Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus perundungan atau bullying dokter masih menjadi salah satu pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan pemerintah. Perundungan ini kerap dialami oleh dokter residen oleh dokter senior saat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi itu, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Moh. Adib Khumaidi mengatakan kasus bullying dokter itu bisa dicegah salah satunya dengan penekanan biaya pendidikan spesialis. "Kalau IDI, salah satu solusi yang paling utama adalah di dalam pendidikan spesialis, bagaimana kita bisa menekan pembiayaan di pendidikan spesialis, kalau perlu juga digratiskan oleh pemerintah," kata dia, Sabtu, 22 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan begitu, kata Adib, tidak ada pembebanan biaya yang terjadi kepada para dokter residen yang menjalani pendidikan spesialis.
Umumnya, biaya untuk pendidikan spesialis berkisar Rp 13-20 juta per semester. Para dokter residen juga harus memenuhi kebutuhan harian lain di luar biaya itu.
Selain itu, Adib menekankan bahwa setiap institusi pendidikan dokter dan dokter spesialis harus memiliki saluran siaga (hotline) untuk laporan perundungan. Saluran itu semestinya terakses langsung kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai pengelola pendidikan, Kementerian Kesehatan dan pada dekan di setiap fakultas kedokteran.
"IDI juga siap menjadi hotline untuk menerima informasi-informasi jika ada hal yang berkaitan dengan perundungan dokter,” kata Adib.
Curhat dokter residen
Kasus perundungan dokter ini juga terungkap di media sosial. Terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh dokter senior kepada dokter peserta pendidikan kedokteran spesialis di salah satu rumah sakit Kemenkes.
Setelah dilakukan interview, korban mengalami stres karena mendapatkan tekanan pekerjaan yang tidak berhubungan dengan kedokteran. Dalam laman resmi Kemenkes, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan sejumlah kasus perundungan yang pernah ia terima laporannya di antaranya, ada kelompok di mana peserta didik ini diperlakukan sebagai asisten, sekretaris hingga pembantu pribadi.
Para korban diperintah mengantarkan cucian ke laundry, bayar laundry, hingga antar jemput anak dokter senior. Bahkan di antara para korban ada yang diminta mengeluarkan biaya hingga puluhan juta untuk kepentingan pribadi oknum dokter spesialis.
Menurut Budi, praktik perundungan terhadap dokter residen sudah puluhan tahun tidak pernah berani diungkapkan. Umumnya korban memilih bungkam sebab berkaitan dengan pengaruh dokter senior sebagai penentu kebijakan kelulusan lewat pemberian nilai.
Perundungan dokter menjadi perhatian
“Hari ini kami sedang ada pertemuan di Singapura, karena ini sudah menjadi perhatian bersama. Tahun lalu juga sudah ada Deklarasi Penghapusan Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Tenaga Kesehatan," kata Adib.
Untuk mencegah perundungan, IDI juga telah membuat Fatwa Majelis Kehormatan Etik Kedokteran pada lingkup profesi kedokteran yang dikeluarkan pada 1 Maret 2022. Fatwa itu sudah disosialisasikan serta ditindaklanjuti bersama institusi pendidikan.
“Kita harus samakan persepsi dulu terkait apa yang dimaksud perundungan, dan mana yang menjadi berpotensi menjadi kriminal, kalau sudah menyangkut kekerasan fisik, penyalahgunaan uang, dan pelecehan seksual itu sudah kriminal,” kata Adib.
Kementerian Kesehatan juga telah menerbitkan Instruksi Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.01/Menkes/1512/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan Terhadap Peserta Didik Pada Rumah Sakit Pendidikan Pemerintah. "Kami memutuskan untuk semua rumah sakit (RS) vertikal di Kemenkes RI yang juga merupakan RS pendidikan besar, disiplin untuk memutus praktik perundungan pada program pendidikan spesialis kedokteran. Akan kami jalankan secara tegas dan keras," kata Menkes Budi Gunadi.
Kemenkes juga meluncurkan dua akses pelaporan praktik perundungan untuk memberikan perlindungan kepada korban. Akses pertama melalui nomor aduan 0812-9979-9777 atau melalui website www.perundungan.kemkes.go.id, untuk memutus rantai perundungan terhadap dokter residen.