Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejutan dari Senayan seakan tak pernah habis. Pada saat para wakil rakyat rame-rame mengusulkan kenaikan gaji dan tunjangan dirinya, di sela-sela itu terdengar kabar ternyata mereka juga penikmat dana haji dalam jumlah besar.
Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Tim Pemberantasan Korupsi yang sedang menyidik kasus dana haji, yakni Dana Abadi Umat (DAU) dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), di Departemen Agama, menemukan "aliran besar" dana ke DPR. Tak hanya untuk anggota Komisi VI, yang antara lain membawahkan Departemen Agama, juga untuk staf sekretariat komisi tersebut.
Data Tim Pemberantasan Korupsi, yang sudah rampung dikumpulkan, dicermati, dan disusun pekan ini, menghitung setidaknya ada dana Rp 4,4 miliar yang mengalir ke Senayan sejak 2001. Keperluannya beraneka macam, mulai uang jalan sidang, tunjangan hari raya, bantuan cetak buku, bantuan kampung, hingga pembahasan undang-undang. "Pemberian itu menyalahi aturan. Ini skandal," kata sumber Tempo di Tim Pemberantasan. Bertahun-tahun sebagian dana dari dua lumbung itu secara terselubung telah dinikmati wakil rakyat dan pejabat Departemen Agama bersama-sama (lihat Urusan Kocek ke Senayan).
Namun, tak semua kucuran duit ini tercatat. Selain pos-pos peruntukan yang tidak jelas, si pejabat pemberi maupun penerima umumnya tak mencantumkan namanya. Bahkan untuk pengeluaran yang sudah tergolong rutin, seperti biaya pemantauan anggota Komisi setiap musim haji, tak terang-terang dirinci. Tentu ini menyulitkan bagi tim penyidik.
Menurut data tersebut, pengeluaran yang cukup besar terjadi pada tahun 2004. Pada April dan Mei, misalnya, diambil dari kas BPIH uang sebesar Rp 1,005 miliar. Keperluannya dikatakan untuk pemberian uang transpor bagi anggota Komisi. Pada September, juga ditarik sebagai "pinjaman" dana BPIH sebesar Rp 2 miliar untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang Zakat dan Wakaf. "Kami menduga ini untuk 'uang jasa' anggota Dewan," kata sumber Tempo itu. Masalahnya, pada bulan itu pembahasan RUU tersebut dikebut karena mendekati akhir periode jabatan DPR 1999-2004 yang jatuh 30 September tahun itu. Para anggota parlemen bahkan sampai diinapkan secara khusus di sebuah hotel di bilangan Slipi.
Peta "aliran duit" yang telah ditangani Tim sekarang memang lumayan lengkap ketimbang sebelumnya. Selain Dana Abadi Umat selesai ditelisik, kini dana BPIH pun tuntas dirunut. Rencananya, pada Agustus nanti, kedua hasil audit dari lumbung dana haji itu akan dijadikan bukti di persidangan mantan Menteri Agama Said Agil Husin al-Munawar dan mantan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Taufik Kamil atas sangkaan korupsi dana tersebut.
Mantan Ketua Komisi VI, Taufikurrahman Saleh, misalnya, mengakui menerima dana lebih dari sekali. Ia dan beberapa pimpinan Komisi diketahui tak hanya menerima uang saku Rp 26 juta ketika melakukan kunjungan ke Amerika tahun 2002 (lihat Tempo, 4 Juli 2005), tapi juga tatkala melakukan muhibah ke Malaysia. Besarnya mencapai Rp 98 juta untuk enam orang. "Ya, memang saya juga terima waktu ke Malaysia. Tapi saya tidak tahu dari mana dananya. Orang Depag yang atur," kata wakil rakyat dari Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Malah, Taufikurrahman dan pimpinan Komisi dicatat telah "mengatur", sekaligus kebagian uang transpor, dana sidang, bahkan tunjangan hari raya, dalam jumlah cukup besar. Namun, ketika dimintai konfirmasi atas data itu, yang bersangkutan membantahnya. "Wah, tidak pernah itu. Nggak tahu saya kalau soal itu," tuturnya berkilah.
Kepala Bagian Sekretariat Komisi, Anita Ariyani, yang mendapat "bantuan" umrah dari DAU tahun 2002, mengaku diperintah pimpinan Komisi. "Saya tidak tahu (duitnya dari mana). Itu perintah pimpinan," kata dia tampak gugup. Ia mengaku waktu itu dipanggil Taufikurrahman dan diperintah "bertugas" umrah ke Mekah. "Silakan tanya saja ke pimpinan," tutur staf karier dari DPR ini, cepat-cepat menghindar.
Empat orang anggota Komisi yang non-muslim juga tercatat kecipratan dana BPIH. Jumlahnya Rp 52,9 juta per orang, meski dalam hal jumlah nominal itu mereka cepat-cepat membantahnya. "Terimanya tak sebesar itu. Kami juga tidak tahu asal dananya. Yang jelas kami tahu, itu pemberian Menteri Agama," kata Arnold Nicholas Radjawane, salah seorang penerima dana tersebut. Namun, karena jumlahnya kurang, ia dan beberapa rekannya tak jadi beribadah ke Yerusalem.
Ceritanya, menurut Arnold, Said Agil memang menjanjikan akan memberikan dana rohani ke Yerusalem. "Karena anggota Komisi yang muslim sudah sering menerima santunan dana untuk haji," katanya. Meski batal berangkat, mereka tetap menerima "duit mentahan" yang berwujud dolar itu, akhir 2003 lalu. "Kata mereka, terserah mau dipakai untuk perjalanan rohani ke mana saja," ujar mantan pendeta di Maluku ini. Untuk pemberian dana haji kepada mereka ini, Tim memberi catatan khusus. Sebab, dana haji, menurut ketentuan, hanya untuk keperluan kemaslahatan umat yang beragama Islam.
Menurut Rusman Lumbantoruan dari Fraksi PDIP, duit ibadah yang juga ia terima itu bukan berasal dari BPIH. "Duit itu tidak ada kaitannya dengan duit haji," kata dia, yang juga mengaku menerima kurang dari yang disebutkan. "Tidak pada tempatnya dana haji untuk non-Islam," ujarnya. Janji sekali perjalanan rohani ke Yerusalem bagi wakil rakyat yang non-muslim bahkan tak terwujud dalam periode jabatannya.
Penerima di luar anggota Komisi, salah satunya tercatat mantan Wakil Ketua DPR A.M. Fatwa, sebesar Rp 25 juta, untuk biaya pencetakan bukunya. "Saya memang butuh waktu itu. Jadi, saya minta secara lisan ke pribadi Said Agil. Dia kan teman saya," kata Fatwa. Ia memang sengaja meminta bantuan ke Said karena tahu sang kawan lebih berfulus ketimbang dirinya. "Menteri kan duitnya lebih dari anggota DPR. Lagi pula buku-buku saya kan tidak dijual," katanya. Selain ke Said, ia juga meminta bantuan ke beberapa kawan lain. Fatwa mengaku tak tahu bantuan Said itu asalnya dari dana haji. Ketika buku-bukunya selesai cetak, ia juga memberikan buku-buku itu ke Said sebagai bukti. "Kalau secara hukum harus mengembalikan, duit itu akan saya kembalikan," ujarnya tegas.
Tak mudah, memang, minta penjelasan yang terang-benderang dari petinggi Departemen Agama perihal aliran dana ke Senayan, yang sebenarnya telah berlangsung bertahun-tahun. Mereka cenderung bungkam seribu basa. Atau, paling-paling menjawab pendek. "Saya belum menerima laporannya," ujar Slamet Suryanto, Inspektur Jenderal Departemen Agama, kepada Tempo.
Arif A. Kuswardono, M. Nafi, Mawar Kusuma
Urusan Kocek ke Senayan
2001
- Rapat pembahasan BPIH 2001, 16-18 Agustus 2001,Rp 15.360.000 (No. cek. CR 172818)
- Biaya rapat pembahasan BPIH 2001 dengan Komisi VI DPR, 21 Agustus 2001, Rp 70.170.000
- Rapat pembahasan BPIH dengan Komisi VI, 24 Agustus 2001, Rp 71.010.000
- Rapat gabungan Komisi VI soal BPIH 2002, Rp 305.612.500 (No. cek. CR 172822)
- Biaya Rapat Gabungan Lanjutan Komisi VI, Rp 11.600.000
- Transpor dan konsumsi Komisi VI pembahasan BPIH 2002, Rp 42.800.000
- Bantuan untuk iklan bersama (untuk Bagian Pemberitaan DPR), Rp 505.000
- Biaya pembahasan final RAPBN 2002, Rp 15.000.000(dengan Komisi Anggaran)
2002
- Bantuan kampung Abdullah Paddare, Rp 5.000.000
- THR Idul Fitri 1423 H untuk Komisi VI, Rp 279.000.000
- Tambahan uang jalan untuk Anwar Arifin dan Abdullah Paddare, Rp 6.000.000
- Biaya perjalanan Taufikurrahman dkk. ( 6 orang) ke Malaysia, Rp 98.000.000
- Bantuan untuk Matondang (anggota Komisi VI), Rp 5.000.000
- Uang lelah rapat Menteri Agama dengan, Rp 16 anggota Komisi VI, Rp 40.000.000
- Fiskal untuk istri lima anggota Komisi VI ke Arab Saudi, Rp 5.000.000
- Bantuan uang saku Ketua dan Wakil Ketua Komisi VI memenuhi undangan ke Amerika, Rp 26.642.000
- Bantuan biaya umrah, uang saku, dan biaya hidup dua orang staf sekretariat Komisi VI, Rp 16.981.000
- Transpor Menteri Agama dan Komisi VI, 9 September 2002, Rp 10.000.000
2003
- Bantuan biaya perkawinan keluarga Heri Akhmadi, Rp 5.000.000
- Jamuan Menteri Agama dengan Komisi VI, 25 Agustus 2003, Rp 6.073.460
- Bantuan untuk Roqib anggota Komisi VI DPR, Rp 6.000.000
- Bantuan untuk Sambas Suryadi dan Taufikurahman,Rp 10.000.000
- THR Idul Fitri 1424 H untuk pejabat dan Komisi VI, Rp 135.900.000
2004
- Pertemuan dan jamuan makan malam Menteri Agama dengan Komisi VI di Gran Melia, 4 Juli 2004, Rp 38.759.800
- Bantuan publikasi dan pencetakan buku A.M. Fatwa, Rp 25.000.000
- Berdasarkan disposisi persetujuan Menteri Agama 30 Juni 2004 sebagai jawaban Nota Dinas Dirjen BIPH No. kosong 23 Juni 2004 tentang Perjalanan Dinas Anggota Komisi VI DPR sebagai Pemantau. Maka bagi empat orang anggota Komisi yang beragama Kristen dan Katolik.Empat orang tersebut adalah :
- Rusman Lumbantoruan, Rp 52.977.600
- Ni Luh Mariani TirtasariRp 52.977.600
- Martina Mehue Wally, Rp 52.977.600
- Dr Arnold Nicolas Radjawane, Rp 52.977.600Jumlah total Rp 211.910.400
- Terdapat pinjaman atas nama Direktur Zakat dan Wakaf untuk pembahasan RUU Wakaf dengan DPR sebesar Rp 2 miliar (sampai saat audit belum dikembalikan kepada Bendaharawan BPIH, diduga sebagai biaya operasional dan "uang jasa" anggota DPR )
- Pembayaran uang transpor anggota Komisi VI sebesar Rp 1,005 miliar (dibayarkan lima kali)
Sumber: Dokumen Timtas Tipikor
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo