Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bayi 12 sistem

Nursuli, 25, melahirkan bayi dan mengaku dihamili setan. akhirnya mengaku bahwa khairi-lah pelakunya khairi menolak tuduhan itu sehingga pn kraksaan, ja-tim harus membuktikan siapa ayah si bayi. (hk)

20 September 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KONON, ibulah yang paling tahu siapa bapak dari anak yang dilahirkannya. Tapi tidak gampang membuktikannya. Persoalan menjadi semakin rumit bila sang ayah membantah bahwa seorang anak lahir dari bibitnya -- seperti yang kini tengah dipersoalkan di Pengadilan Negeri Kraksaan di Jawa Timur. Seorang penduduk Desa Jambangan di Probolinggo, Khairi, membantah memperkosa tetangganya, seorang wanita cacat -- tanpa tangan dan kaki bernama Nursuli. Dengan begitu, sekaligus pula ia membantah bahwa bayi lelaki yang dilahirkan Nursuli berasal dari bibitnya. Kecuali Nursuli, 25, memang tidak ada saksi yang bisa membuktikan tuduhan itu. Setelah mendengarkan saksi ahli genetika dr. Soekry Erfan Kusuma, majelis hakim memutuskan perlu dilakukan pengetesan darah untuk membuktikan benar tidaknya Khairi bapak si bayi. Karena itu, sidang terakhir, April lalu, ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan -- jangan-jangan malah tidak akan selesai. Pengetesan darah untuk membuktikan bapak seorang anak, menurut dr. Soekry, memang belum pernah dilakukan di Indonesia. Soalnya, proses pembuktian dengan cara demikian tidak mudah. Sekurangnya, kata Soekry, ada 12 sistem yang harus diterapkan untuk menentukan tetesan darah siapa yang mengalir pada seorang bayi. Ke-12 sistem itu, dalam dunia kedokteran, dikenal dengan istilah ABO, Rh, MN, Kell, P, GPT, GOT GLO, Gc, Hp, Hn, serta HLA. Repotnya, di sini baru bisa diterapkan tiga sistem pertama, yaitu ABO, Rh, dan MN. Jadi, hasilnya dianggap masih belum "setengah mungkin". Padahal, untuk suatu proses perkara pidana, dibutuhkan bukti yang meyakinkan. Dengan menerapkan 12 sistem seperti yang ada di Jerman, misalnya, pun pembuktian belum dianggap mutlak. kemungkinannya 90% sampai 99%. Hanya saja, menurut Soekry, "Di negara itu ada undang-undang yang mengesahkan seseorang adalah ayah seorang anak bila hasil pengetesan menyimpulkan 99% ia ada hubungan darah. Di Indonesia peraturan semacam itu memang belum ada. Tapi hasil tes semacam itu tentu bisa menjadi petunjuk kuat bagi majelis hakim memutuskan perkara. Namun, untuk mencapai ke tingkat pembuktian yang mendekati sempurna itu kejaksaan mengalami kesulitan. "Terus terang kami masih bingung soal biaya," kata Kepala Kejaksaan Negeri Kraksaan, Soesanto. Sebab itu, katanya, ia berdoa semoga ada dermawan yang mau membiayai pengetesan itu. Tapi jika cita-cita Soenyoto tidak kesampaian, kabut yang menyelimuti lahirnya bayi dari rahim Nursuli memang susah untuk diungkapkan secara tuntas. Mula-mula ia mengaku dihamili setan. Kendati penduduk desa percaya, ayah Nursuli sendiri, Misdi, meragukan pengakuan anaknya. "Masa setan bisa menghamili orang", kata Misdi. Kecurigaan orangtua itu semakin besar ketika dari rahim Nursuli, Juni lalu, lahir bayi laki-laki yang normal -- benar-benar anak manusia. Misteri siapa bapak bayi itu, beberapa hari kemudian, mulai terungkap ketika suatu malam Nursuli -- seperti didengar ibunya membujuk mesra anaknya yang lagi menangis, "Nak, kamu jangan menangis. Kamu sebenarnya punya bapak. Itu, lho, Khairi." Paginya, berdasarkan menguping itu, Misdi mendesak anaknya mengakui siapa menggaulinya. Akhirnya, Nursuli yang berwajah rupawan untuk ukuran desa itu membenarkan bahwa Khairilah yang berbuat. Menurut Nursuli, seperti yang juga diceritakannya di muka hakim, suatu hari Khairi, petugas penyuluhan keluarga berencana, mendorong tubuhnya hingga jatuh telentang di rumahnya yang sepi. "Mulut saya disumbat," kata Nursuli, menceritakan jalannya perkosaan. Sepekan kemudian, kata Nursuli, Khairi mengulangi perbuatannya. Nursuli mengaku merahasiakan kejadian itu karena diancam Khairi: akan dibunuh bila berani cerita macam-macam. Misdi kemudian mencoba mendekati Khairi, yang sudah punya istri dan anak, agar menikahi Nursuli. Tapi, sampai pamong desa ikut turun tangan, Khairi tetap membantah berbuat. Sebab itu, kasus diteruskan ke pengadilan. Ternyata, memang sulit membuktikan tuduhan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus