NASIB buruk agaknya ditakdirkan buat pembantu rumah tangga. Selain harus bekerja dari pagi hingga malam dengan gaji kecil, tak jarang pula mereka yang menjadi korban penganiayaan majikan. Rasem, 37 tahun, misalnya. Kamis pagi pekan lalu ia mati di tangan majikannya, Nyonya Djusrin, hanya karena kesalahan sepele. Nyonya Djusrin, 39 tahun, konon kesal karena pembantunya suka mengambil buah dari kulkas tanpa izin. Yang lebih menjengkelkan ibu dua anak itu, si pembantu berani pula meminum air buat suaminya. Hanya karena kesalahan itu sang nyonya tega menghajar pembantunya dengan sepotong kayu hingga babak belur. Setelah Rasem tewas, nyonya itu pun ditahan di Polda Metro Jaya. Sejauh mana kebenaran berita itu, masih disidik polisi. Buntut pemberitaan itu rumah Djusrin di sebuah gang di Tanah Sereal, Jakarta Barat, dihakimi massa. Pintu dan jendela kaca rumah bertingkat sederhana yang berada di daerah kusam itu berantakan dilempari massa dengan batu. Kini rumah selebar lima meter itu digembok. Penghuninya -- Djusrin dan kedua anaknya yang berumur 10 dan 8 tahun -- mengungsi entah ke mana. Rasem, konon, sudah tiga tahun mengabdi di rumah itu. Pada Kamis pagi lalu, seorang saksi mata melihat tubuh pembantu itu dibalut kain hijau, digotong Djusrin dengan bantuan seorang rekannya, dan dinaikkan taksi. Tak jelas apakah saat itu Rasem sudah tewas atau belum. Menurut sopir taksi yang membawa ke rumah sakit, Rasem diduga sudah tewas sebelum dinaikkan ke mobil. Sopir itu berkesimpulan begitu, menurut sumber TEMPO, karena Djusrin maupun istrinya tidak segera memerintahkan ke mana taksi dibawa. Artinya, sedang bingung. Jika benar korban sakit, mengapa tidak segera menyuruhnya ke rumah sakit. Baru setelah si sopir mendesak, Djusrin menyebut ke Rumah Sakit Husada. Tapi sampai di sana, korban sudah tewas. Petugas rumah sakit Husada ternyata mencurigai kematian Rasem. Sebab, pada tubuh korban ditemukan paling tidak enam luka baru di kepala, serta luka-luka lama pada telapak kakinya. Selain itu, pundaknya melepuh. Petugas meragukan kematian korban sebagai akibat jatuh dari tangga -- sebagaimana diungkapkan Djusrin -- dan melaporkannya ke Polsek Tambora. Menurut Djusrin, seperti dituturkannya pada Pos Kota, kematian pembantunya itu karena perlakuan istrinya yang kelewatan. Pada Senin malam sebelumnya, Rasem dipukuli di kamar mandi. Penyebabnya, katanya, hanya karena Rasem suka mencuri buah di kulkas dan lancang meminum air yang disiapkan istrinya untuk si suami. "Saya sudah mencegah supaya jangan memukuli Rasem, tapi istri saya tak peduli," kata Djusrin, 40 tahun. Tapi kepada polisi Djusrin hanya mengaku, pada Kamis pagi sekitar pukul 8, Rasem terjatuh sewaktu akan menuruni tangga rumahnya. Seketika itu pula korban pingsan, dan segera dibawa ke rumah sakit. Namun, di tengah perjalanan pembantu asal Cilacap itu meninggal. Tetangga di sekitar rumah Djusrin mengaku tak tahu bahwa Rasem tinggal di situ selama ini. "Kami tidak tahu bahwa di rumah Djusrin itu ada pembantunya," kata wakil ketua RT setempat, Madsari, yang tinggal di situ sejak 1958. Padahal, jarak rumah Djusrin dengan Madsari cuma tiga rumah. Konon, pembantu itu sudah ikut keluarga tersebut sejak dari Bagan Siapiapi, ketika Djusrin masih menjadi nelayan pukat harimau. Gara-gara pukat harimau dilarang, Djusrin hijrah ke Jakarta jadi montir kapal. Djusrin sendiri dikenal tetangganya sebagai warga yang baik. Dan dia sering menawarkan batu akik. Sedang istrinya memang kurang dikenal, karena jarang bergaul. "Dia itu baru kelihatan kalau keluar rumah untuk berbelanja atau mengantar anaknya ke sekolah," tutur Madsari. Mayat Rasem kini sedang divisum di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. "Kami masih menunggu hasil otopsinya," kata Kepala Dinas Penerangan Polda Metro Jaya, Letkol. Latief Rabar.WY, Moebanoe Moera, dan Priyono B. Sumbogo (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini