Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Begal, apapun variannya seperti begal motor, begal sepeda, begal sadistis kerap beraksi dan membuat resah masyarakat tanpa kenal tempat dan waktu. Aksi mereka tak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga serigkali kali bertindak kasar dan tak segan menghilangkan nyawa korbannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena aksinya yang brutal itu, aparat kepolisian seringkali terpaksa menembak mati pelaku begal sadistis. Lantas, bagaimana prosedur tetap atau tahapan polisi boleh tembak mati begal?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti diketahui, salah satu kewenangan yang dimiliki polisi adalah kewenangan tembak di tempat. Dikutip dari penelitian Raymond Watabisu dalam jurnal Lex Privatum pada 2016, kewenangan ini kerap digunakan dalam usaha menangkap pelaku tindak pidana yang melakukan perlawanan, melarikan diri, atau diperkirakan akan membahayakan orang lain.
Selain itu, tindakan tembak di tempat oleh aparat kepolisian merupakan suatu tugas polisi yang bersifat represif. Mengutip publikasi Kewenangan Tembak di Tempat oleh Aparat Kepolisian Terhadap Pelaku Kejahatan, tugas represif ini dalah tugas kepolisian yang bersifat menindak terhadap para pelanggar hukum untuk sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku baik di dalam KUHAP maupun peraturan perundang-undangan lainnya.
Urutan Protap Tembak di Tempat oleh Aparat Polisi
Dasar hukum tindakan tembak di tempat terhadap pelaku kriminal tertuang dalam Undang-Undang Kepolisian Pasal 16 ayat 1 huruf i dan Pasal 16 ayat 2, serta Pasal 18 ayat 1. Dalam KUHAP diatur dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a angka 4; Pasal 7 ayat 1 huruf j; serta dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2009.
Pasal 18 ayat 1 yang berbunyi: “Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri”.
Yang dimaksud bertindak menurut penilaiannya sendiri yakni suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota polisi harus mempertimbangkan manfaat dan resikonya dari tindakannya, serta betul-betul untuk kepentingan umum.
Dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a angka 4 KUHAP menyatakan bahwa: “Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4: karena kewajibannya mempunyai wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.” Di mana yang dimaksud penyelidik dalam Pasal 4 KUHAP adalah setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dan tindakan lain yang dimaksud dalam pasal di atas merupakan tindakan yang masuk dalam diskresi kepolisian.
Adapun tahapan penggunaan senjata api diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Berdasarkan aturan tersebut, pada Pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa terdapat enam tahapan penggunaan kekuatan senjata api, antara lain pencegahan, perintah lisan, kendali tangan kosong lunak, keras, tumpul, dan kendali dengan senjata api atau alat lain.
E-JOURNAL UNAIR | TIM TEMPO
Pilihan editor : Bobby Nasution Dukung Polisi Tembak Mati Begal Polri Angkat Suara