Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Gurita Korupsi Klan Cimahi

Klan Wali Kota Cimahi diduga memainkan proyek pemerintah sejak 14 tahun lalu. Komisi antikorupsi menghentikan sepak terjang mereka untuk sementara.

19 Desember 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIMA puluhan buruh bangunan sibuk dengan tugas masing-masing di area proyek Pasar Atas Barokah, Cimahi, Jawa Barat, Senin pekan lalu. Pengerjaan bangunan pasar berderap seperti hari-hari biasa. Buruh dan mandor bangunan tampaknya tak terganggu oleh penangkapan Wali Kota (nonaktif) Cimahi Atty Suharti karena diduga terlibat korupsi proyek pasar tersebut.

Kerangka bangunan pasar lima lantai itu belum berdiri sempurna. Tiang pancang berserakan di sana-sini. Menurut Adet Candra, Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil-Menengah, Perindustrian, Perdagangan, dan Pertanian Kota Cimahi, pengerjaan proyek tahap I senilai Rp 43 miliar dijadwalkan rampung akhir Desember ini. "Semua pengerjaan harus lanjut, sesuai dengan prosedur," kata Adet.

Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Atty Suharti beserta suaminya, Muhammad Itoc Tochija, awal Desember lalu di rumahnya di Jalan Sari Asih IV, Sukasari, Bandung. Atty dan Itoc ditangkap karena diduga menerima duit Rp 500 juta dari dua pengusaha, Triswara Dhanu Brata dan Hendriza Soleh Gunadi. Kedua pengusaha itu juga dicokok di depan kediaman Atty.

Itoc adalah wali kota pertama Cimahi. Pria kelahiran Bogor, 65 tahun silam, itu menjabat selama dua periode, pada 2002-2012. Setelah Itoc lengser, posisi wali kota diisi Atty, yang merupakan istri ketiganya. Kini Atty tak aktif karena maju kembali sebagai calon wali kota untuk periode 2017-2022.

Komisi antikorupsi telah menetapkan Atty dan Itoc sebagai tersangka penerimaan suap. Sedangkan Triswara dan Hendriza menjadi tersangka pemberi suap. Menurut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, ada kemungkinan penyidik menjerat Itoc dan Atty dengan pasal pidana pencucian uang. "Kalau mau adil harus sampai ke pencucian uangnya," ucap Saut.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menerangkan, duit Rp 500 juta untuk Atty dan Itoc baru persekot dari janji suap sebesar Rp 6 miliar, sekitar 10 persen dari nilai proyek Pasar Atas Barokah tahap II sebesar Rp 57 miliar. "Mereka ijon proyek pasar," ujar Basaria. Proyek tahap II pembangunan pasar di Jalan Djulaeha Karmita, Cimahi, itu baru dilelang pada Februari tahun depan.

Berdasarkan penelusuran KPK, meski tak lagi menjabat wali kota, Itoc masih mengendalikan roda pemerintahan dan berbagai proyek di Kota Cimahi. Politikus Golkar tersebut mempunyai beberapa tim bayangan. "Istrinya hanya menandatangani," kata Basaria. Karena itu, Basaria mencurigai persekot untuk Atty dan Itoc bukanlah yang pertama. Apalagi penyidik juga menemukan jejak beberapa kali transfer ke rekening tabungan pasangan suami-istri ini. "Ada juga transfer ke anaknya," ujar Basaria.

Penegak hukum mengendus sepak terjang klan politik Itoc-Atty dalam memainkan proyek di Cimahi sejak 2007. Menurut seorang investigator KPK, yang diduga menjadi bancakan klan ini antara lain proyek Pusat Niaga Cimahi di Jalan Cibeureum, Andir, Cimahi. Proyek senilai Rp 51 miliar itu dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2007-2014. Proyek itu digarap Perusahaan Daerah Jati Mandiri dan PT Lingga Buana Wisesa dalam skema kerja sama operasi.

Dalam proyek pusat niaga itu, menurut si investigator, perusahaan daerah hanya menjadi perantara agar uang dari APBD mengucur. "Perusahaan daerah hanya dijadikan boneka," katanya. Setiap kali dana mengucur dari APBD ke rekening Jati Mandiri, perusahaan daerah itu langsung mentransfernya ke rekening PT RST, milik Juandri Bunardi dan Idris Ismail. Kedua orang itu menjabat komisaris di PT Lingga Buana Wisesa.

Selanjutnya, Juandri dan Idris menarik uang dari rekening PT RST dengan cek. Dari Juandri dan Idris, duit lantas menyebar ke pengurus perusahaan daerah, sejumlah pejabat pemerintah, hingga mengalir ke tangan Itoc. Menurut sang investigator, Idris juga pernah membeli polis asuransi AXA Mandiri sebesar Rp 750 juta atas nama putri Itoc, Puti Melati. Polis itu kemudian dicairkan dan ditransfer ke rekening Itoc.

Di lain waktu, uang APBD untuk pembangunan proyek Pusat Niaga juga mengalir ke PT Pratama Barokah. Perusahaan ini antara lain bergerak di bidang pengelolaan area peristirahatan dan pompa bensin di jalan tol. Salah satu pompa bensin mereka terletak di rest area setelah gerbang tol Pasteur, dari arah Bandung menuju Jakarta.

PT Pratama Barokah masih terkait dengan keluarga Itoc. Puti Melati dan anak Itoc lainnya, Raisa Ramania, bergantian menjadi direktur di perusahaan yang berdiri di Cimahi pada 2005 itu. Nah, uang dari Idris pernah mengalir ke PT Pratama melalui salah seorang anggota keluarga Itoc pada 2007. Nilainya sekitar Rp 500 juta. Menurut sang investigator, ketika menyetor uang ke bank, Itoc juga kerap mengaku duit dia berasal dari hasil usaha pompa bensin PT Pratama Barokah.

Menurut Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, lembaganya akan menelusuri informasi tentang gurita bisnis Itoc dan keluarganya. "Penyidik akan memeriksa semua informasi yang berhubungan dengan Wali Kota dan suaminya," ujar Syarif.

Kuasa hukum Atty dan Itoc, Andi Syafrani, mengatakan kliennya punya dua perusahaan. Salah satunya PT Pratama Barokah. Selama ini Itoc yang menjalankan semua urusan bisnis. Istri dan anaknya tak tahu-menahu. Kalaupun ada nama Puti atau Raisa dalam jajaran direksi, itu atas perintah Itoc.

Andi menambahkan, Itoc juga yang memerintahkan suami Puti, Sani Kuspermadi, menerima duit Rp 500 juta dari Sentot, ajudan Itoc. Ternyata duit itu diterima Sentot dari Triswara Dhanu Brata dan Hendriza Soleh Gunadi, yang belakangan dianggap persekot suap oleh KPK. "Menantunya hanya diperintah menerima uang untuk biaya kampanye," katanya.

Menurut Andi, Atty dan Itoc pun tak selalu sepaham dalam segala persoalan. Misalnya, Itoc yang membuat tim tujuh beranggotakan mantan pejabat di Cimahi. Tim ini kerap membuat analisis dan memberi masukan seputar kebijakan pemerintah kepada Atty. "Tapi tak semuanya diterima Ibu Atty," ujarnya.

Adapun kuasa hukum Idris, Tiza, enggan berkomentar ketika dimintai konfirmasi tentang penarikan uang dari PD Jati Mandiri, pembelian polis asuransi untuk anak Itoc, dan transfer duit ke PT Pratama. "Saya tak bisa berkomentar tanpa seizin beliau," kata Tiza. Menurut dia, PT Lingga Buana Wisesa kini tak ada lagi.

Senin pekan lalu, Tempo menyusuri Pusat Niaga Cimahi di Jalan Cibeureum, Campaka, Andir. Di sana yang terlihat hanya perkantoran tak terawat. Sisa lahan yang belum terbangun, seluas 1,6 hektare, ditumbuhi rumput liar. Lahan itu kerap menjadi area bermain bola dan balapan burung merpati.

Direktur Perusahaan Daerah Jati Mandiri, Maktal Nugroho, menerangkan, awalnya pembangunan pusat niaga itu dikerjakan PT Lingga Buana Wisesa dan PT Pilbers. Di tengah jalan, kedua perusahaan itu kehabisan modal. "Mereka tidak sanggup," ujar Maktal. Padahal uang dari APBD telanjur mengucur. Adapun soal dugaan bancakan duit proyek pusat niaga itu, Maktal mengaku tidak tahu. Dia juga membantah mengenal dekat Idris ataupun Juandri. "Mereka pengusaha. Komisaris PT Lingga Buana Wisesa," kata Maktal.

Tempo juga menyambangi kediaman Atty-Itoc di samping Politeknik Pos Indonesia, Sukasari, Bandung. Di ruas jalan itu, rumah Atty-Itoc terlihat paling besar. Sewaktu Tempo meminta izin bertemu dengan dua anak Atty-Itoc, Puti dan Raisa, si penjaga mengatakan anak-anak majikannya tak ada di rumah.

Ketua rukun tetangga setempat, Rony Rohayani, membenarkan kabar bahwa rumah tersebut ditinggali Atty dan keluarganya. "Mereka tinggal di rumah itu sejak 1980," ucapnya. Kendati begitu, menurut Rony, kartu tanda penduduk dan kartu keluarga Atty masih terdaftar di Kota Cimahi, bukan di Kota Bandung.

LINDA TRIANITA, IQBAL TAWAKKAL LAZUARDI (CIMAHI)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus