Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bunuh Pasangan Di Blitar

Suroto yang menggorok sampai tewas istrinya, Kati, 21, dan mencoba bunuh diri, minta dihukum mati di pengadilan. Bermula dari percekcokan dengan mertuanya soal penjualan rumahnya.(krim)

23 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGADILAN Negeri Blitar, Jawa Timur, pekan silam ini menyeret Suroto ke kursi terdakwa dengan tuduhan berat: dengan sengaja dan berencana menghabisi nyawa istrinya, Kati, 21. Namun, pemuda berwajah dingin dan tak lulus SD ini menolak didampingi penasihat hukum. Bahkan, ketika Jaksa Karnadi selesai membacakan surat tuduhannya, ia minta hukuman mati segera dilaksanakan. Suroto tampaknya memang sudah enggan hidup. Sehabis menggorok leher istrinya, menjelang Lebaran silam, ia membeset lehernya sendiri dengan pisau dapur. Nyawanya dapat diselamatkan di rumah sakit Mardi Waluyo, Blitar, tapi tidak demikian halnya dengan istrinya. Wanita itu, yang di pacari Suroto selama 11 tahun dan baru dikawininya dua tahun lalu, tewas seketika. "Saya tidak tahu kenapa bunuh dia, saya pusing. Daripada diambil orang lain, lebih baik mati saja," kata Suroto sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Sebenarnya tidak ada laki-laki lain di antara mereka. Tapi, memang betul, sudah sebulan mereka tidak serumah: mereka di rumah ibunya masing-masing yang cuma berjarak 10 meter. Perpisahan ini merupakan ekor percekcokan antara Suroto dan ibu Kati, Juminem. Pasalnya, Suroto menjual rumah yang ditinggali bersama Kati, tapi istrinya yang montok itu tidak pernah diajak berunding, dan tidak diberi uangnya. Atas bujukan ibunya, Kati kembali ke rumah ibunya, rumah gedek ukuran 3 X 4 meter. Berkali-kali Suroto mengajak istrinya untuk kumpul kembali di rumah ibunya, tapi berkali-kali pula Kati menolaknya. Suroto menjadi kalap ketika Juminem menyuruhnya menceraikan Kati, arena wanita molek berkulit kuning langsat itu, katanya, akan dikawinkan lagi dengan pria pilihan mertuanya itu. Maka, ketika sekali lagi Kati menolak pulang, Suroto gelap mata: mencabut pisau dapur. Juminem mengakui, ia tidak akur dengan menantunya itu, "Sebab, dia suka bentak-bentak, kurang ajar. Setiap hari cekcok terus dengan istrinya atau dengan saya. Anaknya yang berumur tujuh bulan sakit, tapi tidak dibawa ke puskesmas, sampai ia meninggal," tutur Juminem.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus