Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Dendam juminah di sidikalang

Juminah melakukan pembunuhan terhadap bocah kecil, saliman dengan alat cangkul. juminah sebelumnya menyimpan dendam terhadap ibu saliman yakni kostimah. polisi berhasil membongkar pembunuhan tersebut.

31 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENDAM itu bagai api dalam kepala. Juminah dan Kostimah ketika itu bekerja pada Syarif Siregar -- pemilik kebun kopi. Suatu hari Juminah melarang Kostimah mengambil batang ubi milik Siregar. Kostimah tak peduli. Mereka bertengkar dan bergelut. Tapi sejak itulah Juminah menyimpan dendam. Walau kejadiannya pada 1985, dendam kesumatnya itu akhirnya terlampiaskan juga. Juminah mencangkuli Saliman -- anak bungsu Kostimah. Lalu bocah dua tahun itu dikuburnya di belakang rumah tetangga. Pada 7 Oktober lalu, Farida, 4 tahun membawa adiknya, Saliman, bermain ke rumah Juminah. Kakak-beradik ini memang akrab dengan dua anak Juminah, yaitu Jumingan, 8 tahun, dan Dairiyah, 2 tahun. Ketika itu Juminah sedang makan getuk ubi dan jagung bakar bersama kedua anaknya itu. Melihat Farida dan Saliman muncul mereka bersorak ria. Jumingan lalu membagi makanan itu kepada kedua tamu cilik itu. Kebaikan itu malah membuat Juminah meradang. "Enak saja kau beri mereka, padahal aku pernah berkelahi dengan ibunya," sergah Juminah. Tetapi tak lama, ia pasang akal. Juminah menyuruh Jumingan jajan dengan duit Rp 25. Jumingan keluar rumah dan diikuti Dairiyah, adiknya, dan Farida. Saliman alias Adek dilarang ikut oleh Juminah. Rumah itu jadi sepi. Tapi dada Juminah terbakar ketika menatap Adek yang sedang menyantap jagung bakar. Pelan-pelan Juminah meraih cangkul dan mengayunkannya bertubi-tubi ke kepala bocah itu. Jagung terlempar dari mulutnya. Adek sempat terpekik, kemudian diam dan tertelungkup berlumur darah. Lalu Juminah menelentangkan tubuh remuk itu. Dirabanya dada Adek. Masih berdegup. Kali ini Juminah mengayunkan cangkul ke kemaluan si bocah. Setelah Adek tak lagi berkutik, Juminah memboyong korbannya ke belakang rumah. Disembunyikan di bawah pohon teh. Dan lubang digalinya, 40 senti di halaman belakang rumah tetangganya, Muirin. Mayat bocah itu disurukkan dan ditimbun cepat-cepat. Sepulang jajan, Farida menanyakan Adek pada Juminah. Perempuan gemuk pendek itu tak acuh dan menjawab "Bah, 'kan ikut kalian tadi." Farida lalu pulang tanpa Adek. Perasaannya kecut. Di rumah, kedua orangtuanya yang baru pulang dari ladang bertanya di mana si Adek. Farida gugup. Paiman, 35 tahun, ayah Farida, segera menyusul ke rumah Juminah. Dia tahu, anaknya selalu bermain di situ. Juminah, yang asyik mencangkul di kebun teh, saat itu berlagak pilon. "Adek tak ke sini," katanya. Paimin mencari ke rumah tetangga lain. Hasilnya nihil. Penduduk Desa Sidiangkat, Kecamatan Sidikalang -- 155 kilometer dari Medan jadi ribut. Mereka lalu mencari Adek. Juminah, 35 tahun, juga "ikut mencari". Celakanya, sasaran pencarian justru di kawasan rumah Juminah. Tiba-tiba kaki Parlik, salah seorang pencari, terperosok ke dalam timbunan tanah sebatas mata kakinya. Ia minta temannya Hutasoit, mengorek tanah gembur itu. Hutasoit meraba daun telinga. Tatkala dikorek lebih dalam, yang mereka lihat adalah tubuh Adek. Rongga mulut dan telinganya penuh tanah. Batok kepalanya bengkak, berdarah. Punggungnya memar, bagai tapai. Anak itu agaknya dikubur ketika masih bernapas. "Di kerongkongannya ditemui sejemput tanah. Seperti terhirup ketika menjelang sekarat," kata Wakapolres, Mayor Deddy Suwardi. Polisi di Sidikalang, Dairi, Sum-Ut, tentu mencurigai Juminah. Setelah malamnya ia dijemput, Juminah mengakui perbuatannya. Hasil dendamnya, kini, ia ratapi di tahanan polisi. Bersihar Lubis & Mukhlizardy Mukhtar (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus