Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Cerita Tagihan Di Rumah Kontrakan

Christian hutapea mengadukan warga kamerun, christophe tientcheu ke mabes polri. presdir PT arcalina itu merasa ditipu. tientcheu tak bayar kontrakan & rekening listrik/telepon.

30 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA bilang Perumtel atau PLN terlalu kaku, sehingga keterlambatan pembayaran rekening beberapa hari saja bisa menyebabkan telepon Anda tak berkring lagi atau rumah Anda gelap-gulita? Buktinya, telepon dan listrik di rumah Christian Hutapea, di Kav. W-7 Simpruk, Jakarta Selatan, bisa "sehat walfiat" kendati telah menunggak lebih dari setahun. Dalam kasus itu yang kaget justru Chris, si pemilik rumah. Sebab, akibat tunggakan itu kini ia ditagih sekitar Rp 72 juta untuk telepon selama 15 bulan dan Rp 6,748 juta untuk tunggakan listrik selama setahun. Padahal, selama itu, rumah Christian dikontrak seorang warga negara Kamerun, Christophe T. Tientcheu. Itu sebabnya, Rabu pekan lalu, Chris mengadu ke Wakil Presiden melalui PO Box 5000. "Kami mohon kepada Bapak, kiranya kasus ini dapat diselidiki secara tuntas," tulis Chris, 50 tahun, Presiden Direktur PT Arcalina. Semula Chris mengadakan kerja sama bisnis dengan Tientcheu. Mereka mendirikan PT Indonesia Development Processing Corp. (IDPC) -- yang bergerak mengolah jambu mete untuk diekspor. Untuk tempat tinggal rekannya, Chris, sejak Januari 1987, mengontrakkan rumahnya kepada Tientcheu seharga US$ 1.200 per bulan. Ternyata, perusahaan patungan itu berantakan. Tientcheu, yang semula lancar membayar uang sewa rumahnya, belakangan ingkar. Ia menunggak sewa rumahnya selama enam bulan. Tientcheu pun diusir dari rumah kontrakannya. Sebelum pergi, 10 Juli 1988, ia masih sempat menandatangani surat pernyataan di atas segel yang mengakui bahwa ia berutang sewa rumah sebesar US$ 7.200, serta belum membayar tagihan listrik dan telepon. Setelah Tientcheu pergi, barulah Chris benar-benar kaget. Sebab, tagihan listrik dan telepon Tienteheu itu ternyata mencapai hampir Rp 80 juta. Esoknya, Chris lapor ke Witel IV Jakarta dan ke PLN Pusat. Melalui Pengacara Iswin Siregar, Chris juga mengadukan Tientcheu ke Mabes Polri. "Tindakan Tientcheu itu sudah mengarah kepada tindakan kriminal," kata Iswin Siregar. Berdasarkan pengusutan Perumtel ternyata memang ada "permainan" antara Tientcheu dan petugas Perumtel. Kepala Seksi Penagihan Jasa Perumtel Wilayah IV DKI Jaya, C. Hambali, dianggap telah menyalahgunakan wewenangnya. Hambali, 53 tahun, disangka telah mempeti-es-kan nota isolir telepon rumah yang ditempati Tientcheu, sehingga telepon itu tetap berdering walaupun menunggak Rp 72 juta. Akibatnya, Hambali dimutasikan ke bagian aministrasi. Tapi Kamis, 21 Juli, Kawitel IV menjatuhkan sanksi, yang lebih keras, bagi Hambali. Ia dinonaktifkan. Menurut Pjs. Kawitel IV, Roesno, pegawai Perumtel itu sampai kini masih terus diusut. "Dalam kasus lain yang serupa," kata Roesno. Sampai pekan lalu, yang belum jelas adalah hasil pengusutan pihak PLN. Kepala Urusan Humas PLN Pusat, Widijarso, S.H., dalam jawaban tertulisnya kepada TEMPO, hanya menyesalkan pihak konsumen, tanpa menyebut-nyebut kesalahan petugasnya. "Sangat disesalkan adanya pemakai listrik yang beritikad tidak baik, kendati telah menikmati manfaat listrik," jawab Widijarso. Sebenarnya, menurut Widijarso, rumah yang ditempati Tientcheu itu pernah diputus aliran listriknya. Tapi aliran tersebut disambung lagi karena warga Kamerun itu datang dan berjanji segera melunasi tunggakannya. Baik Perumtel maupun PLN menyatakan tetap akan menuntut pembayaran tagihan kepada pemilik rumah, kendati yang berulah penyewa. Untuk tagihan telepon Perumtel malah akan menagih pemilik rumah semula PT Berdikri -- sebelum dijual kepada Chris -- karena nomor telepon itu masih atas nama perusahaan itu. Sementara itu, pihak PLN akan menagih tunggakannya kepada Chris. "PLN dalam hal ini tetap menuntut kewajiban pemilik rumah, yang tercatat sebagai pelanggan PLN," jawab Widijarso lagi. Jika sampai awal Agustus ini Chris tak membayar, saluran listrik di rumahnya akan dicabut. Tientcheu, yang kini membuka usaha ekspor kopi dan rempah-rempah, menganggap dirinya tak bersalah. Ia tak merasa berkewajiban membayar tunggakan listrik dan telepon itu, karena tunggakan itu berkaitan dengan kedudukannya selaku manager, di PT IDPC. "Mengapa saya harus bayar sendiri, padahal untuk kebutuhan perusahaan," kata Tientcheu, yang membantah telah menyogok petugas Perumtel atau PLN agar bisa menunggak berbulan-bulan. Ia kini malah menuduh Chris telah mencemarkan nama baiknya karena kasus itu. "Bisnis saya macet. Ada teman yang tak mau ketemu saya lagi. Bisa-bisa Istri saya juga menghilang karena malu," kata Tientcheu, yang dikaruniai seorang anak dari seorang gadis asal Palembang. W.Y., Moebanoe Moera, Budiono Darsono (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus