BAGAI James Bond, dengan enam dar-der-dor, Yamin Gatot menyarangkan peluru pistolnya ke dada dua perampok itu. Seorang di antara mereka, Porang Nasution, sempat terseok lari 20 meter ke tengah pekuburan Kristen di Jalan Gajah Mada, Medan. Ia, kemudian, terjungkal di sana tak bernyawa. Seorang lagi, Tora Johan, sempoyongan 200 meter ke arah timur. Tora, 20, anak kedua Almarhum Mayor Hamzah Johan, bekas kepala seksi Korem 023 Dataran Tinggi, Binjai, mati terkapar di pinggir Jalan Labu. Sedangkan Victor Pardede, 20, yang melihat Gatot menodongkan pistol ke arahnya dan mendengar "klik", lalu lari bagai kesetanan. Victor menyusul Dirman Nainggolan, 21, yang sudah lebih dahulu berlangkah seribu. Tengah malam itu, Kamis minggu lalu, Gatot bersama Irene, istri keduanya, baru pulang nonton film. Mereka hanya berdua dalam mobil yang disetir Irene. Ketika mereka berhenti di lampu merah di perempatan Jalan Gajah Mada/Iskandar Muda, sekonyong dua anak muda menggebrak mobil. Dengan kelewang panjang - semeter lebih - di tangannya, Porang, 28, residivis, memecahkan kaca pintu di sebelah kanan Irene. "Aduh," pekik Irene, 27. Sedangkan Tora beraksi dengan batu memecahkan kaca sebelah kiri Gatot. Melihat tangan istrinya berlumur darah karena menangkis kelewang - Gatot segera mencabut pistol Colt kaliber 32 di pinggangnya. Tak ayal, direktur Bank Bumi Artha Medan itu menghentakkan pelatuk senjatanya ke arah Porang. Letusan empat kali itu dua tepat ke dada Porang. Tetapi dua lagi nyasar ke jempol kiri dan lengan kanan istrinya. Kemudian dua peluru yang masih sisa ditembakkan ke arah dada Tora. Melihat Dirman dan Victor sudah lari Gatot segera mengambil posisi sopir. Irene segera dilarikan ke rumah sakit Santa Elisabeth. "Aku betul-betul panik," kata Gatot, 40, yang di banknya merangkap sebagai komandan satpam. Ketika masih di RS Elisabeth, karena gugup, ia terlupa melaporkan kejadian di persimpangan Jalah Gajah Mada itu kepada polisi. Tapi seseorang yang budiman, yang sedang di rumah makan Rama, 25 meter dari tempat kejadian, segera menelepon polisi. Sementara itu, Dirman menemui keluarga temannya yang tertembak di sana. Bersamaan dengan munculnya polisi, tiba pula keluarga Porang. Malam itu juga kedua mayat tersebut dibawa ke RS Pirngadi. Dan, subuh, Dirman, seorang lulusan SMP, diciduk di rumah orangtuanya di Jalan Pintu Air. Putra keenam dari tujuh bersaudara itu tak melawan ketika ditangkap polisi. Victor Pardede, Sabtu lalu, diserahkan keluarganya kepada Poltabes Medan. "Tak enak hidup sebagai buron," katanya kepada TEMPO. Ia anak bungsu dari tujuh bersaudara, belum punya kerja. Sama seperti Dirman, konon, ia "anak baikbaik". Beda dengan Porang, putra B. Nasution, pensiunan pegawai LLAJR Sum-Ut. Porang pernah terlibat perampokan dan sedang dicari polisi. Ia sudah dua kali masuk penjara. Sedangkan Tora, menurut polisi, juga sudah pernah dihukum sekali. Sebelum pukul 24.00, malam itu, Porang dan Tora mengajak Victor serta Dirman minum Stevenson di rumah Cicik di Jalan Gajah Mada. Mereka menghabiskan empat botol minuman keras itu yang dicampur dengan Coca-Cola. "Setelah itulah Porang mengajak kami cari duit," kata Dirman. Karena sudah teler, ia ikut saja bersama Victor. Tapi Cicik dan seorang temannya yang lain, Zulkarnain, menolak. Menurut kepala Poltabes Medan, Letkol Muharsipin, usaha perampokan gaya Porang dan Tora merupakan "modus baru" - baru pertama kali terjadi di Medan. "Saya puji kesigapan Gatot," kata Muharsipin. "Kalau tidak, mereka bisa konyol dikerjai perampok-perampok itu." Tetapi Gatot sekarang masih cemas. Irene sampai pukul 18.00, 22 April, dalam keadaan koma. Wanita cantik itu terpaksa menjalani operasi untuk kedua kalinya. "Ada urat nadinya yang putus," kata dr. Budhi Permama, direktur RS Elisabeth. Yang terparah adalah lengan kanannya, karena ditembus peluru senjata suaminya. Gatot sekarang sedang diperiksa polisi. Direktur bank itu juga main alip-alipan muncul ke RS Elisabeth. "Ia menghindari publikasi," kata Mayor Paimin A.B., kepala Satserse Poltabes Medan. "Gatot khawatir kalau ada teman-teman perampok itu menuntut balas." Walau begitu, banyak pihak menyambut gembira keberanian Gatot menembak mati perampok itu. "Kalau dia menembak karena membela diri, Gatot bebas dari tuntutan hukum," kata H. Kamaluddin Lubis, direktur LBH Medan. Bagi Gatot, tampaknya soal itu tak membuat ia gusar. Sebagai pemegang senjata api, ia sudah memakainya sejak 1983 dengan memiliki izin dari Poldasu. Lagi pula, pihak Bank Indonesia cabang Medan, seperti dikatakan Paimin, mengharuskan setiap pimpinan bank memiliki senjata api untuk keperluan membela diri. "Tapi harus ada izin dari polisi," tambah Paimin. Gatot, sebagai pemegang sen)ata api, telah diajari secara teknis dan dilatih menembak tepat. Nah, hasilnya. Dua perampok itu "dikempiskan ". Horas, Bung Gatot. Laporan Biro Medan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini