PADA siang yang panas, dua pekan lalu, tiba-tiba Rida Mardiah berteriak, "Sudah kubunuh anakku!" Para tetangga di Desa Sijambi Pasar Tiga segera berlompatan. Mereka ingin tahu apa yang terjadi. Dua mimggu sebelumnya, ibu muda itu memang melahirkan seorang orok perempuan. Di hadapan para tetangga terpapar pemandangan yang mengerikan. Sri Mulyani, orok itu, telah putus lehernya. Sebilah kapak berkarat berlumuran darah tergeletak di dipan reot tak jauh dari situ. Maka, gegerlah penduduk Desa Sijambi, Kecamatan Teluknibung, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Bakri, suami Rida Mardiah, hampir mengamuk. Untung, Mardiah sudah diamankan, dibawa ke Kepolisian Sektor Teluknibung. Polisi tampaknya kebingungan mengusut pembunuhan bayi ini. Ketika diperiksa, kata Sersan Mayor S. Manurung, Mardiah mengatakan bahwa yang dibunuhnya bukanlah anaknya, melainkan seekor babi. Setelah memberikan keterangan itu, ia termenung dan menjerit-jerit. Mardiah seperti mengalami tekanan batin yang amat sangat. Setelah tiga hari ia ditahan, polisi berpendapat bahwa ibu muda berusia 19 tahun itu lebih tepat menginap di rumah sakit jiwa. Penduduk Desa Sijambi percaya, Mardiah kemasukan hantu sijundai, yang konon gemar mengganggu ibu-ibu yang baru melahirkan. Agustus tahun lalu, misalnya, kasus serupa terjadi di Desa Blang Baro Cubo, Aceh. Norma, 23, seperti orang kesurupan menggorok bayinya, lalu dia berkeliling kampung dan mengabarkan perbuatannya. Tapi tak diperoleh data-data seberapa sering sijundai mengakibatkan pembunuhan bayi oleh ibu sendiri. Biasanya, angka pembunuhan bayi digabungkan dengan kasus pembunuhan biasa. Padahal, sebenarnya ada pasal tersendiri untuk pembunuhan bayi, yakni pasal 341 dan 342 KUHP. Ancaman hukumannya pun lain. Dalam kasus pembunuhan biasa, tertuduh diancam dengan hukuman seumur hidup atau hukuman mati. Sedangkan seorang ibu yang membunuh bayinya hanya diancam hukuman sembilan tahun. Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia (LKUI) membedakan pembunuhan bayi dengan pembunuhan biasa, khusus untuk DKl Jakarta. LKUI mencatat bahwa pada 1978-1982 angka pembunuhan bayi di Jakarta cukup mengagetkan: rata-rata hampir 19% dari jumlah seluruh kasus pembunuhan. Tahun 1982 mencapai angka tertinggi, yakni 24%. Tahun lalu, 1983 Jakarta boleh sedikit lega. Angka pembunuhan bayi menurun agak drastis: cuma sekitar 8%. Bayi-bayi yang dibunuh biasanya bayi yang lahir di luar nikah. Kekhawatiran mendapat malu, yang kemudian mengakibatkan stress, menurut Dokter Djamaluddin Hasibuan, direktur Rumah Sakit Jiwa Medan, memang bisa mengakibatkan munculnya halusinasi pada si ibu pada masa nifas, yakni dari hari melahirkan sampai 40 hari kemudian. Dan akibat halusinasi itu bisa macam-macam, termasuk si ibu membunuh bayinya sendiri, kata Dokter Hasibuan pula. Mardiah tampaknya memang terserang halusinasi. la diketahui baru menikah dengan Bakri setelah hamil enam bulan. Ditambah dengan latar belakang keluarganya yang tak menyenangkan - ibunya meninggal lima tahun lalu, dan ayahnya sejak lama menjadi penghuni rumah sakit jiwa - besar kemungkinan memang ia mengalami frusttasi, lantas stress di hari-hari pertama ia punya orok. Maka, sang bangau yang mengantarkan bayi dalam kedamaian, menurut cerita-cerita Eropa, rupanya bisa berubah jadi burung kondor pemakan bangkai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini