Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Celah Suap Bukti Permulaan

Seorang pejabat pajak tertangkap tangan menerima suap dari seorang pengusaha. Diduga mengakali celah aturan pengampunan pajak.

28 November 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TRANSAKSI suap pada Senin pekan lalu berlangsung cepat. Sekitar pukul 20.00, Kepala Subdirektorat Bukti Permulaan Pajak Handang Soekarno tiba di apartemen Spring Hills, Kemayoran, Jakarta Pusat. Sementara itu, pengusaha Rajesh Rajamohan Nair menunggu di salah satu unit apartemen. Lima belas menit kemudian, Handang meninggalkan apartemen itu.

Tim Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengintai tempat itu sejak sore tak membuang kesempatan. Mereka mencegat tunggangan Handang, Honda Civic berkelir hitam. Si sopir yang juga ajudan Handang tak melawan. "Dari tangan Handang, KPK menyita uang US$ 145.500," kata Ketua KPK Agus Rahardjo, Selasa pekan lalu. Menurut Agus, suap sekitar Rp 1,9 miliar itu baru "uang muka".

Setelah menangkap Handang, penyidik KPK segera mencokok Rajesh di kediamannya. Rajesh, Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia, diduga menyogok Handang untuk menghapus tagihan pajak perusahaan sebesar Rp 78 miliar. Handang dan Rajesh kini berstatus tersangka.

Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Handang awalnya akan menerima suap Rp 7,8 miliar, sepuluh persen dari tagihan pajak perusahaan. "Akhirnya mereka sepakat Rp 6 miliar," kata Basaria.

Tawar-menawar tarif suap itulah yang membuat KPK curiga bahwa sebelumnya Handang pernah menerima sogokan lain. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan Handang hanya pintu masuk dalam rangkaian suap ini. "Dia itu pintu pemeriksaan pajak. Tapi dia hanya satu dari seluruh proses," katanya.

l l l

Penangkapan Handang dan Rajesh merupakan tindak lanjut atas hasil investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Handang masuk radar Inspektorat karena ada laporan dari wajib pajak. Inspektorat kemudian meneruskan temuannya ke KPK. Selanjutnya, tim KPK yang memantau gerak-gerik Handang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membenarkan kerja sama Inspektorat Jenderal Keuangan dengan KPK dalam penangkapan Handang. Selain mengantongi nama Handang, kata dia, Inspektorat mengantongi nama-nama anggota staf dan pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang dicurigai tersangkut dalam praktek suap dan korupsi.

Menurut Sri Mulyani, Inspektorat sudah membidik Handang selama beberapa bulan terakhir. "Kami punya profil aparat yang memiliki tingkah laku atau kecenderungan yang mencurigakan," kata Sri Mulyani, Rabu pekan lalu.

Handang baru tiga bulan menjabat Kepala Subdirektorat Pemeriksaan Bukti Permulaan. Tugas subdirektorat ini antara lain menentukan bermasalah atau tidaknya wajib pajak, baik perorangan maupun perusahaan. Jika menemukan indikasi penyelewengan, Handang dan timnya bisa menyeret wajib pajak ke jalur pidana.

Peran subdirektorat yang dipimpin Handang semakin penting sejak pemerintah menjalankan program pengampunan pajak (tax amnesty) pada Juli lalu. Handang dan timnya juga bisa merekomendasikan apakah wajib pajak bisa ikut tax amnesty atau tidak. Namun Sri Mulyani enggan mengkonfirmasi soal ini. "Saya tidak bisa berkomentar apakah ini terkait dengan tax amnesty atau bukan," kata Sri Mulyani. "Menurut undang-undang, pemohon pengampunan pajak harus dilindungi."

Tommy Singh, pengacara Rajesh Rajamohan, membeberkan bagaimana Handang "mengerjai" kliennya. Menurut Tommy, Rajesh dua kali mengajukan pengampunan pajak pada Agustus dan September lalu. Namun Handang justru "menghalang-halangi" pengajuan tax amnesty tersebut.

Bersama dua temannya, Handang beberapa kali menemui Rajesh. Mereka menyebutkan Rajesh tak bisa mengikuti pengampunan pajak. "Mereka selalu bilang, 'Kami menolak tax amnesty ini. Kami juga akan bertemu dengan Menteri Keuangan untuk menolak'," ujar Tommy menirukan cerita kliennya.

Menurut Tommy, Handang juga menakut-nakuti bahwa Rajesh bisa menjadi tersangka. Alasan Handang, nilai pajak yang dilaporkan Rajesh—yang bergerak di bidang usaha ekspor tekstil serta produk sayur dan buah—berbeda dengan data milik dia. "Klien saya ini korban. Dia diperas oleh petugas pajak," kata Tommy.

Tim KPK menggeledah ruang kerja dan tempat kos Handang di belakang kantor Direktorat Jenderal Pajak, Selasa dan Rabu pekan lalu. Dari penggeledahan tersebut, menurut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, penyidik menemukan indikasi kuat keterlibatan atasan Handang. "Kalau tidak didalami peran atasan dia, tidak adil," kata Saut.

Dalam waktu dekat, KPK berencana memeriksa Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi sebagai saksi. Tempo berusaha meminta konfirmasi kepada Ken. Dari sejumlah pertanyaan yang diajukan, termasuk soal rencana pemeriksaan dia, Ken hanya menjawab soal hilangnya nama Handang dari basis data pegawai pajak. "Sebab, dia diberhentikan sementara," kata Ken melalui pesan WhatsApp. Database tersebut memuat riwayat hidup sehingga kariernya bisa dilacak lengkap dengan hubungan atasan dan bawahannya.

Profil kekayaan Handang juga hanya bisa terlacak sampai Februari 2014. Dalam laporan harta kekayaan pejabat negara di KPK, total harta Handang pada tahun itu sebesar Rp 2,59 miliar. Nilai itu sedikit meningkat dibanding catatan harta Handang per 31 Desember 2010, senilai Rp 2,39 miliar.

Handang antara lain mencantumkan harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan senilai Rp 1,69 miliar yang berlokasi di Jakarta dan Semarang. Kemudian ada mobil Honda Civic keluaran 2006 seharga Rp 170 juta dan 2.000 pohon jati senilai Rp 400 juta.

Dalam laporan hartanya, Handang juga mencatatkan usaha dagang benda bersejarah berupa 60 bilah keris, yang pada Desember 2010 ditaksir bernilai Rp 100 juta. Tapi, pada Februari 2014, aset tersebut dihapus dengan alasan "bencana alam/kerusuhan".

Handang juga mengoleksi batu mulia yang diperkirakan bernilai Rp 22 juta. Koleksi lain adalah surat berharga senilai Rp 40 juta serta giro dan setara kas lainnya sebesar Rp 111 juta.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo mengatakan, dalam sistem pengampunan pajak, ada celah yang rawan diterabas oleh pegawai pajak seperti Handang. Celahnya terletak pada verifikasi pajak terutang yang dilakukan petugas pajak. Pada proses verifikasi itu, petugas pajak bisa menekan dan melakukan tawar-menawar dengan wajib pajak. "Seharusnya proses ini dilakukan pihak ketiga yang netral," kata Yustinus.

Inspektorat Jenderal masih melakukan pemeriksaan internal untuk menelisik keterlibatan pegawai atau pejabat pajak selain Handang. Sri Mulyani berjanji merombak Direktorat Pajak jika terbukti ada aparat lain yang tersangkut dalam kasus Handang. Unit kerja yang berkaitan dengan kasus ini, menurut Sri Mulyani, juga akan dievaluasi.

Syailendra Persada, Linda Trianita, Rezki Alvionitasari, Putri Adityo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus