LENGSER dari kursi menteri tenaga kerja bagi Abdul Latief bukan berarti terbebas dari masalah-masalah rumit. Setelah lepas dari perkara dugaan manipulasi dana jaminan sosial tenaga kerja, kini secara tak langsung ia menghadapi sebuah perkara pidana. Sebenarnya, perkara itu menyangkut salah seorang anaknya, Ahmades Miqailla—biasa dipanggil Maikel—yang dituduh telah merampas dan menikahi Niviara Enda tanpa sepengetahuan ayah Enda, Rafli Khatib.
Selain menuntut pembatalan perkawinan Maikel-Enda secara pidana, Rafli, 62 tahun, juga menggugat Maikel secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Melalui gugatan Senin dua pekan lalu, karyawan PT Aneka Tambang yang pensiun pada 1993 itu juga menuntut ganti rugi sebesar Rp 25 miliar dari Maikel.
Rupanya, Rafli menganggap harga dirinya selaku ayah Enda telah dicabik-cabik oleh keluarga Abdul Latief. Sebab, selain tak diberi tahu tentang rencana pernikahan Enda dan Maikel pada 27 Oktober 1996, ia pun tak kunjung bisa bertemu dengan Enda, yang tinggal di rumah keluarga Abdul Latief di Jalan Raya Kalimalang Nomor 77, Jakarta Timur. Padahal, "Sebagai ayah kandung Enda, saya punya hak untuk menikahkan anak saya," tuturnya.
Rafli berusaha menghubungi Maikel beberapa kali, tapi tanpa hasil. Dengan anaknya sendiri, Enda, terakhir kali ia bertemu pada 8 Oktober 1996, di sebuah rumah kontrakan di Jakarta Timur. Enda, yang berusia 22 tahun, waktu itu enggan menjelaskan mengapa ayahnya tidak diberi tahu tentang rencana pernikahan mereka. Rafli menduga, Enda—satu-satunya anak perempuan dari tiga anaknya—bersikap demikian tak lain karena hasutan ibunya, Sofia Yasin. Dan Sofia telah bercerai dari Rafli sejak 12 Oktober 1995.
Mengenai perkawinan Enda-Maikel, Rafli mengetahuinya secara tak sengaja. Ketika bertemu dengan Enda di rumah kontrakan itu, Rafli melihat sepucuk undangan pernikahan. Setelah berebut dengan Enda dan kakaknya, barulah Rafli dapat membaca undangan itu. Ternyata, nama Rafli tak tercantum di sana, sementara nama Sofia tertulis. Setelah Rafli melayangkan somasi (peringatan), datanglah Kepala Pengadilan Agama Jakarta Timur Abdul Chair, Kepala Kantor Urusan Agama Durensawit Djamaluddin Dai, serta seorang utusan Maikel. Tapi mereka justru meminta Rafli menunjuk anak tertuanya, Garnier Fialaa atau Djamaluddin, sebagai wali pernikahan Enda dan Maikel. Itu berarti kedudukan Rafli sebagai wali nikah digantikan. Tentu saja Rafli tak mau. Apalagi, "Saya belum mengenal calon menantu dan orang tuanya," kata Rafli.
Permintaan Rafli untuk bertemu dengan Abdul Latief—waktu itu masih menjabat sebagai menteri tenaga kerja—ditolak oleh ketiga orang tadi. Alasannya, saat itu malam menjelang hari pernikahan dan Abdul Latief sudah tidur.
Esoknya, pada hari pernikahan Enda-Maikel, Rafli mengutus pengacara Effendy A. Manan untuk menyampaikan keberatannya. Namun, baru pada Senin, Rafli mengetahui bahwa si pengacara tak menghadiri resepsi perkawinan, dengan alasan tak dibekali kado. Saking kesalnya, pada 21 April 1997, Rafli menuntut pembatalan perkawinan Enda-Maikel ke Pengadilan Agama Jakarta Timur. Di tingkat pertama dan banding, gugatan Rafli kalah—kini perkaranya naik ke tingkat kasasi. Itu sebabnya, Rafli mencoba lagi menggugat Maikel, Djamaluddin, dan Sofia ke pengadilan perdata.
Demikianlah kisah pernikahan versi Rafli. Dongeng yang dituturkan Enda justru jauh berbeda. Sejak awal, sebenarnya Rafli telah diminta oleh Enda, Maikel, maupun Abdul Latief untuk menjadi wali nikah. Tapi Rafli terlalu banyak menuntut. "Ia minta dijemput dengan kendaraan apa gitu, minta sekian karangan bunga, minta ini-itu. Pokoknya, memalukan saya sebagai anaknya. Ia terlalu materialistis," ujar Enda yang lulusan Sekolah Tinggi Manajemen Komputer Guna Dharma ini. Ia berkenalan dengan Maikel ketika bekerja di Pasaraya. Di department store terkenal milik Abdul Latief itu, Maikel juga bekerja sebagai seorang manajer.
Di mata Enda, Rafli bukanlah figur ayah yang baik. Pria ini acap memutarbalikkan fakta. Rafli menuduh Maikel mengalami cacat mental, padahal itu tidak benar. Ia pun mengaku pernah dianiaya Enda beserta kakaknya, padahal yang terjadi sebaliknya. Bahkan kini Rafli tak henti-henti memerkarakan dia dan Maikel. "Sepertinya Ayah tak pernah puas untuk selalu menyusahkan kami," kata Enda dengan sedih.
Dulu, ketika bercerai, Sofia dan ketiga anaknya diusir dari rumah oleh Rafli, tanpa boleh membawa barang apa pun kecuali pakaian yang melekat di badan mereka. Tapi, "Sudahlah. Saya takut emosional kalau ngomong lagi soal itu. Apalagi saya sedang hamil," ucap Enda. Sebelumnya, Enda telah melahirkan seorang anak lelaki, buah perkawinannya dengan Maikel. Enda yang tidak pernah benar-benar "diurus" oleh ayah kandungnya ini sekarang merasa terlindungi dalam curahan kasih sayang sang suami.
Hp.S., Darmawan Sepriyossa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini