Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dari Perut <Font color=#CC0000>Muncul Sabu</font>

Petugas Bandara Ngurah Rai dan Soekarno-Hatta menangkap belasan warga Iran yang menyelundupkan narkoba dengan modus telan. Memanfaatkan kelemahan alat pemindai.

21 Desember 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELEWAT petang, sebuah pesawat Qatar Airways QR-624 mendarat di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Rabu dua pekan lalu. Seorang pria berwajah Persia terlihat turun dan berjalan menuju terminal kedatangan. Lelaki yang baru menempuh rute Doha, Turki, dan transit di Kuala Lumpur sebelum menuju Bali itu ternyata tak bisa berbahasa Inggris. Ia hanya bisa berbahasa Iran.

Seorang petugas Bea dan Cukai yang berusaha membantu mengisi dokumen customs declaration (CD) mulai curiga. Selain tampak gugup, dari paspornya diketahui ia baru pertama kali ke luar negeri. Meski bepergian jauh, lelaki bernama Daryoush Omid Ali itu ternyata tidak membawa perlengkapan memadai. Ia hanya menenteng tas kecil yang isinya pun kantong plastik kosong.

Pemeriksaan lebih teliti segera dilakukan terhadap Daryoush, termasuk tes urine. Tapi hasilnya negatif. Tiba-tiba petugas menemukan sejenis obat penghilang rasa sakit di saku pria itu. Bukan obat sembarangan. Obat mengandung opium itu hanya bisa ditebus dengan resep dokter.

Dari pemeriksaan lebih lanjut diketahui, Daryoush berangkat dari Istanbul ke Doha pada 8 Desember, dan dari Doha ke Bali pada 9 Desember. Rencananya, ia akan terbang lagi dari Jakarta ke Doha pada 11 Desember, dilanjutkan dari Doha ke Istanbul pada 12 Desember 2009. Semua tiket pesawat terusan itu sudah dibayar tunai.

Tapi ada sesuatu yang dicurigai petugas pada ”penampakan” seputar perut Daryoush. ”Seperti terisi penuh,” kata Bambang Wahyudi, Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea-Cukai Bandara Ngurah Rai. Malam itu, sekitar pukul delapan, petugas membawa Daryoush ke Rumah Sakit Bali International Medical Center (BIMC) di Jalan Ngurah Rai, Denpasar.

Benar, dari hasil pemindaian terlihat beberapa butiran benda asing berbentuk lonjong bak kepompong mendekam dalam perut pria itu. Posisinya berada dalam usus yang sejajar dengan paru-paru hingga usus yang berada di atas dubur. Petugas Bea-Cukai dan pihak rumah sakit memutuskan memberikan obat pencahar untuk mengeluarkan benda tersebut. Ternyata, dari perut Daryoush bermunculan sekitar 100 butir kapsul narkotik jenis sabu-sabu.

Aparat Bea-Cukai segera bergerak. Mereka segera mengontak ­Direktorat Narkoba Polda Bali untuk menelusuri kembali penumpang asal Iran yang diduga satu rombongan dengan Dar­yoush. Petugas mengidentifikasi ada enam penumpang lain asal Iran telah lolos dari bandara menggunakan taksi.

Polisi akhirnya menemukan keenam orang itu. Mereka, Bahman Mirzae, 26 tahun, Mehdi Ali Nejad Golestan (25), Ali Reza Safarkhanloo (23), Masoud Soltani Nabizadeh (25), Saeid Soltani Nabizadeh (28), dan Mohsen Muhammad Argasi (23), menginap di Hotel Simpang Inn, di kawasan Jalan Legian, Kuta. Di sana mereka memesan tiga kamar.

Aparat pun menggerebek enam pria itu. Seperti Daryoush, belakangan dari perut mereka ditemukan 237 kapsul sabu-sabu. Petugas pun hakulyakin, ketujuh orang itu merupakan ­anggota jaringan sindikat narkoba.

Dua hari kemudian, di Bandara Soekarno-Hatta, peristiwa serupa terjadi. Tiga lelaki asal Iran, Taheri Sahram, 27 tahun, Mahdi Moghaddam­kouhi Reazaali (25), dan Abbaspour Morteza (26), yang mendarat dengan pesawat Etihad Airways EK 472 dari Abu Dhabi, juga didapati menelan 220 kapsul yang total beratnya 1.100 gram.

Seperti di Bali, ketiga pria ini juga tak sendirian tiba di Soekarno-Hatta. Lima jam kemudian petugas Bea dan Cukai membekuk empat penyelundup sabu-sabu dengan cara yang sama, ”ditenggelamkan” ke perut. Mereka, Mirzaein Rasoul, 25 tahun, Alimoadi Mohsen (25), Hajebi Shahab (40), dan Goodarzi Ghola Hassan (32), datang dengan pesawat Turkish Airline rute Istanbul-Jakarta. Dari perut mereka, aparat menyita 1.810 kapsul. Dari dalam perut Goodarzi, misalnya, petugas mendapatkan 130 kapsul. Total, nilai sabu dari perut tujuh tersangka itu sekitar Rp 6,4 miliar.

Kepada Tempo, seorang petugas ban­dara bercerita, gerak-gerik para tersangka itu mencurigakan. ”Gerak tubuh­nya juga tidak normal,” ujar petugas yang tak mau disebut namanya. Merasa ada yang ganjil, petugas melakukan foto roentgen terhadap mereka. Maka terbongkarlah rahasia isi perut itu.

Menurut Kepala Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta Baduri Wijayanta, sebenarnya petugas mencurigai 15 warga Iran yang hari itu datang. Mereka diduga satu sindikat. ”Hanya yang membawa sabu tujuh orang,” ujar Baduri. Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Bea dan Cukai Soekarno-Hatta, Gatot Sugeng Wibowo, menyatakan bahwa sejak Juli lalu pihaknya telah menangkap 33 warga Iran yang ber­usaha menyelundupkan sabu-sabu. Total nilainya tak kurang dari Rp 200 miliar.

Di Bali, pemeriksaan laboratorium memastikan 99 persen kapsul yang ditemukan dari para pria Iran itu mengandung metamfetamin dan 1 persen amfetamin. ”Positif sabu-sabu,” ujar Komisaris Besar Muhibbin, Kepala Laboratorium Forensik Markas Besar Polri Cabang Denpasar.

Menurut Direktur Narkoba Polda Bali Komisaris Besar Kokot Indarto, hingga saat ini polisi di Rumah Sakit Trijata, milik Polda Bali, telah mengeluarkan sekitar 580 kapsul sabu-sabu dari perut para tersangka. Satu kapsul beratnya sekitar 6 gram, termasuk berat pembungkusnya sekitar 1 gram. ”Berat keseluruhan sabu-sabu itu sekitar 4,5 kilogram dan ditaksir nilainya mencapai Rp 8 miliar,” ujarnya. Digabung dengan penangkapan di Bandara Soekarno-Hatta yang berselang dua hari itu, total nilai sabu-sabu itu Rp 14,4 miliar.

Direktur IV Narkoba dan Kejahatan Terorganisir Mabes Polri, Brigadir Jenderal Arman Depari, menyatakan, dari modus dan jenis barang be­rikut orangnya, besar kemungkinan para pelaku itu dari kelompok yang sama. Menurut Arman, memang ada perkembangan baru kelompok pemain narkoba. Sebelumnya, narkotik jenis sabu-sabu banyak dipasok dari daratan Cina, tapi kini berasal dari kawasan Timur Tengah. Adapun soal kurir yang warga Iran, ujar Arman, itu bukan hal baru. Mereka sudah lama dikenal sebagai ”Iranian Syndicate”.

Berdasarkan pengakuan tersangka, kapsul sabu-sabu itu kebanyakan ditelan mereka ketika berada di Doha. ”Sebelum masuk ke Indonesia, mereka melakukan survei sistem pengamanan di Bandara Soekarno-Hatta dan Ngurah Rai,” kata Kokot.

Dari catatan paspor dan visa, sebelum mendarat pada 9 Desember lalu, Mohsen tercatat pernah tiga kali ke Indonesia. Begitupun Saeid Soltani, yang telah dua kali ke Indonesia. Sedangkan Masoud pernah ke Indonesia pada 13 Agustus 2009. Empat tersangka lainnya yang masuk Bandara Soe­karno-Hatta tercatat baru pertama kali datang ke Indonesia.

Menurut Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Bea-Cukai Ngurah Rai, Bagus Endro Wibowo, di bandara ini sebenarnya ada alat entry scan, bantuan Badan Narkotika Nasional. Alat itu bisa mendeteksi orang yang bersentuhan dengan narkoba, apalagi membawa narkoba. ”Tapi alat mahal itu rusak,” katanya. Kini yang tersedia adalah sembilan unit alat sinar-X untuk pemeriksaan barang dan penumpang, serta dua pemindai ion bantuan dari Australia.

Kemampuan beberapa alat itu tentu saja sudah diperhitungkan para penye­lundup. Setelah mereka yakin aman karena fasilitas pemindai bandara tidak terlalu lengkap dan sistem pengawasannya longgar, ujar Kokot, baru kelompok ini beraksi. Kokot menyebut Bali memang dijadikan target peredar­an sabu-sabu. ”Apalagi ini menjelang tahun baru,” ujarnya.

Para penyelundup narkoba dengan modus telan biasanya memang hanya bertugas mengantar hingga ke tempat yang ditentukan. Setibanya di Bali atau Jakarta, atau tempat lain, akan ada orang yang menjemput sabu-sabu yang sudah dikeluarkan itu. Setelah serah-terima barang haram itu, para kurir akan bergegas melanjutkan perjalanan ke tempat lain. Begitu seterusnya.

Sebagai kurir narkoba, berdasarkan keterangan para tersangka ke polisi di Bali, mereka mendapat imbalan masing-masing US$ 1.200-1.500, atau Rp 12-15 juta. Bayaran paling tinggi diperoleh pemimpin kelompok. Mohsen, misalnya, sebagai pemimpin kelompok, mengaku mendapat sekitar Rp 20 juta sekali mengirim narkoba ke tempat tujuan. Para penyelundup ini bisa dibilang penganggur. Di negaranya mereka tak memiliki pekerjaan tetap. Dari kelompok yang tertangkap di Bali itu, hanya Daryoush yang memiliki pekerjaan tetap sebagai tukang lampu.

Modus menelan kapsul berisi narkoba itu sebenarnya bisa dibilang nekat dan berisiko lantaran bisa berakibat kematian. Untuk menelan satu kapsul sabu setidaknya perlu waktu satu menit, hingga kapsul itu diam di perut. Agar tak hancur dicerna, sebelum ditelan, sabu itu dibungkus plastik lapis lima yang diikat tali nilon serta diikat lagi dengan lakban bening. Dengan cara ini, dijamin benda haram itu tetap utuh jika kelak dikeluarkan lewat anus.

Kepada Tempo, seorang penyidik senior di Polda Bali bercerita, banyak hal menggelikan ketika memaksa warga Iran tersebut mengeluarkan kapsul yang mereka telan. Sebagian, misalnya, ternyata ada yang tak terbiasa makan nasi, padahal polisi mengharap dengan ”didorong” nasi itulah, kapsul keluar. ”Kami terpaksa membelikan roti dan piza,” ujar penyidik tersebut.

Ini pun ternyata belum cukup. ”Ri­tual” selanjutnya, mereka harus merokok dulu. Setelah merokok dan diberi jus pepaya, baru mereka ke belakang. Saat itulah, puluhan kapsul keluar dari dalam perut masing-masing.

Ramidi, Ni Luh Arie S.L. (Denpasar), Joniansyah (Tangerang)

Sejuta Cara Menerobos Bandara

Disembunyikan di telapak sepatu

  • 14 Oktober 2009
  • Bandara Soekarno-Hatta
  • Warga Malaysia, penumpang pesawat dari Hong Kong
  • Sabu 1 kg, senilai Rp 1 miliar

    Dikemas pada lapisan dasar koper (paling banyak ditemukan)

  • 30 April 2009
  • Bandara Soekarno-Hatta
  • Warga Belanda, menumpang pesawat Lufthansa dari Jerman
  • Ekstasi 22.610 butir

    Dikemas dalam kotak susu formula 600 gram

  • 16 Juli 2009
  • Bandara Soekarno-Hatta
  • Wanita warga Iran, penumpang pesawat dari Bangkok
  • Sabu 4,1 kg, senilai Rp 5,5 miliar

    Dimasukkan ke botol minum

  • 30 Oktober 2009
  • Bandara Soekarno-Hatta
  • Warga Iran
  • Sabu cair 5.130 gram, senilai Rp 11,3 miliar

    Dibentuk bak batangan cokelat

  • 14 April 2009
  • Bandara Soekarno-Hatta
  • Unang Wijaya alias Guna Wijaya (Indonesia), penumpang pesawat Air Asia dari Kuala Lumpur
  • Heroin 3 kilogram, senilai Rp 3 miliar

    Direkatkan di paha

  • 16 Mei 2009
  • Bandara Soekarno-Hatta
  • Warga Singapura, pesawat Cathay Pasific dari Hong Kong
  • Sabu 2.100 gram, senilai Rp 2 miliar

    Dimasukkan ke kaki palsu

  • 11 November 2009
  • Bandara Soekarno-Hatta
  • Warga Iran, penumpang pesawat Emirat Airways
  • Sabu 1.660 gram, senilai Rp 3,6 miliar
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus