LABORATORIUM Kriminil Mabes Polri semakin penasaran. Dua kali percobaan dilakukan, tapi misteri kematian Syeny Margaretha Laloan, 26, dalam mobil Mercy di Ancol tetap belum terjawab. Pada percobaan kedua, Senin pekan lalu, memang ada "kemajuan". Seekor ayam yang ditaruh dalam mobil itu selama enam jam, dengan mesin dan AC hidup serta kap depan dibuka, menjadi gemetaran. Tapi kelinci yang ditaruh di jok belakang tetap segar bugar, persis dengan hasil percobaan pertama, dua pekan lalu, ketika kelinci dan ayam percobaan ditaruh di jok belakang. Ada dugaan, ayam menjadi gemetaran, karena menghirup gas CO (carbon monoksida) yang berasal dari knalpot bocor. Gas CO yang mematikan Syeny, kasir PT Risomas Jaya, memang diduga berasal dari knalpot bocor. Tapi, ada juga petugas yang ragu: Jangan-Jangan ayam itu gemetaran karena ikatannya terlalu keras. Maka, untuk mencapai hasil yang memuaskan, Labkrim Mabes Polri pekan ini juga merencanakan melakukan percobaan sekali lagi di Ancol - di tempat mobil buatan tahun 1972 itu ditemukan. Syeny, putri ketiga Kapten Polisi Anton Laloan, seperti diketahui, meminggal dalam mobil milik bosnya, Drs. Midian Simbolon, 53, direktur Risomas Jaya. Midian sendiri, pada pagi 25 November itu, ditemukan dalam keadaan kritis. Tapi ia tertolong setelah dibawa ke rumah sakit (TEMPO, 8 Desember). Sayang, pengusaha permainan ketangkasan Mickey Mouse itu belum mau bercerita banyak. Kepada polisi, ia hanya mengakui bahwa benar pada Sabtu malam, 24 November, ia menjemput Syeny dari pondohannya. Berdua mereka menuju Ancol, Jakarta Utara, dan sempat makan malam di restoran Pantai Indah. Kemudian, seperti dituturkan pengacaranya, Poltak Hutajulu, Midian membuka kap depan supaya mesin tidak cepat panas karena AC-nya dinyalakan. Keduanya, yang sudah intim sejak lima bulan lalu, duduk di jok belakang. Setelah itu, Midian mengaku tak ingat apa-apa lagi. Tapi, yang menjadi soal, Syeny meninggal dan Midian tidak. Menurut sebuah sumber TEMPO, harus diketahui bagaimana keadaan pernapasan masing-masing pada waktu itu. "Dalam frekuensi pernapasan tinggi, CO lebih cepat mematikan, dibandingkan frekuensi pernapasan normal," kata sumber itu. Dari literatur kedokteran diketahui, jika CO terhirup oleh pasangan yang sedang bersanggama, maka akibatnya lebih fatal pada pria. Sebab, umumnya, laki-laki lebih tinggi aktivitasnya dibanding wanita. Kecuali, bila sebaliknya: wanita lebih bergairah. Tidak tertutup pula kemungkinan, Syeny "lebih dekat" pada sumber hasil pembakaran tidak sempurna (CO) itu, dibanding pasangannya. "Jika dekat, tekanan CO yang kuat langsung menghantam enzim pernapasan," kata sumber itu lagi. Atau, karena korban menghisap CO secara terus-menerus, sedangkan tidak demikian halnya Midian. Syeny ketika ditemukan mati berada di bawah jok mobil. "Lebam mayat" di tubuh gadis semampai itu menunjukkan, paling tidak ia mati empat jam sebelum ditemukan. Tapi ke mana Midian? Tertutup rapatkah kaca mobil pada waktu itu? Atau Midian yang duduk lebih tinggi, seperti posisi ketika ditemukan, masih menghisap CO dan udara segar berselang-seling dari celah kaca? Barangkali di sinilah "keuntungan" Midian. Napasnya yang normal membuatnya hanya pingsan. Dan sesudah itu, CO tidak lagi bertambah. Mungkin angin kencang tepi laut atau hujan mengusir CO masuk ke dalam Mercy maut itu. "Tidak ada suplai CO lagi ke tubuh Simbolon," kata sumber TEMPO. Tapi, semuanya barulah dugaan. Kapten Anton Laloan, ayah Syeny, berpendapat bahwa kematian anaknya sama sekali tidak wajar. Dan polisi memang belum berhenti menyidik perkara ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini