Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DELAPAN anak muda pelaku usaha kecil dan menengah tampil sebagai tokoh pilihan majalah Tempo di akhir tahun ini. Kita bisa memilih dua cara melihat peristiwa ini. Pertama, membiarkannya lewat begitu saja dan selesai. Kedua, menjadikan peristiwa ini momen inspiratif untuk lebih meningkatkan gerak usaha kecil-menengah. Deraan krisis sepanjang tahun suram ini terbukti tidak mematikan daya hidup usaha kecil-menengah. Memang banyak yang bubar, atau menciut, tapi secara umum yang kecil dan menengah bertahan, bahkan berkembang.
Data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menunjukkan angka kenaikan yang ajek dalam 10 tahun terakhir. Pada akhir 2008, jumlah usaha kecil dan menengah di Indonesia mencapai 51,26 juta unit—terus naik hingga 39,5 persen sejak 1998. Pada 2009, sebagian pelaku usaha kecil-menengah—yang berbisnis kurang dari 10 tahun—berhasil menembus pintu ekspor Eropa yang terkenal ”rewel” terhadap komoditas negara berkembang.
Krisis ekonomi 1997, juga yang terjadi dua tahun terakhir, memberi kita pelajaran berharga: ekonomi yang hanya bertumpu pada perusahaan besar amat rentan gejolak. Di sini, pemerintah dan pembuat kebijakan sudah selayaknya mempertimbangkan untuk menempatkan usaha kecil-menengah sebagai salah satu ujung tombak dalam agenda besar perbaikan ekonomi nasional.
Usaha kecil-menengah umumnya elastis, fleksibel, adaptif, dan itulah modal awal yang kuat. Lantaran tak punya kekuatan tawar-menawar dengan pembuat kebijakan, pengusaha kecil biasanya bergerak dengan modal, kreativitas, dan inovasi sendiri. Pengusaha kecil-menengah yang kita bicarakan di sini, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), bermodal antara Rp 50 juta dan Rp 500 juta.
Betul bahwa skala usahanya yang kecil membuat sumbangan UMKM pada perekonomian dan ekspor negara belum sebesar usaha besar. Tapi jumlahnya yang banyak membuat usaha kecil-menengah menjadi penyerap tenaga kerja yang besar. Ini beberapa poin yang dapat menjadi kekuatan mereka.
Sayang, sejauh ini, pelaku usaha kecil dan menengah kita hanya mampu hidup dan berkembang di lapisan-lapisan marginal. Begitu berhadapan dengan pemain besar dalam struktur ekonomi kita yang cenderung kapitalistis, yaitu segelintir pengusaha yang sangat dominan menguasai pasar, pengusaha kecil-menengah pasti kedodoran.
Ekonomi biaya tinggi juga menjadi lahan yang tidak ramah bagi UMKM. Kendala rutin lainnya adalah beban bunga bank tinggi—sekarang di atas 15 persen per tahun—ditambah kesulitan akses pada modal kerja bank dan lembaga pembiayaan nonbank. Pemerintah perlu mencontoh Singapura yang memberikan bunga sekitar lima persen untuk kredit usaha kecil.
Alhasil, diperlukan kerja sama serius dari dua pihak untuk meningkatkan daya hidup UMKM kita. Pihak pengusaha kecil harus segera membenahi diri. Peningkatan mutu sumber daya manusia mutlak digegaskan. Departemen Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah mencatat, Indonesia punya 40 juta lebih pelaku UMKM. Tapi yang benar-benar tercatat sebagai wirausaha (entrepreneur) sejati dengan motivasi tinggi hingga akhir 2007 baru sekitar 0,18 persen atau 400 ribu orang.
Padahal motivasilah yang menjadikan pelaku usaha mampu membuat inovasi kreatif. Motivasi akan ”memaksa” pengusaha menata manajemennya dengan efektif. Melalui Departemen Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah, pemerintah bisa menyalurkan bantuan pembinaan, konsultasi manajerial dan finansial, serta informasi pemasaran.
Satu hal yang menonjol dalam mekanisme kerja UMKM adalah cenderung menangani sendiri semua proses dari hulu ke hilir. Dari produksi hingga pemasaran dijalankan oleh satu tangan sehingga ujung-ujungnya mereka menjadi tidak produktif. Semua ini memerlukan pembinaan manajerial yang bisa dibantu Departemen Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah atau para mitra pendamping UMKM yang diusulkan pemerintah.
Akses yang sulit ke lembaga pembiayaan dan perbankan adalah persoalan klasik bagi para pelaku UMKM—dan perlu mendapat perhatian serius. Pemerintah, misalnya, dapat mengimbau bank-bank mempermudah prosedur bagi para pelaku usaha kecil-menengah. Bersama Bank Indonesia, bank-bank komersial bisa mengatur kredit dengan bunga murah bagi golongan pengusaha kecil-menengah.
Memang masih banyak yang harus dilakukan. Tapi itulah pilihan yang harus kita ambil bila Indonesia ingin menjadikan UMKM lebih berperan membantu perekonomian nasional. Tidak ada kata terlambat untuk memulai. Delapan anak muda yang menjadi tokoh pilihan Tempo 2009 membuktikan hal itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo