Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGUSUTAN dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penggarapan proyek yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Nganjuk segera memasuki babak baru. Pada gelar perkara terakhir, tiga pekan lalu, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi hanya memberikan satu pekerjaan rumah untuk tim penyelidik. "Kami minta satu kali lagi pendalaman, menambah bukti-bukti," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif, Rabu pekan lalu.
Tim penyelidik KPK sudah mengantongi data aliran dana dan keterangan para terperiksa. Penyelidik juga sudah meminta keterangan Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Taufiqurrahman, pada 25 Agustus lalu. Menurut Syarif, komisi antikorupsi mencium indikasi bahwa Taufiq menerima gratifikasi selama periode 2009-2015. Dalam kurun tersebut, menurut penelisikan tim KPK, isi rekening bank Taufiq melonjak fantastis.
"Setelah menjabat bupati, uangnya naik 200 persen," ujar Syarif. Saldo rekening Taufiq tercatat pernah menyentuh angka Rp 30 miliar. Taufiq terpilih sebagai Bupati Nganjuk selama dua periode, sejak 2008 hingga sekarang.
Tim KPK juga menemukan rekening jumbo atas nama istri Taufiq, Ita Triwibawati. Pundi-pundi Ita, yang menjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Jombang, Jawa Timur, bahkan lebih besar. Nilainya mencapai Rp 80 miliar. Duit menumpuk di tiga rekening. Untuk menelusuri dana yang keluar-masuk rekening Taufiq dan istrinya, KPK meminta bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Menurut Syarif, duit tersebut memang belum tentu berasal dari perbuatan lancung. Soalnya, Taufiq berlatar belakang pengusaha konstruksi. Namun komisi antikorupsi masih penasaran bagaimana Taufiq dan istrinya bisa mengumpulkan duit sebanyak itu. Karena itulah tim KPK menelusuri proyek-proyek yang dikerjakan perusahaan milik pasangan suami-istri pejabat tersebut.
Berdasarkan penelusuran penyelidik KPK, Taufiq memiliki sekitar 10 perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas dan firma. Salah satunya PT Sinar Abadi Citra Sarana. Perusahaan milik politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini kebanyakan menggunakan nama anaknya. Ada pula yang diurus karyawan sekaligus keluarganya. "Kebanyakan atas nama orang kepercayaan dia," kata seorang pemeriksa Taufiq di KPK.
Perusahaan-perusahaan itu langganan mendapat proyek yang dibiayai APBD Kabupaten Jombang dan Kabupaten Nganjuk. Proyeknya memang tidak berskala besar. Misalnya pemeliharaan sejumlah ruas jalan dan jembatan di Jombang dan Nganjuk. Tapi jumlah proyeknya banyak.
Perusahaan Taufiq, berdasarkan pelacakan tim KPK, sering mendominasi lelang proyek tambal-menambal jalan itu. "Mereka hanya sesekali memberi kesempatan perusahaan lain," ujar seorang pemeriksa. Itu pun perusahaan lain harus membeli aspal panas (hotmix) ke perusahaan Taufiq. "Kayak dimonopoli."
Seorang kontraktor, Zaki, mengaku kerap bekerja sama dengan perusahaan Taufiq untuk menggarap proyek pemerintah. Beberapa kali nama perusahaannya dipinjam untuk melengkapi syarat administrasi pengajuan lelang tender. "Itu benar," kata Zaki saat dihubungi. Namun pemilik Hotel Nirwana, Nganjuk, itu mengaku sedang berada di luar kota. Ia tak bisa menemui Tempo untuk menjelaskan ihwal sepak terjang perusahaan keluarga Taufiq.
Selain menemukan jejak kerabat Taufiq di banyak perusahaan, tim investigator KPK menemukan pola aliran dana. Setelah mendapat pembayaran dari kas daerah, uang dari rekening perusahaan langsung mengalir ke rekening Taufiq atau Ita. Duit ditarik dan disetor oleh orang-orang kepercayaan mereka, antara lain berinisial DS dan LH—KPK belum mengumumkan nama terang kedua orang ini.
Seorang investigator KPK mencontohkan, satu perusahaan Taufiq mendapat proyek pemeliharaan jalan di Kabupaten Jombang sebesar Rp 120 juta. Dari kas daerah, duit ditransfer ke rekening perusahaan. Tak berselang lama, DS menarik uang sekitar Rp 100 juta, lalu disetor ke rekening Ita. "Kebanyakan uang disetor lagi ke rekening sang istri," ujar investigator itu.
Meski kisaran proyeknya hanya ratusan juta rupiah, akumulasi uang yang masuk rekening perusahaan Taufiq menggunung juga. Pada 2009-2014, total duit dari dinas bina marga yang masuk ke perusahaan milik Taufiq lebih dari Rp 50 miliar. Pada periode yang sama, ada setoran sekitar Rp 60 miliar dari perusahaan lain yang mendapat proyek di Jombang, Nganjuk, atau Kediri. Sebagian uang, sekitar Rp 900 juta, juga masuk ke rekening bank DS. Ketika diperiksa penyelidik KPK, Taufiq dan anak buahnya kompak beralasan bahwa fulus itu keluar-masuk rekening untuk urusan jual-beli aspal.
Harta Taufiq pun terus membengkak. Pada 2014, Taufiq melaporkan kekayaan sekitar Rp 21 miliar ke KPK. Dia antara lain melaporkan 70 bidang tanah, 38 mobil, dan 7 sepeda motor. Angka ini naik Rp 6 miliar dari laporan pada 2008. Tiga kali melaporkan harta ke KPK, Taufiq tak pernah mencantumkan satu pun perusahaan milik dia.
Pekan lalu, Tempo menelusuri salah satu kantor perusahaan Taufiq, PT Sinar Abadi Citra Sarana. Berdasarkan catatan portal Layanan Pengadaan Secara Elektronik, perusahaan itu tercatat berkantor di Desa Diwek, Gang 2 Nomor 25, Jombang. Ketika Tempo mengunjungi alamat tersebut, Senin pekan lalu, tak ada plang penanda kantor perusahaan. Yang ada rumah sekitar 300 meter persegi dengan tiga mobil terparkir di garasi.
Seorang asisten rumah tangga yang menemui Tempo mengatakan rumah itu milik ibu Taufiq. Ketika ditanyai soal perusahaan, dia mengaku tak tahu. "Di sini tak ada kantor. Coba langsung ke rumah Bapak saja," ucapnya.
Tempo lantas bertandang ke kediaman Taufiq di Jalan KH Hasyim Asy'ari, Nomor 99, Mojosongo, Jombang. Jaraknya sekitar 4 kilometer dari tempat tinggal sang ibu. Tempo masuk melewati pintu pagar hitam yang sedikit terbuka. Letak bangunan utama menjorok ke dalam sekitar 500 meter dari gerbang. Di sisi kiri halaman, berdiri rumah joglo tanpa dinding. Sedangkan di sebelah kanan terdapat bangunan permanen bercat putih-abu-abu.
Pada tembok bangunan ukuran 6 x 8 meter itu menggantung kertas putih berpigura dengan tulisan "PT Sinar Abadi Citra Sarana". Di dalam, dua perempuan dan seorang laki-laki duduk di meja kerja masing-masing. Seorang perempuan mengatakan Taufiq tak ada di rumah. "Kami tak tahu kapan Bapak pulang," ujar perempuan yang tak menyebutkan namanya itu. Selebihnya, ketiga pegawai itu irit bicara.
Ditemui seusai rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jombang, Senin pekan lalu, Ita Triwibawati mengatakan PT Sinar Abadi Citra Sarana bukan perusahaan suaminya. "Direkturnya memang adik Pak Taufiq," kata Ita. Ita menolak berkomentar ketika ditanya ihwal perusahaan suaminya yang kerap mendapat proyek pemerintah daerah. "Saya sebagai apa, kok ditanya soal itu?" ujar perempuan yang biasa disapa Bunda Ita itu. Ketika dimintai konfirmasi bahwa rekening dia kerap mendapat setoran dari DS, Ita memilih bungkam. Ia langsung pergi menuju mobil yang terparkir di lobi gedung DPRD.
Taufiq sejauh ini belum bisa ditemui. Ketika Tempo mendatangi kantor Pemerintah Kabupaten Nganjuk, Kamis dua pekan lalu, Taufiq sedang memimpin rapat penyusunan anggaran 2017. Tempo memohon kesempatan wawancara melalui ajudan bupati. Sang ajudan meminta menunggu hingga rapat selesai. Tiga jam berselang, Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Nganjuk Abdul Wakid menemui Tempo. "Saya dulu kabag humas di sini," kata Wakid membuka obrolan. Tanpa ditanya, Wakid mengaku sebagai orang dekat Taufiqurrahman. "Beliau mempercayakan saya untuk menjawab pertanyaan Anda," ujarnya.
Wakid membenarkan kabar bahwa Bupati Taufiq memiliki 10 perusahaan yang kerap menggarap proyek pemerintah di Nganjuk dan Jombang. Salah satunya perusahaan yang memproduksi aspal. Namun, menurut Wakid, Taufiq tak mengelola langsung perusahaannya. Sang Bupati mempercayakan urusan perusahaan kepada anak dan kerabatnya. Wakid juga memastikan perusahaan itu mendapat proyek setelah mengikuti tender sesuai dengan prosedur.
Linda Trianita, Hari Tri Wasono (Nganjuk)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo