Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya resmi menekan aturan perlindungan terhadap para aktivis lingkungan hidup pada 30 Agustus 2024. Peraturan menteri akan mencegah kriminalisasi yang kerap dialami oleh banyak aktivis lingkungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah terbitnya Peraturan Menteri (Permen) LHK Nomor 10 Tahun 2024, para aktivis pejuang lingkungan hidup yang selama ini sering kali dikriminalisasi dengan pasal-pasal tindak pidana KHUP, ataupunn UU ITE, akhirnya mendapat payung hukum, tidak lagi dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Orang yang Memperjuangkan Lingkungan Hidup tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata” dikutip dalam Pasal 2 ayat 1.
Namun, siapa yang dimaksud dengan pejuang hidup dalam Permen ini?
Berdasarkan Pasal 1 ayat 1, pejuang lingkungan hidup yang dimaksud adalah orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup, baik sebagai korban atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
“Bisa terdiri atas: orang perorangan; kelompok orang; organisasi lingkungan hidup; akademisi/ahli; masyarakat hukum adat; dan badan usaha” dalam pasal 2 ayat 2.
Selanjutnya, bentuk-bentuk perjuangan yang dilindungi Permen ini termasuk diantaranya memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan pencemaran atau perusakan lingkungan; mengajukan usul atau keberatan secara lisan maupun tulisan kepada pemerintah pusat maupun daerah; menyampaikan pendapat di muka umum untuk menolak keberadaan rencana usaha atau kegiatan yang diduga menimbulkan kerusakan alam.
Sementara itu, dalam Bab 2 tentang tindak Pembalasan, dijelaskan bahwa tindakan pembalasan terhadap aktivis ini bisa berupa pelemahan perjuangan dan pastisipasi publik, somasi, proses pidana, dan gugatan perdata berupa ganti kerugian.
“Ancaman tertulis; ancaman lisan; kriminalisasi; kekerasan fisik atau psikis yang membahayakan diri, jiwa, dan harta termasuk keluarganya”, bentuk pelemahan yang bisa dilindungi, tercantum dalam Bab II pasal 5 ayat 2.
Bentuk Perlindungan Hukum yang Harus Dilakukan Pemerintah
Aturan ini mewajibkan pemerintah membuat regulasi terkait pencegahan terjadinya tindakan pembalasan dan juga bentuk penanganan jika terjadi kasus terhadap pejuang lingkungan hidup. Bentuk regulasi ini diatur dalam Pasal 7 ayat 1, salah satunya pemerintah harus membentuk forum aparat penegak hukum yang bersertifikasi lingkungan.
Selain itu, dalam pasal 11 ayat 4, pemerintah juga harus membentuk tim penilai untuk menangani laporan kasus terhadap pejuang lingkungan hidup. tim penilai ini harus beranggotakan minimal 7 orang, yang harus diketuai oleh pejabat pimpinan tinggi di lingkungan Kementerian.
Mengenai pembentukan penegak hukum yang bersertifikasi lingkungan dan juga tim penilai, Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani belum memberikan keterangan apapun saat Tempo mengkonfirmasinya pada Jumat, 13 September 2024
“Nanti kami rencananya selasa ada press conference” ungkap Rasio melalui pesan tertulis.
Tim penilai ini akan bertugas sebagai yang menilai apakah kasus yang dilaporkan oleh pemohon perlindungan hukum, dalam hal ini pejuang LHK. Nantinya, hasil penilaian akan diserahkan kepada menteri untuk dijadikan pertimbangan.
“Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai bahan pertimbangan Menteri untuk memutuskan menerima atau menolak permohonan Pelindungan Hukum” tercantum dalam pasal 14 ayat 4.
Melihat ini, Aktivis Lingkungan Hidup Karimunjawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan menyambut baik terbitnya permen ini, meskipun ia juga menyayangkan kenapa baru sekarang.
“Saya dan teman-teman seperjuangan sangat mengapresiasi terbitnya permen ini walau kenapa baru sekarang muncul” ungkapnya melalui pesan tertulis pada Jumat, 13 September 2024.
Daniel adalah orang yang pernah dikriminalisasi dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang UU ITE. Ia dituntut akibat mengunggah foto limbah tambak udang ilegal di Taman Nasional Karimunjawa. Namun, ia dinyatakan bebas setelah berhasil mengajukan banding di Pengadilan tinggi Semarang pada Mei 2024.