Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Aksi mogok makan si suami

Penduduk banjarmasin, muis bin hamidan, mogok makan di kantor pengadilan agama, memprotes putusan hakim yang mengabulkan tuntutan istrinya untuk cerai. (hk)

12 Februari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENGKETA rumah tangga Muis bin Hamidan divonis pengadilan agama dengan perceraian. Si istri yang mengajukan tuntutan perceraian itu tentu saja senang. Tapi Muis, sang suami, kontan melakukan aksi mogok makan selama 5 hari sebagai protes terhadap keputusan Pengadilan Agama Banjarmasin itu. Aksi yang mungkin pertama kalinya terjadi itu menghebohkan penduduk Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tiga hari setelah putusan cerai dikeluarkan pengadilan agama, 21 Januari Muis mendatangi kantor pengadilan agama. Hari itu ia mengumumkan mogok makan selama seminggu sebagai protes atas putusan itu. Selama 5 hari Muis benar-benar tidak makan. Ia hanya minum air putih. Bujukan-bujukan dari petugas pengadilan agama dan orang-orang yang datang ke sana tidak menggoyahkan Muis. Baru hari kelima setelah dijemput keluarganya, Muis menyerah. Ketika dibawa oleh keluarganya Muis, 24 tahun, kelihatan sudah lemah. Namun semangatnya untuk tetap bersama istrinya, H. Rusminah, 21 tahun, masih tetap menyala. Ia menyatakan naik banding ke Pengadilan Tinggi Agama atas putusan itu. "Saya bersedia cerai, asal menurut prosedur yang wajar," ujar Muis ketika meninggalkan pengadilan. Keretakan rumah tangga pasangan muda itu terjadi sekitar 2 tahun lalu. H. Rusminah yang sudah mendapat seorang putri, sekarang berusia 6 tahun, dari perkawinannya dengan Muis, mengajukan gugatan cerai tahun 1981. Alasannya, Muis tidak lagi memenuhi kewajiban memberi nafkah bagi keluarganya. Gugatan Rusminah itu dikabulkan Pengadilan Agama Banjarmasin, Januari tahun 1982. Muis tidak puas terhadap putusan itu. Ia merasa selama bertahun-tahun sebagai pedagang di Pasar Banjarmasin, mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Hanya pada tahun-tahun terakhir menjelang gugatan istrinya itu, diakuinya ia sedang bangkrut. Apalagi Muis merasa gugatan itu tidak murni datang dari istrinya, tapi didalangi mertuanya yang juga pedagang di pasar yang sama. Sebab itu Muis naik banding. Pengadilan Tinggi Agama Kalimantan Selatan membatalkan keputusan Pengadilan Agama Banjarmasin itu, Maret 1982. Namun, walau perceraian batal, Rusminah yang dikabarkan berwajah cantik, tidak pernah pulang kepada suaminya. Berbulan-bulan tidak berkumpul dengan suaminya, dijadikan wanita itu sebagai alasan untuk mengajukan gugatan cerainya yang baru ke pengadilan agama. Dalam gugatan Juli 1982, Rusminah mendasarkan kepada hukum istidadus syiqaq untuk perceraian. Maksudnya, ada perselisihan yang memuncak dalam keluarganya. Majelis Hakim Pengadilan Agama Banjarmasin diketuai Drs. Fakhruddin Hamid memberi kesempatan kepada kedua pihak, sesuai prosedur syiqaq mencari dua orang hakam (penengah) untuk mendamaikan mereka sebagai proses qaul awal (upaya pertama). Baik Muis maupun Rusminah kemudian menunjuk hakam dari keluarga masing-masing. Tapi ternyata kedua hakam itu gagal mendamaikan kedua suami-istri itu. Sebab itu majelis hakim menunjuk dua orang hakam lain untuk mewakili suami-istri itu. Untuk Rusminah, hakim menunjuk hakam Ali Baderun. Bagi Muis, ditunjuk hakam Qadarah Haji Adenan sebagai kuasanya. Berbeda dengan proses pertama, pada proses kedua ini ditentukan kedua hakam berhak memutuskan perceraian bila pintu rujuk telah tertutup. Setelah kedua hakam dari pengadilan agama itu beberapa kali berunding dan membujuk kedua pihak, jalan damai ternyata benar-benar telah tertutup. Akhirnya baik Ali Baderun maupun Haji Adenan bersepakt menceraikan suami istri itu, 18 Januari lalu. Hari itu juga keputusan itu dikukuhkan Pengadilan Agama Banjarmasin. Muis ternyata tidak bisa menerima putusan itu. Sebab itu ia menempuh cara yang tidak biasa: mogok makan. Ia malah menuduh hakamnya berpihak kepada Rusminah, bekas istrinya itu. Drs. Fakhruddin Hamid yang juga Wakil Ketua Pengadilan Agama Banjarmasin menolak memberikan komentar atas perkara perceraian itu. "Mohon maaf, saya tidak bisa memberi komentar, karena kasus itu sudah di Pengadilan Tinggi Agama," ujar Fakhruddin Hamid, alumnus IAIN Antasari-Banjarmasin. Adanya gugatan cerai dengan alasan syiqaq, perselisihan memuncak di dalam rumah tangga, menurut Fakhruddin, jarang terjadi. Katanya dari sekitar 4.000 perkara perceraian di Banjarmasin sejak tahun 1979 sampai sekarang baru tiga kasus syiqaq. Rusminah juga menolak mengomentari aksi mogok makan yang dilancarkan bekas suaminya itu. Alasan keinginan untuk bercerai, kata Rusminah yang selalu didampingi ibunya, tidak ada yang lain dari yang sudah diuraikannya dalam gugatan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus