BAGAI singa luka, lelaki itu mengamuk menusukkan goloknya ke dada kiri petugas berseragam hilau yang merangkulnya. Darah serentak semburat dari dada Peltu Moedjoko, 38, yang mengerang sembari terhuyung mundur. Haryono, 45, yang mengamuk di halaman SD Kaligrenjeng di Bakung, Blitar, Jawa Timur, itu mengejar terus tanpa peduli kakinya terkena peluru pistol yang ditembakkan Moedjoko. Setelah sempat menyarangkan enam butir pelor di sekujur tubuh lawannya, Moedjoko, yang menjadi komandan Koramil Bakung, pun roboh bersama Haryono, Selasa pagi pekan lalu. "Adegannya seperti dalam film koboi. Seru, tegang, dan penuh darah," kata seorang saksi mata. Sebelumnya, Haryono - ayah tiga anak - telah membantai Karsini, istrinya sendiri. Karsini, 40, tiba-tiba saja tampak lari keluar dari rumahnya dengan lengan yang hampir putus mengucurkan darah di sepanjang jalan. Tak ada yang berani menolong. Sebab, di belakangnya, mengejar Haryono, dengan amarah yang berkilat seperti parangnya. Karsini berusaha menerobos pagar tetangga depan rumahnya. Sial. Wanita itu terbentur pintu rumah tetangga yang terkunci. Di depan pintu itulah suaminya menyabetkan parangnya sekali lagi ke tengkuknya. Belum puas, Haryono, yang mungkin lagi kerasukan setan, dengan beringas lantas menjambak rambut istrinya yang sudah tak bernyawa tadi. Mayat istrinya itu dibanting ke tanah berulang-ulang. Kekalapan Haryono, yang konon cepat naik darah, tampaknya belum tuntas. Ia mengorek-ngorek luka di tengkuk Karsini - hingga tambah dalam, dan darah kian mengucur. Seorang tetangga, Muryono, tak tahan melihat kekejaman itu. Ia keluar dan mencoba menghentikan ulah Haryono. Tapi disambut dengan sabetan golok membabi buta. Muryono lari memukul kentongan. Lelaki yang mata gelap itu pun undur. Ia menuju pasar, melewati jalan-jalan desa dengan mengacungkan parang berdarah, yang menyebabkan orang ramai lari kocar-kacir. Usai membubarkan orang di pasar, Haryono lantas menuju ke SD. "Murid lari berhamburan lompat jendela dengan tangis ketakutan," cerita seorang guru pada TEMPO. Saat itulah Danramil Moedjoko datang hendak menghentikan amarah Haryono. Tapi dua anak buahnya yang datang terlambat hanya sempat mengangkat jenazah komandannya. Sampai Sabtu pekan lalu, sekitar tiga ribu warga Kaligrenjeng masih bertanya-tanya apa yang membuat Haryono bisa sekejam itu. "Ayah dan Ibu tak pernah tengkar sebelum kejadian itu. Tapi, entahlah. Saya dan adik-adik tak di rumah waktu itu," kata Prajurit Satu Eddy Soeryanto, putra sulung Haryono, yang lagi pulang cuti dari tugasnya. Beberapa penduduk menduga pertengkaran terjadi gara-gara soal keuntungan usaha keluarga, yang dikenal berada ini, yang tak ketahuan ke mana larinya sebagian. Susahnya buat pengusut, "Tak seorang pun dari saksi kuat yang hidup," ujar seorang petugas Polres Blitar. Muchlis Dj. Tolomundu (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini