seluas 7,7 hektare tersebut sejak 1974. Selama empat puluh tahun, tak pernah ada pihak yang menyanggah status kepemilikan tersebut.
Sengketa terjadi setelah Abdul Halim, warga Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur, memohon penerbitan sertifikat lahan kepada kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Ia mengklaim memegang 13 akta jual-beli terhadap lima surat girik sebagai alas hak atas tanah tersebut.
Halim mengaku membeli lahan pada 1980. Awalnya, petugas BPN Jakarta Timur menolak permohonannya. BPN beralasan alas hak lahan itu sudah terdaftar atas nama PT Salve Veritate, perusahaan Benny.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sunraizal, Inspektur Jenderal Kementerian ATR/ BPN./https://www.atrbpn.go.id
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil mengatakan kepemilikan PT Salve tercatat sejak 2011. Lahan itu semula terdaftar milik Benny Simon Tabalujan yang disetorkan sebagai modal perusahaan (inbreng). Karena menjadi aset korporasi, lahan itu harus berstatus hak guna bangunan (HGB), bukan hak milik seperti sebelumnya. “Dari sisi itu tidak ada masalah, karena sertifikat itu dialihkan untuk perusahaan dia sendiri,” tutur Sofyan, Selasa, 17 November lalu.
Mengetahui lahan seluas 7,7 hektare menjadi obyek inbreng, Abdul Halim mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Ia meminta pengadilan membatalkan sertifikat HGB milik PT Salve di atas lahan tersebut. Majelis hakim mengabulkan gugatannya pada 1 April 2019.
Di tingkat banding, gugatan Halim kandas. Demikian juga di tingkat kasasi. Benny menang di Mahkamah Agung pada 27 Februari 2020. PT Salve dianggap pemilik sah lahan kosong di Cakung tersebut. Majelis hakim berpendapat pengadilan tingkat pertama teledor memeriksa bukti perkara.
Persoalan lain muncul ketika Abdul Halim mengajukan permohonan pembatalan hak kepemilikan PT Salve kepada kantor BPN Jakarta Timur. Sejak Februari hingga Juni 2019, ia melayangkan surat permohonan pembatalan sebanyak empat kali.
Sofyan Djalil mengatakan, untuk mendukung permohonan itu, Abdul Halim menggunakan putusan PTUN Jakarta yang memenangkan gugatannya. “Permohonan itu belakangan dikabulkan pejabat pertanahan. Ini yang keliru,” ucap Sofyan.
Kepala BPN Jakarta Timur kala itu, Samsul Bahri, diduga mengabulkan permohonan Abdul Halim. Ia menerbitkan surat bernomor 840/ST-31.75/VI/2019 tentang rekomendasi pembatalan hak PT Salve di atas lahan tersebut.
Samsul memerintahkan bawahannya melakukan gelar perkara terhadap kepemilikan lahan. Hasilnya, permohonan Halim dianggap layak lalu dikabulkan. Mereka menganggap dokumen PT Salve cacat prosedur. Hasil rapat itu kemudian diteruskan ke Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta.
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta, kala itu berinisial J, menyetujui rekomendasi BPN Jakarta Timur pada 30 September 2019. Ia diduga menerbitkan Surat Keputusan Nomor 13/Pbt/BPN.31/IX/2019 tanpa menyertakan keterangan penyelesaian sengketa.
Inspektur Jenderal BPN Sunraizal menilai pengajuan dan pengabulan rekomendasi tersebut cacat prosedur. Kala itu, sengketa kepemilikan antara Abdul dan Benny masih berlangsung di pengadilan.
Sunraizal menganggap Samsul Bahri melakukan kesalahan kedua lantaran mengabulkan permohonan penerbitan sertifikat yang diajukan Abdul Halim. Yang paling fatal, kata dia, pengukuran lahan yang diklaim Abdul Halim tidak dilakukan di atas lahan yang dimohonkan.
Juru ukur yang digandeng BPN diduga mengambil lokasi di sisi utara lahan yang bersengketa, alias tanah milik pihak lain. Luas lahannya pun hanya 2,2 hektare. “Jadi sertifikat itu dibuat untuk lahan yang berbeda,” tutur Sunraizal.
Benny melawan rekomendasi dan sertifikat yang dikeluarkan atas nama Abdul Halim. Ia melayangkan surat sanggahan pada 2 Desember 2019. Ia menilai kantor BPN Jakarta Timur sembrono karena mengabulkan permohonan Abdul Halim.
Hendra, pengacara Abdul Halim./Dok. Pribadi
Namun sanggahan itu tak bisa menggugurkan sertifikat Abdul Halim. Belakangan, sertifikat tanah beralih menjadi atas nama Harto Khusumo. “Perubahan kepemilikan itu tercatat di kantor pertanahan Jakarta Timur pada 8 Juli 2020,” ucap Sunraizal.
Harto adalah presiden direktur salah satu perusahaan pelayaran. Perusahaan ini memiliki lini bisnis di bidang jasa pengiriman jasa ekspor-impor kontainer. Perusahaan ini menggunakan sebagian lahan yang disengketakan untuk menyimpan kontainer. Hingga Sabtu, 21 November lalu, Harto tak merespons panggilan telepon dan pesan pendek yang berisi permintaan wawancara dari Tempo.
Pengacara Benny, Haris Azhar, menduga Harto mensponsori Abdul Halim dalam sengketa tanah seluas 7,7 hektare itu. Jika merunut akta jual-beli tanah, kata Haris, Abdul Halim baru berusia 25 tahun pada 1980. “Uang dari mana untuk membeli lahan seluas itu?” ujarnya.
Abdul Halim tak merespons surat permintaan wawancara hingga Sabtu, 21 November lalu. Seorang perempuan paruh baya mengatakan Abdul Halim tak berada di rumah saat Tempo menyambangi kediamannya di Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur, Kamis, 19 November lalu.
Hendra, kuasa hukum Abdul Halim, menganggap penerbitan sertifikat atas nama kliennya sudah tepat. Untuk mendapatkan sertifikat, proses pengukuran lahan disaksikan warga setempat dan pejabat kelurahan serta petugas BPN.
Ia membenarkan bahwa Abdul Halim sudah menjual lahan di Cakung kepada Harto. Namun ia membantah tudingan sengketa lahan itu disponsori oleh Harto. “Jangan berandai-andai. Coba saja buktikan,” ucapnya.
Hendra juga mengatakan pembatalan sertifikat Benny bisa dilakukan tanpa putusan pengadilan. Ia menukil Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1999 yang menyebutkan setiap warga negara memiliki hak mengajukan pembatalan sertifikat jika seseorang menguasai lahan mereka. “Proses hukum dan proses administrasi itu dua perkara berbeda,” tuturnya.
Ia menuding Benny juga tengah bersengketa soal kepemilikan tanah di Ciputat, Tangerang Selatan, dan Ujung Menteng, Jakarta Timur. Karena itu, Hendra menduga Benny kerap bermasalah dalam penyertifikatan lahan. “Mengapa Kementerian terkesan melindungi mafia tanah?” ucapnya.
Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya tengah mencari Benny. Abdul Halim melaporkan Benny bersama koleganya, Achmad Djufri, dan seorang juru ukur BPN, Paryoto. Abdul Halim melapor setelah putusan kasasi lahan di Cakung itu keluar.
Djufri dan Benny dituduh membuat surat permohonan pembatalan sertifikat Abdul Halim dengan menggunakan meterai fotokopi. Paryoto dianggap mengukur tanah tidak sesuai dengan prosedur. Peristiwa ini terjadi saat Benny membuat surat sanggahan sertifikat Abdul Halim ke BPN Jakarta Timur.
Penyidik menetapkan ketiganya sebagai tersangka pada awal 2020. Perkara Djufri dan Paryoto sedang bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Benny berada di Australia sejak tahun lalu. Menurut Haris Azhar, Benny tak bisa pulang ke Indonesia karena terhalang pembatasan perjalanan ke luar negeri akibat pandemi Covid-19 di Negeri Kanguru. Juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus, tak membalas pesan berisi pertanyaan perkembangan kasus yang menjerat Benny hingga Sabtu, 21 November lalu.
Wardaniman Larosa, pengacara Djufri dan Paryoto, menilai tudingan terhadap kliennya mengada-ada. Ia menganggap BPN tidak akan menerima surat Djufri jika menggunakan meterai palsu. “Buktinya BPN mengabulkan surat permohonan itu,” ucapnya. Ia pun menganggap perkara yang menjerat Paryoto hanyalah persoalan teknis pengukuran, bukan pidana.
Haris Azhar, di Jakarta, Kamis, 14 Desember 2017./Tempo/Bintari Rahmanita.
Kisruh kepemilikan lahan di Cakung ini menjadi alasan BPN menjatuhkan hukuman kepada bekas Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta berinisial J; bekas Kepala BPN Jakarta Timur, Samsul Bahri; dan delapan pegawai BPN lain. J, yang tengah memasuki masa pensiun, dijatuhi hukuman tugas tanpa jabatan BPN DKI Jakarta. Dihubungi lewat telepon, Samsul Bahri enggan menjawab permintaan wawancara.
Samsul dipindahkan ke Halmahera, Maluku Utara. Menurut Sofyan Djalil, Kementerian Agraria/BPN belum menemukan unsur pidana pada tindakan kesepuluh pegawai itu. “Fokus kami di penyelesaian administratif. Urusan pidana biar diselesaikan polisi atau jaksa,” ucapnya.
RIKY FERDIANTO
Catatan:
Terdapat perbaikan dalam artikel ini karena kesalahan penyebutan nama Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta. Perbaikan dilakukan pada Senin pukul 09.53, 23 November 2020. Mohon maaf atas kekeliruan ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo