KETIKA dua orang muridnya muntah-muntah di kelas, Abdul Cholik tak bercuriga. "Saya pikir karena kebanyakan buah saja," kata Kepala Madrasah Ibtidaiyah di Purbalingga, Jawa Tengah, itu. Baru, setelah mendengar berita meninggalnya anak penjual dawet di sekolah itu, ia jadi waswas. Maka, bersama guru lain, ia meneliti murid-muridnya. Benar saja, sembilan belas orang ternyata menderita muntah berak atau sakit perut. Dokter puskesmas, Hotman Rahadi, pun langsung memastikan pasiennya terkena racun dari dawet yang diminum. Tentu saja penjual dawet, Rohati, 25, terkejut. Ia segera bercuriga pada suaminya, Sanraji, yang belum dua tahun menikahinya. Soalnya, ia pernah mendengar dari tetangga dan sanak saudara bahwa suaminya pernah mencoba meracun istri pertama dan mertuanya. Apalagi sudah lima hari pasangan ini tak saling sapa. "Saya marah padanya karena uang hasil penjualan empat kuintal beras tak jelas dikemanakan," kata Rohati. Belum lama ini polisi menangkap Sanraji. Sanraji memang mengaku terus terang telah membubuhi racun pada dawet yang dijual Rohati. Mengaku kesal karena istrinya suka marah-marah, Sanraji membeli racun tikus seharga Rp 150, dan memasukkannya ke dalam dawet bersama bubuk baterai. Siapa nyana yang terkena malah anaknya sendiri dan murid sekolah madrasah. Nasiah, putri bungsu Rohati yang baru berusia 20 bulan, akhirnya meninggal. Tak lama kemudian, Murjitoh, 7, menyusul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini