Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Nila Setitik di Pabrik Susu

Aksi korporat Sari Husada dicemari kecurangan. Komisaris independen akhirnya mundur.

11 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kabar tak sedap tengah merebak di lingkungan Sari Husada. Sang induk, Royal Numico NV, yang berbasis di Belanda, mencurigai adanya kecurangan perdagangan saham yang menunggangi dua agenda korporat Sari Husada. "Dewan direktur dan dewan komisaris memutuskan untuk menggelar penyelidikan," kata Presiden Komisaris Numico, Robert Zwartendijk, seperti dikutip oleh Het Financieele Dagblad, surat kabar terbitan Belanda.

Sari Husada terbilang pemain kelas kakap di pasar susu untuk anak bawah lima tahun. Perusahaan yang didirikan pada tahun 1954 itu menguasai tak kurang dari 60 persen pangsa pasar. Merek yang paling diandalkan oleh Sari Husada di kelas ini adalah SGM.

Di dalam negeri, Sari Husada juga tengah diperiksa oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Dalam persidangan di DPR, awal pekan lalu Ketua Bapepam Darmin Nasution mengutarakan tentang adanya indikasi kecurangan dalam perdagangan saham Sari Husada. Kecurangan itu berupa perdagangan saham dengan memanfaatkan informasi orang dalam, biasa disebut insider trading.

Aksi korporat Sari Husada yang dicurigai tercemar insider trading itu adalah program kepemilikan saham bagi karyawan (employee stock option plan atau biasa disingkat ESOP) dan program pembelian saham kembali (buyback). Dua hajatan korporasi yang terpisah itu diputuskan secara bersamaan oleh para pemegang saham Sari Husada dalam rapat umum Oktober, dua tahun silam.

Jumlah saham yang akan dijual melalui skema ESOP sebanyak 94 juta lembar (5 persen) dengan harga pembelian Rp 1.034,4 per lembar saham. Yang aneh dalam program ESOP Sari Husada adalah skema ini semula ditujukan hanya untuk tiga orang komisaris perusahaan saat itu.

Mereka adalah Johnny Widjaja, wakil Kelompok Tiga Raksa, yang merupakan pemegang saham lokal di Sari Husada; Peter Kroes, wakil dari Numico; dan Suad Husnan, yang merupakan komisaris independen. Skema yang kelewat eksklusif itu pun menuai protes dari seorang anggota direksi perusahaan. Siapa yang berhak atas jatah ESOP pun diperluas hingga tingkat direksi, bahkan manajer senior.

"Keunikan" skema ESOP Sari Husada yang lain adalah para penerima jatah akan mendapat bantuan pembiayaan dari Shiba Investments untuk menebus hak mereka. Sebagai imbalan atas talangan pembelian saham, Shiba meminta agar para penerima jatah ESOP menjual saham yang mereka dapatkan ke perusahaan yang berlokasi di British Virgin Island. Harga yang ditawarkan oleh Shiba adalah Rp 1.400 per lembar saham.

Ini jelas penawaran yang menggiurkan karena mereka yang berhak atas ESOP tinggal ongkang-ongkang kaki memetik keuntungan Rp 365,6 per lembar. Shiba sendiri diperkirakan menangguk margin yang lebih besar lagi. Saham yang dikulak Shiba dari ESOP dijual lagi ke Sari Husada, yang tengah mengeksekusi program buyback. Harga rata-rata yang dibayar Sari Husada dalam program buyback hingga akhir tahun 2004 mencapai Rp 1.904 per lembar. Program buyback itu sendiri baru berakhir April kemarin.

Jika dikalkulasi secara sederhana, mereka yang mendapat jatah ESOP dengan mudah memetik keuntungan Rp 34 miliar. Durian runtuh yang dinikmati oleh Shiba lebih besar lagi, sekitar Rp 47 miliar. Total uang panas transaksi ini mencapai Rp 81 miliar.

Dari cerita yang beredar, Johnny Widjaja-lah yang berada di bawah lampu sorot. Selain mendapat jatah ESOP 16 juta lembar saham, Johnny juga diduga terkait dengan Shiba, dan Cipta Mahardika, perusahaan keuangan yang menjadi perantara penjualan saham antara Shiba dan Sari Husada.

Johnny tak membantah bahwa ia terkait dengan Cipta dan Shiba. Namun, ia merasa tak melakukan kelancungan. "(Perdagangan saham itu) sah-sah saja. Saya merasa tidak ada kecurangan insider trading," ujar Johnny. Johnny juga membantah informasi bahwa skema ESOP semula hanya didesain untuk tiga komisaris Sari Husada.

Pembelaan Johnny bisa jadi benar, karena belakangan beredar kabar bahwa tudingan kecurangan tak lepas dari mulai tak akurnya Johnny dengan Numico, sang mitra. "Saya tidak mau mengomentari soal itu," kata Michiel Quarles van Ufford, juru bicara Numico.

Yang sudah tersandung oleh kasus ini malah Suad Husnan. Mantan Deputi Menteri Negara BUMN ini mengundurkan diri akhir pekan lalu. Juru bicara Sari Husada mengungkapkan alasan pengunduran diri Suad adalah yang bersangkutan tidak mampu memenuhi persyaratan sebagai komisaris independen. Pada saat program ESOP dilakukan, Suad kecipratan saham Sari Husada 12 juta lembar. Ini tak sesuai dengan aturan main Bapepam yang mengharamkan komisaris independen memiliki saham di perusahaan yang diawasinya.

THW, Fanny Febiana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus