JAJARAN kejaksaan agaknya lagi dirundung musibah. Setelah empat jaksa di Aceh dipecat dan dibebastugaskan karena "menilep" barang bukti dan menerima "suap", kini seorang jaksa di Jakarta, Effendi Rais, dituding menerima "uang haram". Jaksa itu dituduh Pengacara O.C. Kaligis telah menerima uang suap Rp 50 juta dari saksi Subyakto, dalam kasus korupsi Rp 1 milyar lebih di Ditjen Imigrasi, dengan itu terdakwa B.L. Pohan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kamis dua pekan lalu, Kaligis secara resmi melaporkan jaksa itu kepada atasannya Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta, Soehadibroto, dan Jaksa Agung Sukarton. Tudingan Kaligis itu tentu saja mengejutkan jajaran instansi penuntut umum tersebut. Setelah Subyakto dan Effendi diperiksa kejaksaan, Kepala Humas Kejaksaan Agung Soeprijadi segera menangkis tuduhan tersebut. Menurut Soeprijadi, kedua orang itu membantah tuduhan tadi. Berdasar itu, pihak kejaksaan menganggap laporan "suap" itu fitnah belaka. Dan pihaknya, kata Soeprijadi, akan menuntut balik Kaligis. "Bagaimanapun, kejaksaan itu satu. Kalau ada jaksa berbuat sesuatu, kan juga menyangkut keseluruhan," katanya kepada wartawan. Jaksa Agung Sukarton juga menyatakan anggotannya itu "bersih". "Tuduhan itu tidak betul. Tak ada buktinya," kata Sukarton kepada Tommy Tamtomo dari TEMPO. Menurut Sukarton, ia telah menugaskan Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta untuk menuntaskan masaah itu, termasuk kemungkinan menuntut balik Kaligis. B.L. Pohan, 47 tahun, diseret ke pengadilan dengan tuduhan telah mengkorup uang pengurusan paspor sejumlah Rp 1 milyar lebih. Uang pelicin itu, dalam dakwaan Jaksa Effendi Rais, "dipetik" Pohan dari 19 orang Pengusaha Pengerah Tenaga Kerja Indonesia. Ketika itu, dari 1983 sampai 1985, ia menjabat Kepala Unit Khusus Imigrasi Satgas Antar Kerja Antar Negara, yang diperbantukan pada Departemen Tenaga Kerja. Di persidangan Kaligis kecewa karena jaksa tidak menghadapkan saksi-saksi bekas atasan terdakwa di Ditjen Imigrasi, yakni R. Sunarto, Nyonya Sianturi Irza, Nyoman Suradnya, Rahardjo, serta Subyakto. Kesaksikan Subyakto, misalnya, hanya dibacakan jaksa di sidang dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan alasan saksi itu lagi sakit. Padahal, kata Kaligis, kesaksian mereka itu cukup penting, karena Pohan hanya menjalankan tugas atas perintah atasannya untuk mengutip uang pelicin semacam itu. Sebenarnya, menurut Kaligis, di balik persidangan itu Jaksa Effendi sudah "mangatur" cara-cara menyelamatkan saksi dan juga terdakwa. Terdakwa Pohan, misalnya, dijanjikan Effendi hanya akan dituntut hukuman percobaan (voorwaardelijk) 2 tahun penjara. Sebagai imbalannya, masih menurut Kaligis, Effendi menerima uang Rp 50 juta dari saksi Subyakto. "Saya punya bukti rekaman pembicaraan saya dengan Subyakto ataupun Effendi tentang pemberian uang itu," ucap Kaligis. Tapi belakangan, kata Kaligis, Effendi tak bisa memenuhi janjinya. Sebab, usulnya agar tersangka dituntut voorwaardelijk ditolak atasannya, Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta. Ia mengaku diperintahkan atasannya untuk menuntut Pohan 4 tahun penjara. Bahkan, tuntutan terhadap Pohan Rabu pekan lalu dinaikkan menjadi 5 tahun penjara plus denda Rp 10 juta. "Kalau memang jaksa tak bisa memenuhi janjinya, kembalikan, dong, uang itu," kata Kaligis. Jaksa Effendi Rais membantah tuduhan suap itu. "Saya tidak pernah menerima uang sepeser pun dari Subyakto. Tugas saya hanya membuktikan kesalahan terdakwa, tak ada urusan dengan para saksi. Cerita itu hanya dalih Kaligis untuk mengalihkan perhatian," kata Effendi. Effendi juga membantah pernah berjanji akan menuntut Pohan hukuman percobaan. Sebab itu, ia berniat akan menuntut balik Kaligis karena memfitnah. "Lihat saja nanti. Dia bisa ngomong, saya juga bisa?" ujarnya.Hp.S. dan Rustam F. Mandayun (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini