Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Belang om tjiam

Meninggal dunia dalam usia 79 tahun. di dunia peradilan almarhum dikenal sebagai orang jujur dan gigih dalam menegakkan keadilan. tidak terlibat mafia peradilan. (hk)

12 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA WNI nomor satu. Ketika keluar peraturan bagi keturunan Cina untuk memilih kewarganegaraan, 1960, Mr. Tjiam Djoe Khiam merupakan orang pertama yang mendaftarkan diri di Pengadilan Istimewa Jakarta. Sebab itu, pada surat kewarganegaraannya, ia mendapatkan nomor urut 1. Tapi, sampai akhir hayatnya, ia tidak mengubah namanya. Ia mempunyai prinsip "buat apa ganti nama, kalau watak tidak berubah," kata rekannya, Drs. Soemadji, yang sering mendampingi pengacara terkenal itu di berbagai persidangan. Selasa lalu, Tjiam Djoe Khiam diperabukan di krematorium Cilincing, setelah tiga hari disemayamkan di rumahnya, Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sebelumnya, Tjiam dirawat di RS Husada selama 10 hari. "Badannya mati sebelah dan suhunya tinggi," ujar anak angkatnya menceritakan penyakit Tjiam. Selain anak angkat, Mendiang meninggalkan tiga anak kandung. Tapi bukan hanya anak-anak itu yang kehilangan. Dunia peradilan kehilangan seorang "macan pengadilan" yang gigih. Sampai hari-hari terakhir menjelang masuk rumah sakit, dengan dipapah oleh wartawan-wartawan pengadilan, Tjiam masih muncul di berbagai pengadilan di Jakarta. Di pengadilan, Om Tjiam dikenal garang menghadapi lawan-lawan perkaranya. Dalam perkara penyelundupan mobil mewah oleh Robby Tjahjadi, misalnya, saksi-saksi dari Bea Cukai dibuat terpojok oleh pertanyaan yang sistematis, sehingga timbul kesan pemasukan mobil-mobil itu bisa terjadi karena kemudahan dari Bea Cukai sendiri. Selain saksi-saksi, pengacara lawan, jaksa, atau hakim yang pernah berurusan dalam perkara yang ditangani Tjiam juga merasakan kegigihan orang tua itu. "Ia begitu menguasai hukum pidana dan pandai memancing emosi hakim dan jaksa. Kalau tidak hati-hati menghadapi dia, kita bisa celaka," ujar ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Sunu Wahadi, yang pernah menghadapi Tjiam dalam perkara "drakula Karawang". Ahli hukum yang dilahirkan 79 tahun lalu di Kebumen, Jawa Tengah, itu dikenal suka bekerja sendiri tanpa asisten dan tidak suka aktif berorganisasi, misalnya di Peradin. Kata Soemadji, "Ia tidak suka berorganisasi karena menghargai profesi." Menurut rekannya itu, Tjiam sulit mendapat asisten karena keras. "Om Tjiam itu omongannya keras, kadang-kadang tidak mengena di hati orang," tuturnya lagi. Namun, banyak pengacara merasa bahwa Tjiam secara tidak langsung jadi gurunya. Selain Soemadji, pengakuan yang sama diberikan advokat senior, S. Tasrif. "Saya banyak belajar dari dia," kata Tasrif, yang pernah bersama TJiam menyusun konsep perdamaian antara pengurus PWI B.M. Diah dan Rosihan Anwar. Rekannya sesama lulusan Universitas Leiden (Belanda), Yap Thiam Hien, mengatakan, "Yang jelas, ia teman saya. Usia dan pengalamannya di atas saya." Selain suka beracara sendirian, Tjiam kadang-kadang juga suka menampilkan kesan angkuh dan senang berdebat. Di pintu gerbang rumahnya terpampang berbagai peringatan Di antaranya "Anjing-anjingku doyan daging dan tulang. Dilarang masuk tanpa izin". "Jika orang datang kepadanya dan menanyakan berapa tarifnya, ia kontan marah dan mengusir orang itu," ujar putrinya, Agnes Tjiam Ay Lan, yang kini pramugari Cathay Pacific. Banyak perkara memang dibela Tjiam dengan gratis. "Saya masih ingat ketika kliennya, seorang buruh PPD, harus membayar biaya eksekusi, Tjiam sendiri yang mengeluarkan uang," ujar kepala panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Djoko Sarwoko. Karena tidak suka bicara soal uang itu pula, maka Tjiam terhitung salah satu dari sedikit pengacara yang tidak ikut terlibat apa yang disebut "mafia peradilan". Seorang sejawatnya berkomentar, "Dari semua kenekatannya, kejujurannya yang paling menonjol." Itulah belangnya si macan pengadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus