SETIAP malam, sejak masuk ke bui Polsek Pangkalan Susu, Langkat. Sumatera Utara, dua pekan lalu. Rusli sukar memejamkan mata. Bayangan Almarhum Kasroi alias Ucok, yang dibunuhnya dengan sadistis itu, selalu muncul dengan pakaian putih. Ia menjerit karena bayangan itu, katanya, menyeringai lalu hendak men cekiknya. Rusli kembali sadar setelah petugas piket di Polsek itu menyuruhnya berdoa. "Saya takut sekali, hingga bulu tengkuk berdiri," kata Rusli kepada TEMPO. Rusli alias Rus, 21 tahun, mengaku tak pernah membayangkan dirinya akan menjadi pembunuh. Pada subuh 6 Juli lalu, ia memang lagi sial. Tak seekor kodok tertangkap olehnya. Sambil menenteng keranjang tempat mengumpulkan kodok, Rus mampir ke rumah juragan kodok, Kasroi, 24 tahun Kasroi-lah yang selalu menampung semua kodok hasil tangkapan penduduk di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu. Setelah berbasa-basi sebentar, Rus pun mengutarakan maksud kedatangannya sesungguhnya. "Aku mau bertunangan sama si Sabariah. Pinjami aku duit Rp 20 ribu, Bang," kata Rus. Tapi Kasroi, ayah seorang anak itu, acuh tak acuh saja. Rus, dengan kesal terpaksa pergi, kendati ia tahu Kasroi banyak uang. "Melihat tingkah lakunya, aku muak dan benci," kata Rus. Tapi tak lama kemudian, ia dengan topeng hitam -- mirip ninja -- dan parang terhunus kembali menerobos masuk ke rumah Kasroi. Tuan rumah hanya terpana ketika penyerang membabat lengan kirinya hingga putus. Korban menjerit. Tapi Rus tak memberi kesempatan lagi. Ia membacok leher, batok kepala, dan perut Kasroi. Bahkan pembunuh itu masih saja terus membacok, kendati istri korban, Rasminah, sambil menggendong putranya berusia 2 tahun, menjerit-jerit minta tolong. "Sewaktu nekat itu, saya merasa melayang-layang dan mata saya terpejam," kata Rus. Setelah korban tewas, barulah Rus, yang tak tamat SMP itu, pergi dan menghilang di hutan sekitar rumah itu. Polisi yang dilapori pembunuhan itu segera menguber Rus. Sebab, tersangka itu ceroboh meninggalkan keranjangnya di depan rumah korban. Rumah Rus dan hutan sekelilingnya dikepung polisi dengan bantuan masyarakat. Ketika kepergok, ia malah mencoba kabur. Akibatnya, sebuah peluru polisi bersarang di kakinya. Di tahanan Rus mengakui dosana. Tapi selain menunggu vonis hakim, ia telah mendapat hukuman lain: setiap malam ketakutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini