Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN mendorong penyusunan Rancangan Undang-undang atau RUU Keamanan dan Ketahanan Siber. Hal itu disampaikan oleh Wakil Kepala BSSN, Komisaris Jenderal Putu Jayan Danu Putra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saat ini BSSN mendorong penyusunan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber," ujarnya saat menghadiri Cyber Law Expert Panel: Strategic Approaches to Cyber Governance, di Jakarta, Rabu, 26 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUU Keamanan dan Ketahanan Siber ini. kata dia, menjadi bagian dari rencana kerja prioritas pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN 2025-2029.
Putu menyebut, Indonesia masih kekurangan hukum komprehensif dan spesifik yang mengatur soal keamanan siber. Padahal negara memerlukan produk hukum berupa undang-undang ihwal keamanan siber, yang mencakup seluruh aspek tata kelolanya.
Karena itu, ujarnya, BSSN mendorong penyusunan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber tersebut. Menurut dia, tanpa adanya undang-undang yang mengatur soal keamanan siber membuat negara rentan terhadap ancaman siber.
"Legislasi semacam ini tidak hanya untuk meningkatkan keamanan nasional kita, tapi juga membangun kepercayaan publik terhadap infrastruktur digital kita," ucap Putu.
Adapun Indonesia telah memiliki dua Peraturan Presiden atau Perpres untuk meningkatkan tata kelola dan regulasi keamanan siber. Pertama, Perpres Nomor 47 Tahun 2023 tentang Strategi Keamanan Siber Nasional dan Manajemen Krisis Siber. Kedua, Perpres Nomor 82 Tahun 2022 tentang Perlindungan Infrastruktur Informasi Vital.
Kedua Perpres itu telah disahkan, dengan tujuan sebagai pedoman penyelenggaraan keamanan siber, mempersiapkan secara dini dalam menghadapi ancaman krisis siber nasional, dan untuk melindungi kepentingan umum dari segala jenis ancaman siber terhadap sektor infrastruktur informasi vital.
Sebagai tindak lanjut Perpres itu, BSSN sudah berupaya membuat sejumlah turunan aturan yang ditetapkan dalam beberapa peraturan BSSN. Namun, ia menyatakan bahwa keamanan siber merupakan tanggung jawab bersama.
Menurut dia, diperlukan sinergi dan kolaborasi dari semua pemangku kepentingan untuk mencapai keamanan siber yang optimal. "Untuk itu saya ajak kepada seluruh pihak untuk bersama-sama mendukung dan mendorong RUU Keamanan dan Ketahanan Siber untuk disahkan," katanya.
Baru-baru ini, Pusat Data Nasional atau PSN sementara yang dikelola Kementerian Komunikasi mengalami gangguan akibat serangan siber. Gangguan itu terjadi sejak 20 Juni 2024.
Peretasan terhadap PDN sementara itu mengakibatkan layanan digital Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak berfungsi. Selain itu, Layanan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di daerah juga mengalami gangguan, sehingga pemerintah daerah memperpanjang waktu pendaftaran.
Virus yang menyerang PDN sementara ini berupa serangan ransomware LockBit 3.0. Varian itu disebut mirip dengan yang menyerang data pelanggan Bank Syariah Indonesia (BSI) pada Mei tahun lalu.
Ransomware merupakan istilah yang mencakup jenis-jenis malware tertentu yang menyerang sistem data. Pelaku biasanya meminta sejumlah uang tebusan dan mengancam membobol atau menghapus data di web yang diretasnya.