Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Baru sebatas lecet bibir

Kejahatan anak-anak di sumatera selatan meningkat. kebanyakan dari keluarga kurang mampu. masih dalam kriteria kenakalan remaja. beberapa kejahatan yang dilakukan diantaranya: pembunuhan dan bercabul.

23 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA masih kelas 4 SD. Umurnya baru 11 tahun. Tapi Alwi -- demikian saja kita sebut anak ini -- nekat membunuh temannya. Ia menusukkan belati ke leher Amir bin Keteh, 14 tahun, hingga tewas bersimbah darah. Alwi kemudian menebus ulahnya ini dengan hukuman 6 tahun penjara pada 7 Juni lalu, di Pengadilan Negeri Sekayu, Sumatera Selatan. Masalahnya amat sepele. Malam itu, 10 Januari lalu, Alwi menumpang nonton televisi di rumah tetangga. Maklum, orangtuanya. Sholeh, adalah buruh miskin. Saat Alwi asyik nonton, sontak datang Amil menginjak kakinya. Meskipun Alwi marah, Amir malah mencibir. "Kamu ini jagoan benar, nanti kutampar," demikian konon kata Amir, yang bertubuh lebih besar dari Alwi. Dibalut rasa kesal, Alwi menyingkir ke dalam gelap. Tapi begitu menemukan pisau cap garpu di Pos Kamling, ia bertekad membalas dendam. Nah, ketika Amir muncul, Alwi menantang duel. Amir meladeni. Di tengah-tengah baku hantam itulah, Alwi menusukkan pisau itu hingga Amir tewas di tempat. Dalam persidangan Alwi bersikap tenang. Ia menjawab dengan lancar semua pertanyaan. Bahkan ia mengaku sengaja menghabisi Amir, "Supaya dia mati dan tak menggangguku lagi," katanya. Menurut Alwi, Amir yang drop out dari SD ini memang suka mengganggunya. Juga mengganggu teman-temannya sekampung di Dusun Epil, 30 km dari Sekayu. Alwi sehari-hari terbilang anak baik. Ia juga ketua kelas di sekolahnya. Nilai rapornya rata-rata 6,5. Usai sekolah Alwi rajin membantu ayahnya yang memburuh di perkebunan kelapa sawit. Adakah kesukaran hidup telah menempa Alwi jadi keras hingga tega membunuh temannya? Entah, belum ada penelitian ke arah itu. Yang jelas, kejahatan anak-anak di Sumatera Selatan memang makin kerap terdengar. Contoh lain adalah Amat -- tentu saja bukan nama yang asli. Amat, 14 tahun, dihukum 3 tahun penjara pada 14 April lalu di Pengadilan Negeri Palembang karena membunuh temannya, Mat Nur. Penyebabnya juga tak serius. Sore itu, 24 Desember tahun lalu, Amat lagi mengupas manggis dengan pisau. Anak yang drop out dari kelas satu SMP ini kemudian merokok. Lagi enak-enaknya ia merokok, eeh, abu rokoknya jatuh mengenai kaki Mat Nur. Mat Nur spontan menampar Amat. Dan Amat pun minta maaf. Tapi Mat Nur malah menjotos Amat lagi. Meskipun Amat masih memegang pisau untuk membelah manggis tadi, ia tetap mengelak untuk berkelahi. Dan Mat Nur semakin beringas. Ia mencekik leher Amat. Tak melihat jalan lain, begitu pengakuan Amat, ia pun menusukkan pisau tadi ke perut Mat Nur. Toh Mat Nur masih berupaya memburu Amat. Namun, karena darahnya banyak berlelehan, ia roboh dan tewas seketika. Amat juga dibesarkan dalam keluarga miskin. Ayahnya, Alam Bathin, adalah buruh serabutan di Palembang. Itulah kenapa baru 6 bulan di SMP, Amat terpaksa berhenti sekolah, lalu hidup sebagai pengayuh becak. Maklum di rumah yang cuma diterangi lampu dinding dengan air minum dari Sungai Musi itu, ia ikut menanggung hidup empat adik-adiknya yang masih kecil. Namun, "kejahatan" Amat tampaknya tak ada hubungan dengan kaya miskin. Ada unsur membela diri dalam kasus ini. Contoh lain dilakukan Asman, 13 tahun. Murid kelas 6 SD di Palembang ini dihukum 3 tahun penjara pada 12 Maret lalu. Ia juga membunuh teman sekelasnya, Feri Nazario. Dari data di Kantor Bispa (Bimbingan Sosial dan Pengentasan Anak) Palembang -- lembaga di bawah Departemen Kehakiman -- diketahui bahwa Asman bukanlah anak nakal. Ia malah jadi tukang semir sepatu usai sekolah, dan malam harinya belajar ngaji. Ayahnya., Wahab, memang bekerja sebagai buruh serabutan dengan tanggungan lima anak. Hari itu, 2 oktober tahun lalu, murid-murid SD apel bendera. Tapi barisan kelas 6 itu ditegur sang guru, karena Feri mencong dari barisan. Asman, yang berdiri di belakang Feri, menegur temannya. Feri tersinggung hingga berbuntut dengan duel seusai sekolah. Untung, ada yang melerainya. Namun, Asman penasaran karena sempat dipukul Feri. Pulang ke rumah, ia mengambil pisau dapur dan segera mengejar Feri. Feri lintang-pukang ke rumah tetangganya. Nahas, pintu terkunci hingga Asman berpeluang menusukkan pisaunya ke rusuk kiri Feri. Sempat dirawat 14 hari di rumah sakit, Feri akhirnya meninggal. Masih ada contoh lain, juga pada tenggang waktu yang tak berjauhan. Cuma "kejahatan" ini tidak disertai darah. Pengadilan Negeri Sekayu, pada pertengahan Mei lalu, telah mendamaikan perbuatan cabul yang dilakukan para bocah. Korbannya adalah Nona -- bukan nama sebenarnya -- usia 6 tahun. Pelaku cabulnya, Tono, 7 tahun, dan Anto, 10 tahun -- juga nama samaran tentu saja. Tersebutlah Panot yang sedang berjalan ke masjid untuk salat Jumat. Tiba-tiba dia mendengar suara berisik anak-anak di kebun samping rumahnya. Ia melongok dengan niat menghalau anak-anak itu agar jangan bermain-main di situ. Tapi yang dilihatnya ternyata Nona yang sedang bugil di hadapan Tono dan Anto. Lalu anak-anak itu lari seraya tertawa-tawa, kecuali Nona. Nona memang sempat diambil visumnya oleh dokter karena kasus ini semula diperkarakan. Hasilnya, ternyata cuma "lecet bibir". Artinya, keperawanannya masih utuh. Itulah sebabnya kenapa orangtua Nona mau berdamai dan tak memperpanjang kasus itu. Sesungguhnya, gejala apakah ini? Tenang, belum parah benar anak-anak kita. Menurut Kepala Dinas Penerangan Polda Sumbagsel, Letnan Kolonel Irawan Shaleh, kejahatan anak-anak di Sum-Sel itu masih dalam kriteria "kenakalan remaja". yang juga bisa terjadi di mana-mana. "Belum terlalu parah," kata Irawan pada TEMPO. Bersihar Lubis (Palembang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus