Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada 11 Juli 2023 lalu, Wali Kota Medan Bobby Nasution mengapresiasi tindakan Kapolrestabes Medan yang tembak mati salah satu pelaku begal karena melawan petugas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wali Kota yang juga menantu Presiden Joko Widodo ini, mengungkapkan apresiasi tersebut melalui akun twitternya. Menurutnya, begal dan pelaku kejahatan perlu ditindak tegas oleh aparat agar menghentikan aksi kekerasan atau begal di jalanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Bobby sempat melakukan pemaparan di Polrestabes Medan dan Polres mengenai tindakan yang diperlukan untuk mengentaskan begal. “Bila perlu pelaku begal ditembak mati di tempat,” ujar Bobby.
Terkait saran Bobby, LBH Medan dan KontraS menyatakan bahwa pernyataan Bobby merupakan penegakan hukum yang serampangan. Hal selaras juga diungkapkan oleh salah satu peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Girlie Aneira Ginting yang memints Bobby Nasution untuk berhati-hati soal anjuran tersebut.
“Wali Kota memiliki tanggungjawab melindungi hak warganya, termasuk pada pelaku kejahatan,” ujarnya pekan lalu.
Apa yang diapresiasi Bobby dan dilakukan Kapolrestabes Medan bisa mengingatkan tentang peristiwa Penembakan Miisterius alias Petrus pada tahun 1982 sampai 1985.
Dalam buku otobiografi Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Soeharto mengungkapkan bahwa Petrus merupakan metode pembasmi kejahatan yang efektif. Dengan membiarkan korban kejahatan tergeletak di tempat umum, akan membuat masyarakat ketakutan.
Petrus sendiri mengincar pemuda-pemuda yang memiliki tato yang kerap melakukan tindak kejahatan dan mengincar orang-orang yang dituduh sebagai preman di berbagai penjuru daerah di Indonesia.
Ketua Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Yosep Adi Prasetyo mengatakan bahwa jumlah korban Petrus diduga bisa mencapai 10.000 orang.
Presiden Jokowi sendiri pada Januari 2023 lalu telah mengakui Petrus (dalam kasus tembak mati begal) sebagai salah satu dari 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu yang diakui. Meskipun begitu, Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani menilai bahwa pernyataan Jokowi hanyalah aksesori politik karena tidak secara spesifik mengungkap aktor hingga sistematika penyelesaian pelanggaran HAM tersebut.
TIM TEMPO
Pilihan editor : Alasan Mantu Jokowi Bobby Nasution Apresiasi Polrestabes Medan Tembak Mati Begal