Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Barang bukti kuping cicih

Zainal abidin divonis 10 bulan karena menggigit kuping istrinya, cicih sukaesih, hingga putus. gara-gara zainal cemburu. selama persidangan, potongan kuping dijadikan barang bukti.

18 April 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH barang bukti unik, Rabu pekan lalu, muncul di meja hijau Pengadilan Negeri Bandung: sebuah toples berisi potongan kuping manusia. Si pemilik kuping, Nyonya Cicih Sukaesih, duduk di kursi saksi menyaksikan bekas bagian tubuhnya itu. Di kursi terdakwa, Zainal Abidin, yang tidak lain dari suami Cicih sendiri, membenarkan potongan kuping itu milik istrinya yang terpotong akibat gigitannya. "Saya kesal waktu itu, Pak Hakim," alasan Zainal menggigit kuping istrinya. Pemandangan yang tidak biasa itu tentu saja menarik perhatian pengunjung sidang. Jaksa Teuku Sjachrul, yang membawa Zainal ke sidang, rupanya belum merasa cukup membuktikan kesalahan terdakwa, dari hanya keterangan saksi korban, Cicih, dan visum dokter, yang tegas mengatakan telinga korban terpotong akibat gigitan. "Sebenarnya, bukti-bukti cukup memadai, tapi untuk lebih meyakinkan hakim, telinga Cicih saya ajukan sebagai bukti. 'Kan jaksa wajib mengajukan semua barang bukti yang ada," kata Sjachrul. Hakim M. Syaperi yang memimpin sidang membenarkan tindakan jaksa itu. "Barang bukti perlu diajukan jaksa, untuk lebih meyakinkan dalam pembuktikan. Kalau tidak ada bukti itu, pembuktian cukup dari keterangan saksi, visum dokter, dan pengakuan terdakwa," tambah Syaperi. Memang tidak ada salahnya jaksa mengajukan bukti potongan kuping itu. Hanya saja, selain bukti itu unik, kasusnya juga lucu. Zainal, 46 tahun, di sidang itu mengaku sudah lama cemburu kepada istrinya, Cicih, 33 tahun. Pasalnya, katanya, istrinya itu suka mengobrol dengan lelaki lain. Akhir Juli lalu, kata lelaki yang sehari-hari menarik becak itu, mereka kembali bertengkar sehingga istrinya minggat dari rumah. Wanita yang juga bekerja sebagai pembantu itu baru pulang seminggu kemudian. "Ketika itu saya masih memaafkan kesalahannya," kata Zainal. Tapi marahnya tidak terbendung lagi, ketika ia mengajak istrinya itu melakukan hubungan suami istri. "Ia menolak sehingga saya kesal. Tanpa sadar hidungnya saya gigit, dan kemudian telinganya, hingga putus," tutur Zainal. Menurut visum dokter, Nyonya Cicih memang mengalami tiga bekas luka lecet pada hidungnya dan kehilangan sebagian telinganya. NYONYA Cicih di sidang mengaku sudah lama menjadi korban penganiayaan Zainal, yang menikahinya tujuh tahun lalu. Hanya gara-gara cemburu. "Malah ia pernah menggunduli rambut saya," cerita Cicih, yang sebelum bersuamikan Zainal juga pernah kawin dengan lelaki lain. Ia membenarkan pernah minggat dari rumahnya. "Tapi itu gara-gara saya diancam mau dibunuhnya," tuturnya lagi. Ketika ia kembali ke rumah, ceritanya, ia dirangkul suaminya itu. "Saya kira ia ingin bermesraan, saya sudah siap, tahu-tahu ia menggigit hidung dan telinga saya," tutur Cicih. Karena kesakitan, wanita itu lari keluar rumah sambil berteriak-teriak kesakitan. Akibatnya, Zainal ditangkap massa dan diserahkan ke polisi. Persidangan kasus penganiayaan istri memang tidak rumit. Dalam tempo setengah jam, hakim memvonis Zainal 10 bulan penjara. Vonis itu dianggap Cicih ringan. "Kalau dihitung perlakuannya terhadap saya, hukuman itu sangat ringan," kata Cicih. Sebab itu, selesai sidang, ibu dua anak itu -- dari suaminya yang pertama memvonis Zainal dengan hukuman lebih berat: permintaan cerai. Membawa bukti potongan tubuh manusia ke pengadilan memang tidak terjadi hanya dalam kasus Cicih. Di Pengadilan Negeri Jember, bulan lalu, majelis hakim memerintahkan jaksa membawa bukti berupa potongan tangan saksi korban, Sadeli. Dalam perkara itu Nasir, lawan berkelahi Sadeli, divonis hakim 8 bulan penjara. Hanya saja berbeda dengan kasus Cicih, jaksa yang membawa potongan tangan itu ke pengadilan merasa risi karena harus bolak-balik membawa tangan yang sudah diawetkan itu. "Mestinya tangan itu tidak perlu jadi bukti, wong tangan Sadeli sudah jelas buntung. Apa kalau ada orang digorok kepala yang terpotong ikut naik ke meja hijau?" keluh jaksa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus