Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Infrastruktur
Kurang Dana Tol Trans Sumatera
PEMERINTAH berharap mendapatkan pinjaman dari Cina untuk membangun tiga ruas jalan tol Trans Sumatera sepanjang 805 kilometer. Kepala Bidang Investasi Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Sudiro Roy mengatakan pihaknya sedang merinci kebutuhan dana yang dibutuhkan untuk membangun jalan tol Medan-Banda Aceh (470 kilometer), Pekanbaru-Padang (240 km), dan Tebing Tinggi-Parapat (95 km). "Bisa sekitar Rp 100 triliun," katanya Senin pekan lalu.
Selain pinjaman dari Cina, pemerintah mengupayakan pendanaan dari penyertaan modal negara, aksi korporasi, dan pinjaman pihak ketiga lainnya. Aksi korporasi mengandalkan tiga badan usaha milik negara yang akan menggarap jalan tol Trans Sumatera, yaitu PT Hutama Karya, PT Jasa Marga Tbk, dan PT Waskita Karya Tbk.
Keuangan
Ramai Isu Penarikan Uang Massal
MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai ajakan penarikan uang di perbankan secara massal bisa membuat situasi perekonomian memburuk dan mengancam kepentingan masyarakat. "Kalau situasi tidak baik terjadi, yang paling merugi dan terkena lebih dulu adalah masyarakat miskin," katanya. Kabar penarikan uang di perbankan secara massal menguat di media sosial. Beberapa akun di media sosial terang-terangan mengajak masyarakat melakukan penarikan uang serentak pada Jumat pekan lalu.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan keamanan dana masyarakat dalam sistem perbankan dijamin dan dijaga pemerintah. Namun peran masyarakat diperlukan untuk tidak merusak institusi perekonomian. "Ini adalah tanggung jawab bersama," ujarnya.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Kepolisian RI Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan ada sekitar 70 akun Facebook dan Twitter yang tercatat menyebarluaskan isu tersebut. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan polisi membidik empat-lima orang yang terindikasi menyebarkan isu ini setelah penyidik menggelar uji laboratorium forensik.
Energi
Margin untuk Penyalur Daerah Terpencil
WAKIL Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Ahmad Bambang mengatakan perusahaannya siap memberikan margin lebih tinggi untuk penyalur bahan bakar minyak bersubsidi di daerah terpencil. Langkah ini diperlukan agar perintah Presiden Joko Widodo menyatukan harga BBM bersubsidi di seluruh Nusantara terwujud. "Konsekuensinya, penerimaan Pertamina bakal merosot," katanya Selasa pekan lalu.
Pemberian margin lebih tinggi ini agar agen penyalur berkomitmen menjual harga BBM bersubsidi sesuai dengan patokan pemerintah. Indikasi harga BBM bersubsidi di daerah terpencil bisa melonjak tinggi setelah Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencium gelagat agen penyalur tidak resmi menjual mahal harga BBM bersubsidi.
Kepala BPH Migas Andy Noorsaman meminta pemerintah daerah mengawasi penyaluran BBM bersubsidi dan mencatat agen penyalur tidak resmi. Andy juga meminta pemerintah daerah menerbitkan aturan mematok harga eceran tertinggi BBM untuk mengontrol harga.
Pelayanan Publik
Pendapatan BLU Tumbuh
PRESIDEN Joko Widodo meminta badan layanan umum (BLU) membenahi pelayanan publik agar bisa bersaing dengan swasta. Pelayanan instansi pemerintah identik dengan kurang cepat dan berbelit-belit. "Ini persepsi, tapi banyak benarnya," kata Jokowi dalam Rapat Koordinasi BLU di Jakarta, Selasa pekan lalu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan terdapat 182 BLU di 22 kementerian dan lembaga selama satu dekade terakhir. BLU ini didominasi rumah sakit dan institusi pendidikan, seperti Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Pendapatan BLU terus meningkat hingga 20 persen setiap bulan. Pada 2015, pendapatan BLU mencapai Rp 35,3 triliun. Sri Mulyani menargetkan pendapatan BLU mencapai Rp 73 triliun pada 2019. Adapun total aset BLU mencapai Rp 377 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo