Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPEKAN terakhir, sebidang taman di depan Gedung Bundar Kejaksaan Agung terus dipercantik. Sebongkah batu besar yang teronggok di taman itu digosok dan dicat kembali. Sedangkan sejumlah batu-batu kecil yang berserakan diatur ulang. Tanaman yang tak rapi dipangkas agar enak dipandang.
Kejaksaan memang tengah bersiap menyambut Hari Bhakti Adhyaksahari ulang tahun kejaksaanyang jatuh pada 22 Juli mendatang. Tapi, tak hanya taman yang diperelok. Tembok gedung di lingkungan Kejaksaan Agung pun dicat. "Beberapa kejaksaan negeri juga melakukan hal serupa untuk menyambut Hari Bhakti Adhyaksa," ujar seorang pegawai di Gedung Bundar, Jumat pekan lalu.
Selain "mempercantik diri", Kejaksaan Agung juga tengah menggenjot kinerja mereka. Inilah yang terjadi di jajaran jaksa tindak pidana khusus. Dua pekan terakhir, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Hendarman Supandji tak henti-hentinya menuntut pasukannya supaya segera menuntaskan kasus kredit macet di Bank Mandiri.
Hendarman memang layak masygul. Sampai kini kasus penyidikan bank pelat merah ini jauh dari memuaskan. Karena itu, ia memberi ultimatum kepada anak buahnya agar menyelesaikan kasus itu dalam waktu tiga bulan. "Jampidsus su-dah memberi warning (memperingatkan) kepada kami para jaksa agar cepat menyelesaikan kasus itu," ujar Arnold Angkouw, Kepala Sub-Direktorat Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Selasa pekan lalu kepada Tempo.
Kasus Bank Mandiri masuk kejaksaan sejak awal Mei lalu. Sejumlah orang penting bank itu sudah diperiksa. Mereka, antara lain, Direktur Utama E.C.W. Neloe, Wakil Direktur Utama I Wayan Pugeg, dan Direktur Bidang Kredit Korporasi M. Sholeh Tasripan. Kejaksaan juga memeriksa empat debitor. Mereka adalah PT Arthabhama Textindo, Cipta Graha Nusantara, Lativi Media Karya, dan Siak Zamrud Pusaka.
Tapi, dua pekan lalu Hendarman mengganti salah satu ketua tim penyidik yang menangani PT Arthabhama. "Tim penyidik itu dianggap lamban menentukan tersangkanya," ujar Arnold. Arnold sendiri enggan menjelaskan detail alasan penggantian itu.
Sumber Tempo di Gedung Bundar mengatakan penggantian itu berawal dari rekomendasi hasil penyidikan tim pimpinan jaksa Yan W. Merre, yang menangani kasus PT Arthabhama. Setelah hampir tiga bulan memeriksa kasus itu, tim penyidik merekomendasikan tidak ada tersangkanya.
Dalam rekomendasi itu, ujar sumber, alasan tim penyidik adalah "kesalahan" bukan terletak pada Arthabhama selaku debitor, melainkan pada kreditor, yakni Bank Mandiri. Kontan saja, kata sumber, rekomendasi itu dianggap aneh. Apalagi, Kejaksaan Agung telah sepakat membagi penyidikan kasus Bank Mandiri itu dalam dua bagian: pihak kreditor dan debitor.
Adapun pembagiannya, penyidikan kreditor ditangani tim penyidik I yang dipimpin direktur penyidikan jaksa Soewandi, sedangkan dari kalangan debitor masing-masing ditangani empat tim penyidik. Di antaranya, kasus Cipta Graha Nusantara ditangani jaksa F.X. Suharsono, Arthabhama oleh Yan W. Merre, dan kasus Lativi ditangani jaksa I Ketut Murtika.
Mendengar penjelasan tim Arthabhama tersebut, sumber yang juga jaksa itu menilai tim penyidik Arthabhama telah "menyeberang" ke tim penyidik I yang menyidik Bank Mandiri. "Penyidikan kasus Bank Mandiri kan sudah ditangani tim penyidik I. Sehingga, itu bukan kapasitas tim kasus Arthabhama," ujarnya.
Sumber itu mengatakan, dugaan penyimpangan kredit macet kasus Bank Mandiri telah terjadi. "Buktinya, duit sudah mengucur ke debitor," ujarnya. Dengan duit yang sudah mengucur itu, kata sumber itu, seharusnya penyidik bisa menelusuri apa dan bagaimana proses dana itu mengalir.
Beberapa hari setelah "rekomendasi aneh" itu, Jumat dua pekan lalu keluarlah surat perintah penyidikan baru sekaligus mengganti tim penyidik lama. Penyidikan kasus Arthabhama kini dipimpin jaksa Baringin Sianturi. Ia adalah anggota tim penyidik untuk kasus Cipta Graha. Baringin juga anggota penyidik yang menangani Bank Mandiri.
Menurut Arnold, jaksa Baringin menggantikan ketua tim penyidik lama, karena penyidikan kasus Citra Graha sudah rampung. "Lagi pula, kasus Arthabhama satu paket dalam kasus Bank Mandiri," kata Arnold. Tapi, kegalauan Jampidsus tidak hanya penyidikan PT Arthabhama, tapi juga penyidikan dalam kasus Lativi yang sampai kini baru ada satu tersangka. "Penyebabnya adalah kurangnya jaksa yang memiliki integritas tinggi," ujarnya.
Jaksa Yan ketika dihubungi Tempo membenarkan timnya merekomendasikan tidak ada tersangka dalam kasus PT Arthabhama. Menurut dia, "kesalahan" pengucuran kredit itu justru berada di pihak kreditor, yakni Bank Mandiri. Tapi, Yan menolak menjelaskan alasannya. "Saya enggak bisa ngomong karena kasus itu masih tahap penyidikan," ujar jaksa senior yang pernah menjadi penuntut umum kasus Bank Bali dengan terdakwa Syahril Sabirin dan kasus BLBI dengan terdakwa Samadikun Hartono itu.
Juru bicara Kejaksaan Agung, R.J. Soehandojo, mengatakan penggantian tim penyidik hal biasa dalam penyidikan suatu kasus. "Pimpinan bisa saja menilai tim itu lamban, lalu diganti," ujarnya. Lagi pula, kata dia, penyidikan suatu perkara bergantung pada kasus itu sendiri. Misalnya perkara yang ditangani tersebut rumit. Atau, bergantung pada kemampuan sang jaksa. "Ada kalanya stamina seorang jaksa itu prima atau sebaliknya," ujarnya.
Bagi Asep Rahmat Fadjar, Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI), penggantian tim jaksa tersebut sah-sah saja. "Selama itu bertujuan meningkatkan kinerja, kenapa tidak?" ujarnya. Namun, ia menilai perombakan itu harus menggunakan parameter dan kriteria yang jelas. Misalnya, jaksa yang menggantikan itu berkualitas dan berintegritas baik.
Setelah tiga bulan memeriksa kasus Bank Mandiri, kejaksaan kini juga mulai memasuki babak baru. Kejaksaan, kata Soehandojo, telah merampungkan berkas penyidikan PT Siak Zamrud. "Berkas perkara PT Siak Zamrud sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum," ujarnya.
Kejaksaan juga mulai merambah ke debitor lain, yakni PT Kiani Kertas. Selasa pekan lalu giliran Presiden Direktur PT Kiani Kertas, Prabowo Subianto. Mantan Panglima Kostrad itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus kredit macet Bank Mandiri di PT Kiani senilai US$ 201,242 juta atau sekitar Rp 1,89 triliun.
Usai diperiksa, Prabowo mengatakan, ketika mengambil alih PT Kiani, perusahaan pulp kertas itu sudah terjerat kredit macet selama enam tahun. "Kami berupaya menyelamatkan," ujarnya. Kendati demikian, Prabowo menyatakan tetap bertanggung jawab atas permasalahan itu. "Saya kan pemegang saham, saya harus bertanggung jawab," ujarnya. Sejumlah kasus besar kini memang terbentang di depan tim jaksa Hendarman.
Sukma N. Loppies dan Astri Wahyuni
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo