Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa empat orang tewas usai melompat dari lantai 21 salah satu apartemen di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Sabtu, 9 Maret 2024, menggegerkan khalayak ramai. Empat orang yang disebut masih satu keluarga ini tewas seketika dengan dugaan posisi tangan terikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski Kepolisian Sektor Penjaringan telah membeberkan kronologi dari peristiwa itu, Tempo berupaya menggali cerita dari penghuni apartemen, pedagang, hingga penjaga klenteng yang berada di pucuk gedung apartemen itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cerita Polisi
Kapolsek Penjaringan, Jakarta Utara, Komisaris Agus Ady Wijaya membeberkan kronologi empat orang yang diduga melompat dari lantai 21 salah satu apartemen. Agus menjelaskan momen terakhir empat korban yang diduga masih satu keluarga ini terekam kamera pengawas. Kamera CCTV merekam mulai dari para korban tiba di apartemen hingga naik ke rooftop.
Agus menyebut keempat korban yang melompat ini, yaitu EA, 50 tahun; AEL, 52 tahun; JWA, usia belum diketahui; dan JL, 15 tahun. Menurut Agus, sekitar pukul 16.02 WIB para korban mendatangi apartemen menggunakan mobil Grand Max warna silver bernomor polisi B 2972 PEQ.
"Dan masuk ke apartemen," kata Agus kepada wartawan di depan aparteman, Sabtu malam, 9 Maret 2024.
Pada pukul 16.04 WIB, para korban masuk dalam lift. Terekam EA mencium kening AEL, JWA, dan JL. "Setelah mencium keningnya pihak AWL termonitor mengumpulkan ponsel-ponsel di tasnya. Lalu naik ke atas," kata dia.
Berikutnya pada pukul 16.05 keempat korban tampak keluar dari lift lantai 21. Kemudian mereka melintas melewati tangga darurat, dan naik ke anjungan apartemen. "Kemudian pada pukul 16.21 WIB para korban jatuh bersamaan di depan mobil," ucap Agus.
Kejadian ini pertama kali diketahui oleh saksi berinisial DF. Menurut Agus, DF sedang berjaga di depan pintu masuk apartemen yang terletak di Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara itu.
Saat DF bertugas di depan lobi, dia mendengar benturan keras di depan bangunan itu. "Pada saat menoleh, ternyata ada empat mayat langsung tergeletak di depan lobi," kata Agus
Cerita Penjaga Klenteng Apartemen
Penjaga Klenteng di pucuk gedung apartemen, A Kong, mengatakan keempat korban itu datang sore. Seorang ibu langsung berdiri menghadap tempat ibadah. "Saya suruh ambil hio, dia tak mau. Dia pakai tangan," kata pria 70 tahun itu yang mengaku sudah sepuluh tahun menjaga tempat ibadah itu.
Dari satu tempat ibadah yang berada di bangunan A Kong berjaga, perempuan itu pindah ke bangunan sebelah. "Dia berdoa sendiri," tutur A Kong. Saat perempuan itu berdoa, A Kong hanya duduk menonton televisi.
Sebelum beranjak dari tempat berdoa. Keluarga ini, menurut A Kong, sempat menaruh uang Rp 50 ribu di kotak amal. "Yang anak perempuan ambil uang untuk sumbang di kotak amal," tutur A Kong, saat ditanya siapa yang menaruh uang tersebut.
Dia bercerita bahwa keempat orang ini naik membawa tas. Tas itu ditaruh di kursi kayu berukuran panjang. Kursi ini berada di ujung tangga darurat, tepat di antara pintu kiri dan kanan. Jika berjalan ke kiri dari ujung tangga ini, akan bertemu tempat yang dijaga A Kong.
Sementara area lain dari pintu sebelah kanan, terdapat area kosong, berumput. Di situ ada tempat dupa dan sebuah patung naga. Area ini sudah dipagari pita kuning-hitam atau garis polisi. A Kong yang berdiri dari pintu ini menunjuk titik tempat orang yang diduga jatuh.
Posisi ujung tembok ini setinggi dada. Beberapa meter dari patung naga atau sisi kanan dupa, diduga menjadi tempat keempat korban itu terjatuh. "Tempatnya di situ," kata A Kong. Dia mengaku tak tahu peristiwa orang itu ke area tersebut. Dia baru tahu ada orang jatuh dari tempat itu setelah didatangi anggota satuan pengamanan.
Cerita Penghuni Apartemen
Salah satu penghuni apartemen, Arif, mengaku kenal dengan keluarga ini. Mereka adalah pasangan suami istri dengan dua anak. Arif menyebut keluarga ini meninggalkan apartemen sudah setahun lalu.
Arif mengaku telah mengenal dengan keluarga ini sejak 2017. Namun, pertemuan terakhir Arif dengan keluarga ini terjadi sekitar 2023.
"Saya kenal, tetapi jarang bicara. Paling tegur biasa saja. Terakhir sekitar Covid-19, dia bilang mau pindah ke Solo," kata Arif.
Tak hanya itu, Arif menyebut dirinya sempat memberikan uang untuk membantu keluarga ini. Ketika itu, Arif memberi duit sekitar Rp 3 juta.
Cerita Pedagang di Kawasan Apartemen
Zulaeha, pedagang minuman, tiba-tiba berlari dari toilet untuk menuju lokasi empat orang diduga melompat dari lantai 21 di salah satu apartemen di Penjaringan, Jakarta Utara. Dia terkejut saat mendengar bunyi benda menumbuk dinding. "Soalnya getaran di pintu besar banget," tutur Zulaeha, Sabtu malam, 9 Maret 2024.
Zulaeha merupakan penjual minuman di kedai Es Teh Indonesia. Bilik kedai ini berada di lantai dasar dan di sisi kanan pintu masuk apartemen. "Saya cuma tahu bapaknya sama anaknya," ujar dia, yang mengaku mengetahui empat korban itu sekeluarga.
Dia kemudian mengetahui bunyi dan getaran itu berasal empat orang yang diduga melompat dari anjungan apartemen tersebut. Keempat orang itu seketika meninggal di tempat.
Ketika itu, Zulaeha enggan mendekati empat korban yang tergeletak beberapa meter dari pintu kedainya. Para pembeli yang menunggu di kedai itu berhamburan keluar. "Saya enggak keluar, saya takut," tutur Zulaeha, yang baru dua bulan bekerja di kedai ini.
Perempuan 24 tahun ini bercerita, kabarnya keempat orang itu keluarga. Mereka penghuni apartemen ini. Namun sudah lama mereka tak tinggal di tempat itu karena pindah sekitar dua tahun lalu. Mereka baru kembali setelah lama tak terlihat tinggal di apartemen. "Enggak tahu mereka kunjungi siapa," katanya.
Zulaeha hanya mendengar keempat orang yang meninggal itu dengan tangan terikat. Namun tali di tangan terlepas setelah mereka jatuh dari anjungan apartemen tersebut. "Katanya saling ikat tangan gitu. Jadi lompat bareng," tutur Zulaeha, yang sesekali merinding mengingat peristiwa nahas beberapa jam lalu.
IHSAN RELIUBUN