Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Akibat Tinta Setitik

Belum lepas dari KPPU, Rusadi Kantaprawira sudah ditahan KPK dalam kasus korupsi tinta pemilu. Sejumlah pengusaha menggugat balik.

25 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MOBIL Kijang warna perak itu berlari kencang memasuki pelataran gedung Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat pekan lalu. Belok sekali dan berhenti di depan lobi gedung dengan meninggalkan suara berdecit. Mulanya, dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan satu anggota kepolisian turun dari mobil. Kemudian muncul wajah lesu anggota KPU, Rusadi Kantaprawira.

Rombongan itu bergegas ke ruang kerja Rusadi di lantai dua. Ya, di sanalah dua penyidik KPK lainnya sudah menanti. Di sana pula, di sudut ruangan, guru besar FISIP Universitas Padjadjaran itu duduk, menyaksikan para penyidik sibuk membongkar meja kerjanya. Sudah empat hari Rusadi dititipkan KPK di tahanan Polda Metro Jaya. Senin lalu, ia dijemput penyidik KPK di Apartemen Taman Rasuna, tempat tinggalnya selama berada di Jakarta.

Rusadi memang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dalam proses pengadaan tinta pemilu legislatif senilai Rp 8 miliar. Ia ketua panitia tender proyek pengadaan tinta senilai Rp 36 miliar. Menurut Wakil Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, penyidik menganggap proses pengadaan tinta itu tak memenuhi ketentuan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa. Misalnya, proyek pengadaan harus dilakukan dengan tender dan bukan tunjuk langsung, dan tidak ada penyimpangan dalam penentuan harga perkiraan sendiri (HPS).

Rusadi sendiri didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan kata lain, ia diancam hukuman penjara minimal setahun dan maksimal 20 tahun.

Yang lebih memberatkan Rusadi, kata Tumpak, KPK juga menemukan adanya kick back (dana terima kasih) dari perusahaan rekanan proyek tinta. Dana itu dikelola Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amien. Dalam catatan keuangan Hamdani, kick back berasal dari Suresh Gobindram, Direktur Utama PT Wahgo Internasional, sebesar US$ 57 ribu. Juga dari panitia pengadaan tinta sebesar Rp 125 juta. Sejauh ini, Suresh sudah diperiksa KPK dan membantah telah memberikan dana itu kepada KPU.

Kasus dugaan korupsi dalam pengadaan tinta pemilu sebenarnya bukanlah berita baru. Sebelumnya, BPK dalam audit investigasinya juga menemukan adanya praktek kongkalikong dalam proyek ini dan membuat negara rugi Rp 4 miliar. Praktek serupa juga diungkap Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Malah, pada 11 Juli lalu, KPPU telah menghukum empat perusahaan rekanan tinta KPU, di antaranya PT Mustika Indra Mas, PT Fulcomas, PT Lina Permai Sakti, dan PT Wahgo Internasional, untuk membayar ganti rugi secara tanggung renteng. KPPU juga melarang mereka terlibat dalam proyek pengadaan barang dan jasa di KPU dan KPUD selama dua tahun.

Lembaga ini juga menyarankan Rusadi sebagai ketua panitia tender dan anggotanya, R.M. Purba, diperiksa keterlibatannya oleh penyidik dan atasannya. Mereka dianggap melanggar Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan tak sehat (lihat: Saling Silang di Ruang Sidang).

KPPU memang menemukan sejumlah fakta dan bukti persekongkolan oknum pejabat KPU dan beberapa konsorsium. Di antaranya praktek kolusi antara panitia pengadaan tinta dan pemenang tender dilakukan sejak pelelangan belum dimulai. “Mereka telah menemui Kepala Biro Logistik R.M. Purba dan Sekretaris Panitia Tender, Ahmad Royadi, untuk keperluan pengadaan,” kata Soy M. Pardede, ketua panitia. KPPU juga mendapati beberapa orang yang tidak memiliki perusahaan tapi menggunakan perusahaan orang lain untuk mengikuti tender. Panitia meloloskan dua dari delapan konsorsium yang tak lulus prakualifikasi.

Panitia tender juga diduga telah memberlakukan pengetatan persyaratan tinta demi meloloskan empat konsorsium. Sebagai imbal balik, empat konsorsium itu bersepakat memberikan dana terima kasih Rp 400 juta kepada KPU dan membiayai perjalanan pejabat KPU ke India.

Rusadi terang menolak putusan KPPU. “Banyak yang tidak benar (putusan) itu. Mereka (KPPU) tidak paham,” ujarnya. Menurut Rusadi, ia menganggap sidang KPPU ini sifatnya semu dan hukum acara yang mengaturnya pun tak jelas. Misalnya identitas pelapor dan alat bukti. Karena itu, ia berencana menggugat lembaga itu ke pengadilan. “Saya tolak putusan itu karena tak ada persekongkolan itu,” kata Rusadi.

Langkah serupa juga ditempuh Suresh Gobindram, Direktur Utama PT Wahgo Internasional, juga PT Fulcomas. Menurut kuasa hukum PT Fulcomas, Hotma Sitompul, KPPU tidak berwenang memutus atau menetapkan ada-tidaknya kerugian negara. “Mereka hanya berwenang menetapkan ada-tidaknya kerugian pelaku usaha lain atau masyarakat. Karena itu, kami akan menggugat mereka ke pengadilan,” kata Hotma Sitompul.

Ancaman gugatan balik itu tak membuat KPPU mundur. Menurut Pardede, keberatan mereka atas putusan KPPU adalah hak mereka. Namun pihaknya tak akan mundur karena putusan itu akan segera dikirimkan ke KPK dan KPU sebagai bahan rekomendasi.

KPK sendiri menyambut antusias rekomendasi dari KPPU. Menurut Tumpak, putusan KPPU itu akan dijadikan salah satu pertimbangan KPK. Meski begitu, tanpa perlu menunggu rekomendasi, KPK sudah bergerak dulu. Sejauh ini, tim penyidik telah melakukan pengeledahan dan menyita sejumlah dokumen yang berkaitan dengan tinta. Juga barang bukti uang senilai US$ 7.804 yang dikembalikan Rusadi. Selain itu, tim juga mulai mengembangkan pemeriksaannya ke seluruh panitia tender dan para rekanan. Bisa jadi, dengan begitu, bisa muncul tersangka baru.

Widiarsi Agustina, Edy Can

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus