MEREKA mengendap-endap bagai musang mengintai mangsa. Tepat pukul 03.00 Letnan Kolonel Doyot Sudrajat memberi aba-aba. Ketiga puluh anggota pasukan Polda Aceh itu merayap di bawah pohon-pohon ganja yang tingginya hampir empat meter. Mereka mengepung hma buah gubuk. Tetapi dua anjing milik pekebun ganja 17 hektar di lereng Bukit Cot Sibatee itu tak henti menggonggong panjang. Enam dari 11 pekebun itu terbangun. Mereka cepat melompat dari gubuk. "Jangan lari," teriak seorang pohsi. Tapl mereka tak peduli, dan cepat lenyap di balik kabut dini hari. Lima orang lagi yang terbangun setelah melihat ada moncong senjata ke arah mereka, yang diterangi lampu teplok, kontan angkat tangan. Yang menyerah itu adalah Daud, 50, Yahya, 50, Sufi, 49, Bustari, 25, dan Hasyim, 20. "Dalam operasi memusnahkan kebun ganja ini kami memakai gaya berperang," kata Doyot Sudrajat, 36, kepala Satserse Polda Aceh yang memimpin penggerebekan di Desa Piyung, Montasik, Aceh Besar, belum lama itu. Info ada kebun ganja di lereng bukit itu berasal dari penduduk. Kabar gembira ini segera disambut Brigjen Syafaruddin Tampono. Hari itu juga, akhir bulan lalu, kapolda Aceh itu, setelah menempuh jalan setapak selama satu jam, tiba di Piyung. "Mereka adalah pekebun ganja terbesar di Kabupaten Aceh Besar yang kami temukan tahun ini," kata Tampono kepada TEMPO. Walau 30 km dari Banda Aceh, para peladang ganja di Piyung terbilang berani, karena usaha mereka setiap hari dapat dilihat penduduk. Lokasinya hanya 500 meter dari areal persawahan dan permukiman di Kecamatan Montasik itu. Enam belas ribu pohon ganja berusia tiga bulan di ladang itu sudah dibakar. Bustari mengaku bertanam ganja atas prakarsa sendiri. "Saya tidak pernah disuruh orang lain," katanya kepada polisi. Ia sendiri sejak setahun lalu bermain di lereng bukit itu dan sudah tiga kali panen. Dalam pengakuan Bustari pada polisi, mereka bebas bergerak karena merasa "dilindungi" seorang sersan di Koramil Montasik. Si sersan, sebagai "pelindung", hanya mendapat semacam "uang santunan" bulanan. Si sersan yang disebut-sebut Bustari ini belum ditahan - masih terus diselidiki. Menyusul sukses di Cot Sibatee, subuh 1 Desember lalu, Doyot kembali menggiring 50 pasukannya ke lereng Bukit Uleue yang berhutan perawan dan banyak rusanya. Menurut penduduk, di bukit yang jaraknya 8 km dari Piyung atau 13 km dari lapangan terbang Blang Bintang, Banda Aceh, ada 14,5 hektar kebun ganja. Setelah menempuh perjalanan dua hari dua malam ke sana, Doyot dan anak buahnya hanya menemukan 51 ribu pohon ganja usia 3 bulan dan 8 anjing. Sedangkan penghuni 14 gubuk di situ sudah kabur. Ladang ganja itu lalu dibakar habis. Menurut dugaan Doyot, antara pemilik kebun ganja di Piyung dan di Uleue ada hubungan. "Mereka kabur setelah mengetahui, ladang yang di Piyung digerebek," kata Doyot. Polda Aceh yakin bahwa kebun-kebun yangsudah dibasmi itu diatur suatu sindikat. Kerjanya juga rapi. Selain berpagar kawat berduri, di sana ada tempat penyemaian bibit ganja. Mengenai soal sindikat, polisi di Banda Aceh belum mau menjelaskannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini