Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Buyar Pesta di Kokan Permata

Polisi menggerebek pesta kaum gay di Jakarta Utara. Dituding melanggar hak asasi.

29 Mei 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERENGAH-engah setelah berlari melalui anak tangga ke lantai dua, pria itu menghentikan langkah Ajun Komisaris Besar Nasriadi. ¡±Pak, boleh bicara penting soal Atlantis,¡± kata Edobukan nama sebenarnyaketika Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara ini akan masuk ruang kerjanya.

Rabu pekan lalu, Edo datang ke kantor polisi untuk "curhat" soal penggerebekan Atlantis Gym. Tempo ikut mendengarkan cerita Edo. Namun ia meminta beberapa bagian cerita tak ditulis. "Saya termasuk pelanggan lama di sana," ujar Edo. "Makanya cukup tahu seluk-beluk tempat itu."

Dua hari sebelumnya, Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara menggerebek Atlantis Gym, yang terletak di kompleks rumah toko Kokan Permata, Kelapa Gading. Menurut Nasriadi, pusat kebugaran tersebut kerap digunakan untuk pesta seks kelompok gay.

Polisi menangkap 141 pria dalam penggerebekan tersebut. Polisi menuduh mereka sedang merayakan pesta seks bertajuk The Wild One. "Di lantai dua ada pertunjukan striptease dan lantai tiga tempat hubungan sesama jenis," kata Nasriadi.

Edo termasuk yang menghadiri pesta The Wild One. Ia mendatangi kantor polisi bukan untuk memprotes penggerebekan. Edo tak terima wajahnya ditayangkan sebuah media tanpa disamarkan. "Saya minta wajah saya diburamkan," ujar Edo.

Menempati dua unit ruko tiga lantai, Atlantis Gym berdiri sejak September 2013. Berada di Blok B, pusat kebugaran ini diapit kantor perusahaan logistik. Atlantis Gym, menurut polisi, terafiliasi dengan sebuah bar di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Bar itu juga ditengarai sebagai tempat kongko pria penyuka sesama jenis.

Edo mengaku nyaman berkunjung ke Atlantis Gym karena sejumlah alasan. "Keamanan, privasi, dan kebersihan ruangan jadi poin lebih di Atlantis," katanya. Pintu masuk, misalnya, hanya dibuka oleh resepsionis dari dalam untuk pengunjung yang mereka kenal.

Di lantai dasar, di samping meja penerima tamu, ada lorong menuju ruang loker dan tempat latihan kebugaran seluas 60 meter persegi. Di lantai dua seluas 150 meter persegi, ada fasilitas spa dan sauna. Ada juga kolam air hangat berarus alias whirlpool yang mengitari tiang gedung. Fasilitas tambahannya adalah "arena" untuk penari striptease. Sewaktu penggerebekan, di lantai inilah pertunjukan The Wild One digelar.

Di lantai tiga, ada 16 bilik dengan ukuran sekitar 4 meter persegi. Pelanggan Atlantis Gym menyebut bilik itu sebagai "dark room". Kamar-kamar itu, menurut Edo, biasa dipakai untuk berhubungan badan. Masih di lantai yang sama, manajemen Atlantis juga menyediakan layanan jacuzzi untuk tamu VIP.

Sejumlah petugas keamanan dan karyawan di kompleks ruko Kokan Permata menuturkan bahwa aktivitas Atlantis Gym selama ini sangat tertutup. Pegawai Atlantis tak pernah membaur dengan karyawan perusahaan lain, termasuk pada jam-jam istirahat dan makan siang.

Fathullah, karyawan perusahaan logistik di dekat Atlantis, misalnya, telah lama mencurigai gerak-gerik pengunjung pusat kebugaran itu. "Kami sering menemukan kondom di bak sampah," kata Fathullah. Namun dia tak menyangka tempat tersebut menjadi pesta kelompok gay.

Menurut Edo, manajemen Atlantis memang menerapkan peraturan ketat untuk karyawan di sana. Misalnya, petugas keamanan harus selalu berada di dalam gedung. Waktu makan siang karyawan pun dibatasi agar mereka cepat kembali.

Edo harus mendapat rekomendasi pelanggan lama ketika hendak menjadi anggota tetap Atlantis Gym dua tahun lalu. Kala itu, Edo sedang patah hati karena ditinggal calon istrinya. "Saya depresi sampai mau bunuh diri," kata pria 54 tahun ini. Ia menumpahkan kekesalannya di sebuah forum curhat dunia maya. "Lalu ada yang mengajak saya mencoba fitness di Atlantis, sampai akhirnya saya jadi anggota."

Bagi pengunjung baru, Atlantis Gym memungut bayaran Rp 150-165 ribu sekali masuk, bergantung pada hari kedatangannya. Tak ada uang bulanan yang harus dibayar anggota. Mereka mendapat harga khusus Rp 125 ribu sekali masuk. Diskon khusus juga berlaku bagi pengunjung berusia 17-25 tahun. Di Atlantis, kata Edo, pengunjung muda biasa disebut "popcorn".

Pria yang tinggal di kawasan Jakarta Utara ini juga bercerita bahwa Atlantis sering menggelar acara spesial. Setidaknya dalam satu bulan ada tiga pesta khusus. The Wild One yang digerebek polisi merupakan acara penutup bulan Mei. Dua acara serupa sebelumnya, Sweet Sensation, berlangsung pada 7 Mei dan Bukake pada 14 Mei lalu.

Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Dwiyono mengatakan manajemen Atlantis menyebarkan undangan pesta khusus melalui grup WhatsApp atau BlackBerry Messenger. "Mereka yang pernah datang dan tercatat nomornya pasti mendapat undangan," kata Dwiyono. "Kami memegang bukti undangannya."

Sebelum menggerebek, polisi hampir sebulan memata-matai Atlantis. Pengintaian, menurut Nasriadi, berawal dari laporan masyarakat pada awal April lalu. Polisi memutuskan penggerebekan setelah mendapat informasi akan ada pesta seks.

Sejak Senin sore itu, satu per satu pengunjung Atlantis berdatangan. Sekitar pukul 18.30, polisi memastikan pesta dimulai. Sejam kemudian, polisi merangsek masuk. "Sewaktu digerebek, mereka sudah telanjang," kata Nasriadi, menepis tudingan bahwa polisi yang menelanjangi pengunjung Atlantis. "Sewaktu kami bawa ke Polres, mereka sudah memakai baju lagi." Toh, yang beredar luas di media sosial adalah foto pengunjung Atlantis yang tanpa busana.

Polisi akhirnya mengizinkan pulang sebagian besar pengunjung Atlantis. Polisi hanya menetapkan sepuluh orang sebagai tersangka. Empat tersangka merupakan pengelola Atlantis Gym. Di antaranya Christian Daniel Kaihatu, pemilik tempat usaha. Adapun tiga orang lainnya bekerja sebagai resepsionis dan kasir.

Polisi membidik keempatnya dengan Pasal 30 dan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Ancaman hukumannya maksimal enam tahun penjara dan denda Rp 3 miliar. Menurut Nasriadi, keempat tersangka dijerat pasal itu karena menyediakan tempat hiburan berbau porno.

Empat tersangka lain adalah penari telanjang yang malam itu tampil. Sedangkan dua orang sisanya adalah pelanggan yang berhubungan badan dengan penari telanjang di atas panggung. Keenam orang ini disangka dengan Pasal 36 dan Pasal 10 Undang-Undang Pornografi. Mereka diancam penjara maksimal sepuluh tahun dan denda Rp 5 miliar. Polisi menyebut keenam orang ini mempertontonkan ketelanjangan dan eksploitasi seksual di depan "umum".

Penggerebekan oleh polisi, serta penyebaran foto telanjang pengunjung Atlantis Gym, mendapat kecaman dari Koalisi Advokasi untuk Tindak Kekerasan terhadap Kelompok Minoritas Identitas dan Seksual. Anggota Koalisi yang juga pengacara publik LBH Jakarta, Pratiwi Febry, mengatakan pasal yang digunakan polisi salah sasaran. Menurut dia, pesta di Atlantis berlangsung di ruang tertutup. Undangan pun hanya disebar ke komunitas terbatas. "Unsur ’umum’ dalam Undang-Undang Pornografi seharusnya gugur," kata Pratiwi.

Pratiwi menambahkan, beberapa pasal dalam Undang-Undang Pornografi tidak memiliki definisi yang jelas. Karena itu, undang-undang tersebut rawan disalahgunakan untuk menindas kelompok minoritas seperti kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Koalisi juga mengecam penyebaran foto saat penggerebekan, khususnya foto pengunjung tanpa busana. Menurut Pratiwi, hal tersebut merupakan pelanggaran privasi dan hak asasi manusia. "Polisi harus bertanggung jawab atas penyebaran foto tersebut," ujarnya.

Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian juga memerintahkan pengusutan atas penyebaran foto tersebut. "Saya perintahkan Divisi Profesi dan Pengamanan Polda Metro Jaya untuk mengusut penyebaran foto itu," kata Tito dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa pekan lalu.

Syailendra Persada, Egi Adyatma, Friski Riana, Arkhealus Wisnu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus