Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bisnis Senyap Tetangga Baru

Pembuat vaksin palsu punya rekam jejak di bidang farmasi dan layanan kesehatan. Tertutup terhadap tetangga.

11 Juli 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akun Facebook atas nama Rita Agustina itu memasang komentar tak biasa pada 27 Juni lalu. "Aneh pada bilang kerja apa koq rumahnya mewah.... Ga tau apa kalau dari online kita bisa dapat uang dengan mudah," tulis pemilik akun sembari menyertakan foto rumah bertingkat dua.

Rumah di foto itu sama dengan hunian di Jalan Kumala 2, Kemang Pratama Regency, Bekasi, Jawa Barat. Rumah itu milik pasangan Rita Agustina dan Hidayat Taufiqurrahman. Namun belum bisa dipastikan apakah komentar itu ditulis Rita atau orang lain. Sebab, pada hari itu, Rita dan suaminya telah mendekam di ruang tahanan Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI.

Polisi menangkap pasangan suami-istri ini pada 22 Juni lalu. Polisi menuding mereka memproduksi vaksin palsu yang dipasarkan ke sejumlah klinik, rumah sakit, dan apotek. "Warga kaget ketika tahu polisi menangkap mereka," kata Eko Supriyanto, komandan regu sekuriti Kemang Pratama Regency.

Hidayat dan Rita menempati rumah mewah di Kemang Pratama sejak 2013. Sebelum menghuni rumah dengan harga pasar sekitar Rp 6 miliar itu, Hidayat dan Rita mengontrak rumah di Jalan Kemang 3, tak jauh dari rumah mereka saat ini. Kepindahan pasangan muda ini ke perumahan elite di Kota Bekasi itu rupanya sempat menjadi gunjingan tetangga mereka. "Maklum, yang tinggal di kompleks ini kebanyakan pengusaha," kata Eko.

Ketika baru pindah, kepada tetangga, Hidayat memperkenalkan diri sebagai akuntan di kantor cabang Yamaha, Cakung, Jakarta Timur. Adapun Rita mengaku baru berhenti sebagai perawat di Rumah Sakit Hermina, Bekasi. Setelah itu, sehari-hari, tetangga lebih sering melihat Hidayat ke luar rumah. Sedangkan Rita lebih banyak tinggal di rumah.

Wakil Direktur Umum Rumah Sakit Hermina Bekasi, Syarifudin, membenarkan bahwa Rita pernah bekerja sebagai perawat sejak 1998 sampai Januari 2007. "Dia mengundurkan diri." Alasannya, kata Syarifudin, Rita ingin berfokus mengembangkan bisnis toko pakaian dalam di Bekasi Square.

Selama bekerja di Hermina, menurut Syarifudin, Rita tak menunjukkan gelagat mencurigakan. "Orangnya biasa saja. Tidak ada yang aneh," ujar Syarifudin. Di daftar riwayat hidupnya, Rita, 39 tahun, mengaku lulusan Sekolah Perawat Kebidanan Rumah Sakit Jakarta.

Sebelum digerebek polisi, menurut Eko, suasana rumah Hidayat-Rita biasanya tampak sunyi. Di rumah itu tak pernah terlihat kesibukan layaknya rumah produksi. Rumah itu tiba-tiba ramai ketika enam mobil polisi datang pada malam bulan puasa lalu. "Ketika rumah digerebek, pemiliknya baru pulang salat tarawih," kata Eko, yang diminta polisi menjadi saksi penggerebekan.

Semula, menurut Eko, pasangan ini berusaha mengelak. Namun keduanya tak berkutik begitu polisi menemukan ribuan botol kecil yang diduga akan diisi vaksin palsu. "Di dalam rumah banyak botol kecil dan bungkus obat," kata Eko. Setelah satu jam menggeledah rumah itu, polisi membawa sekitar 800 ampul vaksin palsu dalam 36 kardus.

Hidayat juga memiliki rumah di Jalan Raya Sidaraja, Kecamatan Ciawigebang, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Rumah tipe minimalis itu selesai dibangun setahun lalu. Sehari-hari rumah bercat putih itu ditempati kakak dan ibu Hidayat. Setelah Hidayat dibekuk polisi, rumah di kampung itu juga jadi pusat perhatian tetangga. Empat hari setelah Hidayat ditangkap polisi, setiap kali selesai salat tarawih, di rumah itu ada pengajian keluarga.

Kepada penyidik, Rita mengaku menggeluti bisnis vaksin palsu sejak 2014. Sebaliknya, polisi berkeyakinan bahwa Rita memalsukan vaksin sejak 2003, sekitar tiga tahun sebelum dia keluar dari Hermina. "Bedanya, waktu itu usahanya masih kecil-kecilan. Usahanya membesar setelah permintaan meningkat," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim, Brigadir Jenderal Agung Setya.

Polisi menduga Rita lebih dulu terlibat pemalsuan vaksin ketimbang Hidayat, yang menjadi suami keduanya. Soalnya, menurut Agung, suami pertama Rita—yang namanya masih disimpan polisi—juga pemain lama dalam jaringan jual-beli vaksin palsu.

l l l

Sebelum diubek-ubek polisi pada 22 Juni lalu, rumah nomor 12 di blok D Puri Bintaro Hijau, Pondok Aren, Tangerang Selatan, ini pun tak pernah mencuri perhatian. Agus Priyanto, penghuni rumah, juga jarang bergaul dengan tetangga. "Kalau ketemu, paling senyum doang," kata Yayah, tetangga di depan rumah Agus.

Agus, 44 tahun, ditangkap polisi karena diduga membuat vaksin palsu yang menghebohkan. Polisi menyebut Agus memasok vaksin palsu ke distributor farmasi gadungan berbendera CV Azka Medical.

Yayah, juga beberapa tetangga Agus lainnya, mengatakan tak pernah melihat kegiatan produksi di rumah itu. Sehari-hari suasana rumah satu lantai itu lebih sering senyap. Suatu hari Yayah memang pernah melihat Agus memasukkan boks pendingin ke mobil di garasi. Namun, kala itu, Yayah tak menaruh curiga dengan aktivitas tersebut.

Di kompleks Puri Bintaro Hijau yang dibangun pada awal 2000-an, Agus terbilang orang baru. Ia menempati rumah di blok D sejak November 2015. Menurut tetangga, istri Agus hanya sesekali ke luar rumah untuk pergi bersama sang suami.

Sikap Agus yang tertutup membuat tetangga hanya bisa menduga-duga apa pekerjaan dia. Yayah, misalnya, menduga Agus berbisnis jual-beli mobil karena kendaraan roda empat di rumahnya kerap berganti. "Pernah juga ada yang datang ke rumahnya untuk melihat-lihat mobil," ucap Yayah.

Setelah didatangi polisi, rumah kontrakan Agus tampak kosong. Kamis dua pekan lalu, di garasi rumah itu hanya terlihat satu sepeda motor Kawasaki Ninja 250 merah dan dua sepeda kayuh anak-anak. Adapun pintu pagarnya digembok dari luar. Menurut tetangga, istri dan anak Agus pun tak pernah kembali ke rumah itu.

Ketika pertama kali diperiksa polisi, Agus mengaku bekerja sebagai pramuniaga di pasar obat Jalan Pramuka, Jakarta Pusat. Agus juga mengaku terlibat pemalsuan vaksin sejak 2013. Namun penyidik polisi menduga Agus lebih lama masuk jaringan bisnis ilegal itu.

Menurut Agung Setya, polisi tak mau terkecoh oleh suasana rumah pembuat vaksin yang selalu sepi. Soalnya, proses produksi vaksin palsu memang tak menimbulkan suara bising. "Kalau dibandingkan, masih lebih ramai bikin sambal terasi daripada vaksin palsu," kata Agung, lalu tertawa. ABDUL mANAN, SYAILENDRA, REZKI ALVIONITASARI, KURNIANTO, ADI WARSONO, DEFFAN PURNAMA (KUNINGAN)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus