Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran angkat bicara soal kondisi pendidikan klinik yang ia jalani. Dalam wawancara dengan Tempo pada Ahad,13 April 2025, ia membeberkan praktik kerja berlebihan, kekerasan verbal, hingga pelimpahan tugas medis yang bukan tanggung jawabnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia mengaku bekerja tanpa pengawasan selama menjadi dokter residen di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Ia menyebut pernah menjalani kerja hingga dua hari berturut-turut tanpa tidur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia juga menyoroti pembagian tugas yang tidak sesuai standar. “Saya sering dipaksa melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan perawat, karena perawatnya tidak ada atau disuruh ngerjain hal lain,” katanya.
Minimnya supervisi dokter spesialis juga memperbesar risiko. Padahal seharusnya, seorang dokter residen diawasi oleh konsulen dalam menangani pasien untuk mencegah tindakan malpraktik dan kesalahan medis maupun etika.
Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Unpad Zahrotur Rusyda Hinduan, tak menampik adanya kemungkinan pelanggaran dalam sistem pendidikan PPDS. “Kami sudah ketemu dengan mahasiswa PPDS, evaluasi bersama Direktur RSHS. Kami beri alamat email untuk mereka melapor. Dan memang sudah ada yang kirim,” ujar Rossie kepada Tempo saat dihubungi Kamis, 17 April 2025.
Rossie mengatakan Unpad kini mengevaluasi seluruh sistem pendidikan dokter spesialis, termasuk kurikulum, jam kerja, dan mekanisme supervisi. “Kami sedang lihat dari awal sampai akhir. Mana yang jadi celah. Bullying yang tidak terkait pengembangan attitude atau karakter, kami tiadakan,” ucapnya.
Ia menambahkan, data internal Unpad menunjukkan jam kerja mahasiswa PPDS rata-rata 13 jam per hari atau 80 jam per minggu. “Kalau ada yang lebih, mungkin karena harus mendampingi pasien lima jam setelah operasi. Itu bagian dari prosedur.”
Ketua Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), Arianti Anaya, menyebut telah menerima sejumlah keluhan dari residen soal beban kerja berlebihan. “Misalnya jaga malam, besoknya jaga malam lagi. Dua hari nggak tidur. Itu bisa ganggu kesehatan mental,” ujar Arianti saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis.
Namun KKI belum bisa melakukan audit langsung karena wewenang berada di Kementerian Kesehatan dan institusi pendidikan. “Kalau sudah jadi dokter, itu ranah kami. Tapi kalau masih residen, itu di institusi dan rumah sakit pendidikan,” ujarnya.
Arianti menegaskan belum ada laporan resmi dari dokter profesional ihwal gangguan mental akibat sistem kerja. Namun ia mendukung adanya pemantauan rutin agar kondisi kerja tidak membahayakan pasien dan tenaga medis.
Pilihan Editor: Unpad soal Dugaan Kekerasan di PPDS: Mengajarkan Disiplin Mungkin Tidak Menyenangkan
Catatan redaksi: Beberapa bagian dari laporan ini telah kami perbaiki pada Sabtu, 19 April, 2025 pukul 20.19 WIB.