Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bebas di jemput peluru

Naih,40, seorang residivis yang baru saja bebas, tewas tertembak di desa wangun harya, bekasi, ketika sedang menunjukkan tempat pistol colt kaliber 38 spesial, yang masih di tangan komplotan naih.

9 November 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selesai menjalani hukuman, Naih diborgol dan mengajak polisi berputar-putar dari Bekasi sampai Karawang. BARU saja mereguk udara bebas, Naih, 44 tahun, sendirian berdiri di halaman penjara Bulak Kapal, Bekasi. Jumat pagi itu 25 Oktober lalu, ia baru saja selesai menjalani hukuman tujuh bulan. Ia sampai ke balik terali kali ini adalah karena tertangkap basah dalam perampokan di Kecamatan Cibitung, awal Januari silam. Tak ada keluarga yang menjemputnya. Ketika itulah muncul petugas dari Polres Metro Bekasi. Naih diraih ke markas untuk diperiksa lagi. Kali ini berkaitan dengan info yang diperoleh polisi bahwa masih ada senjata api di tangan komplotan Naih. Itu baru sebagian keterangan yang akan dilacak karena selama Naih dalam bui, lewat informan yang ditanam di situ, polisi berusaha menyadap keterlibatannya dalam serangkaian perampokan lain. Misalnya, kejadian 11 Desember 1990 di Kampung Pilar, Bekasi, ada dua rumah yang digarong sekitar Rp 2 juta plus emas 150 gram. "Kuat dugaan dia terlibat," kata seorang polisi. Dalam pemeriksaan hari Jumat itu Naih menyatakan sedia menunjukkan tempat pistol colt kaliber 38 Special bisa ditemukan. Bersama empat petugas, Naih naik Kijang patroli. "Dari siang sampai malam diajak putar-putar, ke Tambun sampai Karawang. Gila dia," tutur sumber TEMPO. Sekitar pukul 21.00 mereka sampai di daerah Serang, Lemah Abang, Bekasi. Tepatnya di Desa Wangun Harya, yang dikenal sebagai pangkalan Naih dkk. Para petugas waspada. Namun, ketika rumah yang ditunjuk sedang dikepung, Naih yang dikawal satu orang mendadak lari dengan tangan terborgol. Tembakan peringatan tak digubrisnya. Yang kedua juga tak diacuhkan. Ketika pengejaran berjarak seratus meter, moncong si bongkok dibidikkan. Dua peluru menembus punggungnya hingga dia tewas. Kejadian seperti ini konon tak enak buat polisi. Dengan tewasnya Naih berarti putus pula satu mata rantai info. Jika Naih dibiarkan lolos, soal bakal lebih rumit. Bukan saja Naih tambah sulit dicekal, tetapi juga bisa dia tambah mengganggu ketenteraman masyarakat. Lebih runyam lagi untuk sang petugas karena hilangnya tawanan dalam kawalan ada sanksinya. Apalagi yang sedang dikawal itu Naih, yang bukan penjahat kelas teri. "Kami bisa masuk sel sebagai penggantinya," tutur sumber itu pula.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus