AKAL kucing-kucingan Suroto dengan petugas Satib (Satuan Ketertiban) Terminal Bus Kudus berakhir memelas. Pedagang asongan berusia 26 tahun itu tewas saat berusaha meloloskan diri dari kejaran mereka, Selasa pekan lalu. Ayah seorang anak itu tewas setelah menceburkan diri ke Sungai Wulan, tak jauh dari terminal. Visum menunjukkan, pada wajah, leher, dan punggung penduduk Desa Ngemplik Wetan, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, itu terdapat luka memar. Ini menimbulkan kecurigaan keluarganya. ''Kematian Suroto tidak wajar. Tak mungkin ia bunuh diri,'' ujar Jasmin, ayahnya. Jasmin dan Rumiyatun, istri Suroto, lalu melaporkan kematian Suroto yang tak bisa berenang itu kepada Kepolisian Sektor (Polsek) Jati, Kudus. Ternyata, polisi tak mudah menangani kasus ini. Sebab, lokasi tewasnya Suroto persis di perbatasan Kabupaten Demak. Setelah polisi Kudus dan Demak mengukur kedalaman sungai itu, lalu disepakati: tewasnya Suroto ditangani polisi Demak, dan penganiayaannya diselidiki oleh polisi Kudus. Polisi Kudus memeriksa tujuh petugas terminal yang diduga terlibat: Eko Purwanto, Sutrisno, Zamroni, Kusmanto, Sururi, Sodikin, dan Komandan Satib Rinto Suhono. Mereka belum ditahan. Polisi agaknya masih menemui jalan buntu. ''Mereka tak ada yang mengaku,'' kata Mayor Sudarno, Wakil Kepala Polisi Resor Kudus. Ia menduga, luka memar pada korban mungkin karena benturan benda keras di dasar sungai sedalam tiga meter itu. Tapi teman-teman korban yang pada hari itu mengangkat jenazah Suroto menyatakan dasar sungai tersebut berlumpur dan tidak berbatu. Karena itu, untuk melengkapi pemeriksaan, Kepala Polisi Sektor Demak, Letnan Dua Agus Baruno, berniat membongkar kuburan Suroto. Sementara itu, Rinto Suhono membantah keterangan teman-teman Suroto. ''Kami tidak menganiaya dia,'' katanya. Ia cuma membenarkan bahwa anak buahnya pernah menahan Suroto. ''Agar dia kapok,'' ujarnya. Keterangan Rinto ini didukung oleh Eko Purwanto, yang mengejar Suroto sebelum tewas. ''Saya justru kehilangan jejaknya,'' katanya. Toh tewasnya pedagang asongan itu, menurut keluarganya, tak terlepas dari tindakan petugas terminal. Peraturan Daerah Kudus memang menetapkan bahwa terminal harus bersih dari pedagang asongan. Dua hari sebelum tewas, Suroto berurusan dengan petugas Satib. Dan dagangannya disita. Ia juga dihukum push-up dan disuruh lari berkeliling terminal. Hukuman itu tak membuat Suroto jera. Hingga menjelang akhir hayatnya, ia masih menjajakan dagangannya kepada penumpang bus. Ketika pada hari itu petugas Satib melakukan penertiban, nahas menjaring lulusan SD itu. Petugas menahan Suroto berikut dagangannya berupa jenang dan permen di pos Satib. Konon, waktu itu pipinya sempat ditampar oleh Rinto Suhono. Selesai diinterogasi, ia ditinggal sendiri di dalam pos dengan pintu dikunci. Setelah memecahkan jendela nako, Suroto berusaha meloloskan diri. Sial, ia kepergok. Suroto berontak, dan berhasil kabur dari cekalan dua petugas. Ia pun langsung mengambil langkah seribu menyusuri tanggul Sungai Wulan. Kedua petugas itu merasa dipecundangi Suroto. Dibantu tiga rekannya, mereka melakukan pengejaran. Diam-diam, dua sejawat Suroto menyusul dari belakang. Dan baru setengah jalan, mereka bertemu dengan tiga petugas yang telah kotor pakaiannya sedang menjinjing sepatunya. Mereka kembali ke terminal. Sutrisno, seorang di antara petugas itu, sempat berkata kepada sejawat Suroto, ''Kawanmu sudah terjun bebas ke sungai. Tak tahulah, apakah dia mati atau hidup.'' Andi Reza Rohadian dan Bandelan Amarudin (Kudus)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini