Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Batalnya vonis si kodok

Pengadilan tinggi Ja-Teng membatalkan putusan PN Semarang karena hakim alpa menyatakan sidang tertutup untuk umum. kini Prihatmoko, pelaku perkosaan bebas. pengadilan terpaksa memeriksa ulang.

25 April 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRIHATMOKO terbukti memerkosa. Hakim Pengadilan Negeri Semarang telah memberi ganjaran 4 tahun penjara. Namun, setelah tujuh bulan dikurung, kini ia tiba-tiba boleh keluar dari penjara. Pengadilan Tinggi Jawa Tengah membatalkan putusan Pengadilan Semarang hanya gara-gara hakim alpa menyatakan sidang susila itu tertutup untuk umum. "Saya senang sekali bisa keluar sekarang," ujar Prihatmoko yang tampak berseri-seri saat keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Mlaten, Kamis dua pekan lalu. Sedangkan tiga temannya yang tak banding -- mereka terbukti memerkosa bersama Prihatmoko -- tetap mendekam di penjara. Kasus pemerkosaan itu diputus awal Januari lalu oleh majelis hakim yang dipimpin Samang Hamidi. Prihatmoko dan tiga temannya Suwarno, Yakob Wibowo, dan Supriyono divonis hakim karena terbukti memerkosa. Prihatomo dan Suwarno dihukum penjara 4 tahun, sedang dua lainnya dihukum 3 tahun 6 bulan penjara. Nasib nahas menimpa Nina -- bukan nama sebenarnya -- April tahun lalu. Ibu yang baru delapan hari melahirkan putra pertamanya itu, sekitar pukul 19.30, tersesat di Semarang. Maklum, wanita asal Klaten itu baru dua bulan tinggal di kota tersebut. Ia mengaku tak bisa pulang ke rumahnya setelah berbelanja di Pasar Johar, Semarang. Saat kebingungan, ibu itu dihampiri Prihatmoko dan Suwarno, yang menawarkan jasa mengantarkan pulang. Namun, seperti diungkapkan jaksa, korban dibawa berkeliling selama setengah jam dengan sepeda motor. Setelah itu, ibu yang malang itu diseret masuk ke rumah Prihatmoko di daerah Wonodri Krajan, Semarang, lalu diperkosa beramairamai. Kodok -- nama julukan Prihatmoko -- langsung memerkosa dengan menodongkan pisau. Kemudian, secara bergilir Nina diperkosa Suwarno, Yakob, dan Supriyanto -- dua nama terakhir datang belakangan atas ajakan Kodok. Korban akhirnya pingsan. Menurut Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah, Mohamad Syarif, persidangan yang mengadili Prihatmoko itu dilakukan secara terbuka untuk umum. Padahal, berdasarkan Pasal 153 KUHP, pengadilan perkara yang menyangkut kesusilaan harus dilakukan secara tertutup. "Jika dilakukan terbuka, putusan pengadilan harus dibatalkan demi hukum," kata Mohamad Syarif. Karena itu, pengadilan negeri diperintahkan untuk melakukan pemeriksaan ulang, khusus untuk Kodok. Tidakkah pengulangan persidangan Kodok itu berarti ne bis in idem, yaitu larangan mengadili dan memvonis dua kali perkara pidana yang sama? Perkara Kodok ini, menurut Syarif, tidak termasuk kategori itu. Sebab, ne bis in idem, katanya, hanya berlaku untuk perkara yang sudah berkekuatan hukum. Karena itu, vonis hakim banding itu, menurut Syarif, tak berlaku bagi tiga terpidana lainnya yang menerima vonis hakim sehingga vonis berkekuatan tetap. Putusan ini dinilai ahli hukum acara pidana Profesor Muladi tepat. "Dalam hal ini pengadilan tinggi menjalankan fungsinya untuk mengontrol pelaksanaan hukum acara pidana di pengadilan negeri," kata Muladi. Hanya, menurut Muladi, jika persidangan perkara pemerkosaan ini batal demi hukum karena sidangnya terbuka, seluruh proses persidangan harus batal. Artinya, semua terdakwa harus diperiksa ulang. Tampaknya, ahli hukum dan hakim-hakim kita masih mementingkan legalitas formal dibanding sisi keadilan. Padahal, persyaratan persidangan tertutup untuk umum itu dimaksudkan pembuat undang-undang untuk melindungi identitas korban perkosaan seperti Nina, bukan pelaku semacam Kodok. Tapi, akibat aturan itu pula, Kodok sementara ini bisa menghirup udara bebas -- sambil menunggu sidang ulangnya. G. Sugrahetty Dyan K. dan Heddy Lugito (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus