Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENGENAKAN rompi tahanan oranye, Yofi Oktarisza tertunduk diam saat diumumkan menjadi tersangka korupsi proyek kereta api di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan pada Kamis, 13 Juni 2024, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta. Yofi adalah Pejabat Pembuat Komitmen Balai Teknik Perkeretaapian Kelas 1 Jawa Bagian Tengah, yang kini Balai Teknik Perkeretaapian Kelas 1 Semarang, periode 2017-2021. Ia diduga membantu memenangkan kontraktor dalam lelang barang dan jasa untuk proyek jalur kereta api saat menjabat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu menjelaskan, Yofi diduga menerima komisi dari kontraktor pemenang lelang. “Besarannya 10-20 persen dari nilai paket proyek,” ujarnya. Selama menjadi pejabat pembuat komitmen, Yofi menangani 32 paket proyek pekerjaan barang dan jasa, yang terdiri atas 18 paket lanjutan dari pejabat sebelumnya dan 14 paket pekerjaan baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga kini, komisi antirasuah sudah menetapkan 13 tersangka korupsi proyek kereta api. Sebagian dari mereka sudah menerima vonis di persidangan. Penetapan Yofi sebagai tersangka merupakan pengembangan dari keterangan tersangka pemberi suap, Dion Renato Sugiarto, kepada Pejabat Pembuat Komitmen Balai Teknik Perkeretaapian 1 Jawa Bagian Tengah, Bernard Hasibuan, dan Putu Sumarjaya selaku Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Bagian Tengah.
Dion sudah divonis tiga tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan oleh hakim Pengadilan Negeri Semarang. Sementara itu, Bernard Hasibuan dan Putu Sumarjaya dihukum tiga tahun penjara dan denda Rp 350 juta.
Berbeda dengan kasus korupsi lain yang ditangani KPK, meski sudah ada 13 tersangka, kasus proyek kereta api baru menyasar pejabat setingkat direktur di Kementerian Perhubungan dan pengusaha daerah. Padahal sejumlah nama besar, seperti pengusaha Billy Haryanto alias Billy Beras, Direktur Jenderal Perkeretaapian Mohamad Risal Wasal, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, turut disebut dalam persidangan. Uang gratifikasi proyek kereta api ditengarai menyebar masif, misalnya untuk perjalanan dinas pejabat hingga acara pengajian di Kementerian Perhubungan.
Menanggapi kasus korupsi tersebut, juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, mengatakan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK. “Kami tidak dalam kapasitas menanggapi kasus tersebut,” ucap Adita.
Mantan penyidik KPK yang kini menjabat Ketua IM57+, Mochamad Praswad Nugraha, mengatakan komisi antirasuah biasanya lebih dulu menyasar pejabat tertinggi ketika memulai penyelidikan kasus. Ia menambahkan, korupsi kerap dilakukan secara berjemaah. Itu sebabnya kasus korupsi yang melibatkan pegawai kementerian atau bahkan anggota legislatif dipastikan menyeret pejabat tinggi atau setingkat kepala. “Dalam kasus proyek kereta api ini apakah sampai ke menteri? Kita lihat saja nanti,” tuturnya.
Praswad mencontohkan kasus korupsi yang melibatkan puluhan tersangka yang merupakan anggota dan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara pada 2013-2014. Mereka menerima suap dari Gubernur Sumatera Utara saat itu, Gatot Pujo Nugroho, agar memuluskan persetujuan laporan pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja daerah. Mereka lebih dulu menangkap Gatot, lalu mencokok anggota DPRD Sumatera Utara.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Diky Anandya, mengatakan kasus korupsi proyek Direktorat Jenderal Perkeretaapian menambah data penindakan korupsi yang masif terjadi di lembaga negara. Sepanjang 2023, sebanyak 419 pegawai pemerintah daerah ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Sedangkan tersangka yang merupakan pegawai kementerian dan lembaga nonkementerian sebanyak 153 orang.
Ia menyebutkan tingkat korupsi di lembaga pemerintahan terus naik karena sistem pencegahan tidak maksimal. Seharusnya penindakan oleh penegak hukum berjalan beriringan dengan pencegahan. Namun, dalam lima tahun ke belakang, tren penindakan yang dilakukan KPK menurun signifikan. Faktornya, pimpinan KPK lebih berorientasi pada pencegahan alih-alih penindakan, itu pun dengan pilah-pilih kasus. “Bahkan mungkin ada pejabat yang tak terendus perannya,” kata Diky.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
M. Faiz Zaki berkontribusi pada penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini berjudul "Cari-cari Penikmat Proyek Kereta".